22.

847 79 0
                                    

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

Naya memejamkan matanya. Perlahan air mata turun membasahi kedua pipi. Ia masih ingat bunyi garukan di rahimnya saat dikuret tadi. Sisa janinnya sudah diambil. Walaupun setengah bagian bawah tubuhnya tadi dibius, perlahan Naya bisa merasakan sakit di perutnya. Dibandingkan itu, saat ini hatinya lebih perih.

Wanita itu menangis dalam diam. Tadi Julian ikut mengantarnya kembali ke ruangan setelah menjalani prosedur kuretase. Naya tentu saja tidak bisa meneteskan air mata di hadapan mantannya itu dan para perawat yang ada. Pertahanannya runtuh ketika ia sedang sendiri.

Kesepian. Satu kata itu melekat erat di kehidupannya. Sedari kecil Naya sudah biasa menjalani hari-hari tanpa ditemani seorang pun. Kakak dan sahabat-sahabatnya adalah penyembuh mujarab yang sejauh ini Naya ketahui. Bahkan, setelah menikah dengan Rendra pun, Naya kerap kali merasa kesepian.

Sepertinya Naya salah memaknai arti pernikahan. Hubungannya dengan Rendra berjalan baik. Naya tahu mereka saling mencintai, saling mengasihi. Namun tetap ada satu lubang mengganjal di antara mereka, entah apa itu.

Naya ingat, Rendra pernah memarahinya karena berusaha mencari siapa yang lebih sayang, siapa yang lebih berjuang. Kata Rendra, itu sebuah penyakit di dalam hubungan. Naya pun ingin berpikir seperti itu, tapi tidak bisa. Saat ini benaknya sedang bertanya-tanya.

"Pernikahan kamu bahagia, kan?"

Tiba-tiba percakapan dengan sang kakak dulu kembali terngiang di kepala Naya. Apa arti kata bahagia? Rendra memberinya cinta. Rendra pun menafkahinya. Mereka nyaman satu sama lain hidup berdampingan selama ini.

"Memang Kakak tahu apa kebutuhan batinnya Naya?"

Naya terisak. Suara pedas Loli saat menanyakan hal itu pada Rendra tiba-tiba saja mengganggu pikirannya. Naya saja tidak mengerti apa kebutuhannya saat itu. Pun demikian dengan Rendra yang clueless.

Satu hal baik yang Naya dapatkan dari kehidupan pernikahannya adalah amanat menjadi seorang ibu. Semua wanita menginginkan untuk mengandung seorang anak di rahimnya, entah itu nanti atau sekarang, meskipun hanya sekilas pikiran itu terlintas. Apalagi jika hal itu didapatkan dengan kehidupan penuh cinta bersama suami.

Kebahagiaan itu direnggut hanya dalam hitungan beberapa jam. Naya ingat, saat itu ia sedang mengendarai motor seperti biasa, baru kembali dari universitas untuk menyusulkan beberapa berkas daftar ulang. Motornya diserempet oleh pengendara mobil. Naya jatuh, perutnya tertimpa motor yang sedang ia naiki. Saat itu hanya ada satu hal yang mampir di otaknya. Naya tidak peduli dengan luka lain di tubuhnya, ia hanya mau sang anak selamat.

Nasib berkata lain. Naya mengalami perdarahan. Ia masih ingat rasa sakit di perut bagian bawah. Rasanya seperti diremas. Lebih sakit daripada saat sedang kram perut karena menstruasi.

Saat tahu bahwa kandungannya sudah tidak bernyawa, Naya hanya dapat menangis di pelukan Rendra. Perasaan sakitnya pindah dari perut ke dada. Naya tidak rela calon buah hatinya diambil Tuhan.

Pintu terbuka perlahan, Rendra masuk ke dalam ruangan tanpa bicara. Pria itu tertegun sesaat. Setelah sadar, ia melepaskan ransel dan jas putih dari tubuhnya, kemudian meletakkan semua barang itu di atas sofa. Tak peduli nantinya ia akan dimarahi karena ikut berbaring di kasur pasien, Rendra tetap nekat naik kesana dan menarik tubuh Naya masuk dalam pelukannya. Sang istri masih terisak dalam diam.

Tidak ada kata yang terucap. Naya menumpahkan semua air mata, berharap perasaan tak enak di hatinya ikut keluar. Rendra pun tidak bisa bicara. Tangannya tetap bergerak mengelus kepala sang istri dengan lembut. Sesekali pria itu menciumi kepala Naya.

It's Good to be HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang