Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
"Practice makes perfect."
Rendra menoleh. "Did I hurt you?"
"Sedikit," jawab Naya. Ia kemudian ikut menoleh ke Rendra yang berbaring telentang di sampingnya. "Katanya sih kalau pertama kali memang agak sakit."
"I am sorry," sesal Rendra. "Aku harus apa?"
"Could you give me a warmest hug?"
Rendra tidak menjawab. Dia bergeser dan memeluk Naya tanpa perlu diminta dua kali. Dengan hati-hati Rendra melingkarkan lengan kanannya di atas perut Naya. Ia menyelipkan tangan kiri di bawah kepala sang istri, menjadikannya bantal.
Pria itu mengecup pelipis Naya. "Sudah nyaman?"
Naya mengangguk. Dia tidak banyak bicara. Matanya terpejam.
Melihat hal itu, Rendra jadi makin khawatir. "Beneran kamu nggak papa?"
"Padahal kita berdua dokter ya. Harusnya, sudah tahu ilmunya," ucap Naya. Ia membuka matanya perlahan. Naya tertawa kecil. "Kayaknya karena sama-sama gugup sih ini."
"Aku kurang pemanasan ya?" tanya Rendra. Dia jelas takut kalau sudah menyakiti wanitanya.
Naya tersenyum menenangkan. Ia mengusap rahang Rendra. "Nggak papa. Kan belajar bareng."
Rendra menciumi pelipis Naya berulang kali. "Aku sayang banget sama kamu."
"Aku juga sayang banget sama Kak Rendra."
"Mau aku bikinin kompres air hangat? Atau mau langsung mandi? Biar relaksasi otot-ototnya."
"Gini dulu aja, Kak. Aku mau dipeluk aja," ucap Naya. Ia sedikit mendongak. Rendra sedang memandanginya dengan tatapan khawatir. "Ngobrol dong, Kak."
"Kamu mau ngomongin apa?" tanya Rendra.
"Ehm, apa ya?" Naya berusaha mencari topik obrolan. "Kak Rendra nggak ada yang mau dibahas gitu?"
Rendra berpikir. Ia kemudian ingat dengan kartu undangan pernikahan mereka yang ditolak oleh Jeno. Sampai sekarang Naya masih enggan bercerita. Padahal Rendra penasaran setengah mampus.
"Aku mau tanya," Rendra berhenti sesaat. Pelukannya di perut Naya mengetat. "Tapi aku nggak maksa kamu untuk jawab sekarang."
"Mau tanya apa?" tanya Naya. Tangannya bergerak mengusap lengan Rendra.
"Kamu sama Jeno ngomongin apa waktu kita kasih kartu undangan pernikahan?"
Naya diam sejenak. Ia kemudian membenahi posisinya. Naya dan Rendra kini berbaring saling berhadapan.
"Penasaran banget ya?"
Rendra mengangguk. Raut wajahnya datar.
Naya tampak berpikir memilih kata-kata yang tepat. Ia melihat ke dalam mata Rendra.
"Kita menyelesaikan cerita yang masih menggantung dulu," jawab Naya jujur. "Kak Jeno sempat marah. Dia bilang, dia kalah cepat dari Kak Rendra. Rencananya dia mau melamar aku setelah aku lulus program S2."
"Serius?" tanya Rendra tak percaya. Jantungnya berdegup cepat. Apa jadinya kalau Rendra tidak langsung melamar Naya dulu?
Naya mengangguk. Dia tersenyum manis. "Ending-nya kan aku nikah sama Kak Rendra. Nggak usah takut gitu dong."
Tangan kanan Rendra terangkat. Dia menyingkirkan anak-anak rambut Naya yang menempel di dahi oleh keringat. Rendra meneliti wajah Naya penuh tatapan memuja.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Good to be Home
Romance[COMPLETE] Katanya jodoh saling menemukan. Katanya jodoh itu sudah diguratkan sebagai jalan hidup. Lantas, bagaimana jika pernikahan Naya dan Rendra dihadapkan pada ancaman sebuah perceraian? Apakah mereka bukan pasangan yang tepat? Bukan takdir ya...