Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
Sebulan berlalu. Perlahan hubungan Naya dan Rendra membaik. Walaupun masih canggung kalau membahas perihal anak, setidaknya Naya sudah bisa kembali bermanja-manja ria dengan Rendra.
Jika sang istri sedang morning sickness, Rendra pasti akan ikut terbangun untuk mengurus Naya. Pria itu juga tidak banyak menuntut karena Naya jadi mudah lelah dan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah secepat biasanya. Saat Naya terbangun tengah malam akibat lapar, Rendra ikut duduk di meja makan dengan mata tertutup, hanya sekadar untuk menemani sang istri menghabiskan isi piring.
"Kak Rendra," panggil Naya dengan nada ceria.
Rendra yang sedang membaca menoleh. "Apa?"
"Aku diterima!"
Dahi Rendra berkerut. Pria itu bangkit dari meja belajar dan menghampiri sang istri. Ia duduk di samping Naya, di atas kasur. "Diterima apa?"
"Program magister, Kak. MMR. Lupa ya?"
Mata Rendra melebar. "Beneran?"
Naya mengangguk semangat. Matanya berbinar. Ia menunjukkan layar ponsel yang sedang menampilkan pengumuman daftar calon mahasiswa program post-graduate.
"Selamat ya, Naya," ucap Rendra sambil memeluk tubuh mungil sang istri.
Naya tertawa. Dia balik memeluk Rendra. "Makasih, Kak."
"Langkah selanjutnya gimana?" tanya Rendra sambil menguraikan kedua tangannya.
"Hmm, ngurus dokumen-dokumen gitu," jawab Naya. Dia kembali melihat ke layar ponsel. Naya menyandarkan kepalanya di dada Rendra.
Tangan kiri Rendra mengelus kepala Naya. "Mulai masuk kapan?"
"Dua bulan lagi."
"Repot nggak?"
"Nggak terlalu, kok," jawab Naya. Ia kemudian mendongak. "Kak Rendra nggak ada tugas keluar kota lagi?"
"Aku baru balik dari Banyumas hari ini, masa sudah tanya kayak gitu, sih," kata Rendra gemas.
Naya meringis. Ia meletakkan ponsel di kasur dan melingkarkan tangannya di tubuh Rendra. Naya memeluk suaminya dari samping.
"Sudah kangen lagi," ucapnya lucu.
Rendra tersenyum. Tangannya mengusap kepala Naya dan membawanya masuk dalam dekapan di depan dada.
"Kamu kabarnya gimana selama aku tinggal?"
Naya tersenyum. Walaupun secara implisit, saat ini Rendra sedang bertanya tentang kandungannya. Tentu saja hal itu membuat hati Naya menghangat.
"Kabar aku baik. Kabar anak kita juga baik."
Satu misi yang saat ini sedang Naya jalankan adalah membuat Rendra mencintai janinnya sebesar Naya menginginkannya. Dengan menyebutkan kata "anak kita", Naya berharap perlahan Rendra merasakan tanggung jawab sebagai calon orang tua. Perlahan tapi pasti.
"Masih mual? Minta makanan nggak?"
Naya ndusel di dada Rendra. "Sudah jauh berkurang kok mual-mualnya. Ngidam makanan juga gampang carinya, bisa pakai ojol. Oh ya, kemarin sempat susah tuh aku," lapor Naya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Susah kenapa?"
"Soalnya aku ngidam Kak Rendra," jawab Naya. Ia melihat ke arah Rendra dengan binar-binar di matanya.
Rendra menelan ludah susah payah. Ia menundukkan kepala Naya hingga kembali bersandar di dadanya.
"Ngidam itu mitos," balas Rendra berusaha terdengar logis. "Sebenarnya ngidam itu sensasi ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, kebutuhan nutrisi si janin. Jangan dikaitkan dengan hal-hal aneh. Ngidam ya, pengin makan. Bukan pengin orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Good to be Home
Romance[COMPLETE] Katanya jodoh saling menemukan. Katanya jodoh itu sudah diguratkan sebagai jalan hidup. Lantas, bagaimana jika pernikahan Naya dan Rendra dihadapkan pada ancaman sebuah perceraian? Apakah mereka bukan pasangan yang tepat? Bukan takdir ya...