Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
"Mbak Kinan! Selamat ya!"
"Jangan lari-lari, Sayang," ucap Rendra. Tangannya dengan sigap menangkap pinggang Naya. Ia memberikan tatapan kesal. "Hati-hati."
Naya cuma cekikikan. Dia kini berjalan dengan perlahan menghampiri kakak tingkatnya yang juga lulus bersama dengan sang suami. Rendra mengamati Naya dari jauh.
"Naya mana, Nak?" Mama berjalan mendekat. Di tangannya terdapat satu buket bunga milik Rendra.
"Ketemu temennya, Ma," jawab Rendra sambil menunjuk ke arah dua orang yang sedang mengobrol seru.
"Habis ini mau langsung ke dokter?" tanya Papa.
"Jadwalnya sih hari ini cek kandungan, tapi ikutin mood Naya aja."
Dahi Mama berkerut. "Kok kamu santai banget? Mama khawatir lho. Pokoknya habis ini periksa dulu. Bundanya Naya juga sudah bilang, jangan sampai telat periksa."
Rendra mengangguk. Usia kandungan Naya sudah delapan belas minggu. Dulu mereka pernah kehilangan calon anak. Semua orang jadi makin berhati-hati. Naya saja yang suka kelupaan masih suka angkat barang dan macam-macam. Nggak betah kalau nggak kerja, itu prinsip Naya. Rendra sampai meminta tolong pada Mama untuk menjaga istrinya selama dia mempersiapkan ujian akhir residensi kemarin.
Berbeda dengan kehamilan dulu, kali ini Rendra dan Naya benar-benar mempersiapkan segalanya secara matang. Mereka sudah beli rumah, walaupun kecil, setidaknya Naya lebih nyaman tinggal di sana dibandingkan di apartemen. Rendra jadi makin protektif sejak tahu bahwa istrinya positif hamil. Naya dilarang ini-itu. Sampai bikin Naya bosan setengah mati karena cuma boleh pulang-pergi rumah-kampus.
Bagi Rendra, Naya terlihat makin menggemaskan seiring bertambahnya usia kehamilan. Tidak terlalu banyak permintaan dari Naya. Morning sickness pun tidak separah dulu. Malah Rendra yang makin manja pada istrinya tersebut. Tiap malam tidak ada kata nggak kelonan. Beruntung saat semester terakhir residensi, Rendra sudah fokus di Jogja saja, tidak bertugas ke rumah sakit daerah. Jadi tidak perlu terpisah jauh dari Naya.
"Mama," panggil Naya. Ia sudah kembali dari menyapa temannya. "Biar aku aja yang bawa bunganya."
"Aku aja," rebut Rendra.
"Bunga kan ringan, Kak Rendra."
"Nggak papa, biar aku bisa gandeng kamu. Kalau kamu yang bawa, tangan kamu sudah penuh bawa clutch sama bunga."
Rendra tersenyum melihat rona merah menjalari pipi sang istri. Naya berusaha keras menutupi kegugupannya.
Papa dan Mama cuma saling sikut. Mereka tidak mengira putra satu-satunya bisa berkata seperti itu.
"Diajarin gombal kayak gitu sama siapa ya, Ma?"
"Belajar dari Papa lah."
"Kita mau ke dokter kandungan kapan, Kak?" tanya Naya. Ia mengalihkan pembicaraan. Naya malu dijadikan bahan candaan oleh Papa dan Mama.
"Langsung aja ya, Naya," bujuk Mama. "Dari dokter, terus kamu istirahat."
Naya menoleh ke arah Rendra. Dia meminta pendapat suaminya. "Iya, langsung. Papa Mama ikut aja."
---
Rendra tampak kesal. Dari awal kehamilan, Rendra sengaja mencarikan dokter kandungan wanita untuk Naya. Mereka biasa kontrol ke rumah sakit khusus ibu dan anak terbaik di Jogja. Satu hal yang Rendra lupa, rumah sakit ini milik keluarga Julian. Parahnya, jadwal dokter Freya untuk hari ini digantikan oleh Julian.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Good to be Home
Roman d'amour[COMPLETE] Katanya jodoh saling menemukan. Katanya jodoh itu sudah diguratkan sebagai jalan hidup. Lantas, bagaimana jika pernikahan Naya dan Rendra dihadapkan pada ancaman sebuah perceraian? Apakah mereka bukan pasangan yang tepat? Bukan takdir ya...