Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
"Nay, Kak Rendra telepon gue lagi nih."
Naya menoleh. Ia melepas kacamata hitam dari wajahnya. Dengan santai, Naya meminum es kelapa muda miliknya. Bahunya bergidik ngilu ketika sensasi dingin menyerang giginya yang sensitif. Kalau sudah begini, biasanya Rendra akan memulai ceramah mengenai kesehatan gigi.
"Biarin aja. Aku masih belum mau ngomong sama dia, Lol," balas Naya.
Akhirnya Loli meletakkan ponsel miliknya di atas meja. Ia membiarkannya bergetar hingga mati sendiri.
"Lo mau kabur sampai kapan, Naya?" tanya Loli sambil mengangkat kakinya ke atas kursi. Kini gadis itu duduk selonjor seperti Naya. Ia mengamati hamparan laut biru di depan sana.
"Aku takut ngomong hal terlarang kalau terima telepon dari Kak Rendra sekarang," kata Naya. "Kan kalian bertiga yang kasih saran untuk menjauh dulu sampai aku tenang."
Loli tampak frustasi. Andaikan saat ini ada Ghina atau Gladis bersama mereka, mungkin kedua sahabatnya itu bisa membalas perkataan Naya barusan yang lebih baik. Lidah Loli itu setajam silet. Loli takut justru akan makin melukai hati Naya. Perbuatan Naya kali ini bikin Loli geregetan pengin jambakin rambut Naya dan Rendra satu-satu terus jedotin kepala mereka biar keduanya sadar.
"Ya gimana ya," Loli garuk-garuk kepala. "Lo bilang pengin cerai dengan watados gitu. Gimana kita nggak kalang kabut?"
Naya menoleh. Tatapannya memicing. "Kalian bakal selalu di samping aku, kan?"
Loli menghela napas panjang. "Iya, Naya. Gue, Ghina, Gladis, bakal dukung semua keputusan lo. Tapi nggak asal minta cerai juga. Memangnya pernikahan seremeh itu, apa? Please deh, walaupun single gini, gue tuh tahu mana yang bener mana yang nggak."
"Nikah tuh nggak cuma masalah saling cinta," ucap Naya. Tatapannya menerawang jauh. Pemandangan hamparan laut dengan bukit Tatempangan membuat hatinya tenang.
"Berawal dari cinta semuanya bisa terjadi, Naya."
Naya menggeleng. "Hubungan aku sama Kak Rendra stagnan, Loli. Aku sudah kehilangan calon anak. Sekarang, aku kehilangan kepercayaan. Aku nggak mau mati stress di dalam hubungan yang sudah nggak sehat ini."
"Lo nggak bahagia hidup sama Kak Rendra? Bukannya lo itu bucin kronis? Kak Rendra juga bukan tipe tsundere kok, cuma agak diam aja."
"Awalnya bahagia. Lama-lama aku sadar, kayaknya aku selalu mengalah. Kak Rendra memang dengerin semua kemauan aku, tapi aku nggak pernah jadi prioritas di hidup dia," ucap Naya sambil mengerang pelan. Ia menunduk. "Aku nggak kuat. Image aku di depan Kak Rendra itu selalu ceria, manja, bucin abis ke dia. Aku nggak bisa bertahan sesuai ekspektasi Kak Rendra."
"Naya, gue tahu gue nggak berhak ngomong ini karena belum pernah nikah," Loli berusaha terdengar bijak. "Menikah itu bukan dijalani saja seperti air mengalir, tapi diusahakan agar bahagianya selalu mengalir."
"Maksudnya apa? Aneh banget kalau kamu ngomong gitu."
Loli mengepalkan tangannya di samping kepala. Giginya bergemeletuk. Naya yang melihat hal itu malah tertawa.
"Ya, intinya aja deh. Mau lo itu menikah, mau lo itu cuma pacaran, atau bahkan cuma sahabatan kayak kita gini, bahagia itu dibuat bersama. Gimana caranya bahagia? Komunikasi itu dibenerin dulu. Hilangkan salah paham," ucap Loli tanpa bertele-tele.
"Nih ya. Andaikan, andaikan aja nih. Kita berempat kan sudah jadi sahabat dekat. Terus tiba-tiba saling membicarakan di belakang. Mau lo bersikap bahagia, senengnya juga nggak bisa puas, Naya. Nggak lepas. Ada yang disembunyikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Good to be Home
Romance[COMPLETE] Katanya jodoh saling menemukan. Katanya jodoh itu sudah diguratkan sebagai jalan hidup. Lantas, bagaimana jika pernikahan Naya dan Rendra dihadapkan pada ancaman sebuah perceraian? Apakah mereka bukan pasangan yang tepat? Bukan takdir ya...