"Where have you been all my life?" -Rihanna.
-6 tahun kemudian-
Lulus kuliah, gue jadi editor di sebuah penerbit yang khusus menerbitkan naskah-naskah novel Teenlit sampai young adult. Entah kenapa gue akhirnya bisa nyangkut disini, gue udah hopeless sebetulnya untuk keterima. Dan coba tebak siapa yang jadi partner gue disini.
Rena.
Cewek judes tetangga Ale yang aslinya super baik itu, masih dengan kehebohan dan keceriaan dia yang sama persis di setiap cerita Ale. Rumahnya belum pindah, rumah Ale juga masih dihuni sama om dan tantenya.
Bicara soal Ale, gue putus sama dia. Kira-kira setelah setahun dia tinggal di Paris. I'm too insecure. Dia sendiri gak bisa jaga perasaan gue juga. Bahkan dia sering upload foto berdua entah di Path atau Instagram sama cewek waktu dia statusnya masih pacaran sama gue. Di Paris gak ada Marcus, jadi gak ada orang yang marah-marah ngatain dia brengsek.
Oh dan ternyata, dia baik bukan ke semua orang, tapi ke semua cewek. Marcus kira dia udah berubah karena pas pacaran sama gue dia gak punya modusan samasekali sementara dulu sama Ryana modusannya TERSEBAR. Pantesan semua moments Ale di Path itu yang suka nge-loved hampir cewek semua. Itu kumpulan cewek yang pernah jadi modusan dia. Ck. Pas di Paris, dia akhirnya udah punya modusan tuh kayaknya. So, au revoir Alessandro.
Emang sih waktu gue minta putus, gue mintanya baik-baik (dengan alasan gak tahan LDR dan gak nepatin janji blablabla) dan dia responnya juga baik-baik. Tapi setelah gue masuk kamar...gue nangis-nangis. Gimana gak nangis kalo hampir semua benda di kamar berkaitan sama cowok bernama lengkap Alessandro Edouard Bonaparte itu. Bahkan di pojokan kamar gue tempel semua foto-foto paling bagus sama Ale. Termasuk foto waktu acara musik elektronik tahunan, DWP a.k.a Djakarta Warehouse Project tahun 2014. Oh dan bahkan Ale memberikan gue ciuman spesial untuk pertama dan terakhir kalinya. Ale yang biasanya imut-imut manis kayak Kägi mendadak berubah jadi seksi.
Kemana manusia tampan itu sekarang, meskipun putus gue sama dia masih beberapa kali chat. Sekadar nanyain kabar. Gak, gue gak benci kok. Dia mungkin jadi satu-satunya mantan gue yang paling pantas untuk ditangisin. Semua foto sama dia gak ada yang gue buang, barang-barang pemberian dia juga gak gue buang. Ya jelas gak gue buang, dia ngasih gue jam tangan Fossil, jeans Cheap Monday, sepasang sepatu Vans dan barang-barang lain yang membuat gue berpikir dia sangat menghamburkan uang karena belinya buat pacar, yang suatu saat bisa putus. Belum lagi novel-novel keren yang pernah dia kasih. Gue lagi berhemat demi novel bagus dan tiba-tiba besoknya dia muncul bawa novel yang gue mau beli itu.
Gue sendiri pernah bilang kalo sebetulnya dia gak perlu beliin gue barang-barang itu. Tapi namanya juga Ale. Dia gak peduli.
"Kalo lo nikah sama dia, bisa-bisa tiap ultah lo dikasih mobil!" Rena ketawa geli waktu gue cerita tentang Ale.
"Siapa juga yang bakal nikah sama dia..." serius deh, gue gak berpikir untuk nikah sama Ale. Meskipun 7 tahun lalu pernah. Tapi pikiran seorang Alexa 7 tahun lalu cuma pikiran anak SMA.
"Hmm, lo kangen kan sebetulnya?" tanya Rena. Gue bahkan gak tahu dia udah lulus atau belum, udah pulang atau belum. Meskipun baik-baik aja gue merasa kalo gue sama Ale udah masuk ke fase: "yang awalnya chat kapan aja lama-lama tiap mau mulai chat selalu gak enak karena takut ganggu"
"Emang lo gak ada kabar tentang dia?" tanya gue. Ya sebetulnya sih emang kangen...
"Tuhkaaan! Penasaran ya? Gue pulang sih rumahnya tenang-tenang aja. Gak kelihatan jambul dia sedikitpun. Kalo gue jogging juga gue gak pernah ketemu dia lagi. Kenapa gak contact orangnya langsung? Emangnya Ale sendiri gak bilang dia udah pulang?" cerewetnya Rena mulai keluar.
"Nggak tuh, gue gak pernah tahu kabarnya akhir-akhir ini. Chat terakhir entah bulan apa."
Besoknya, bos gue gak ada di kantor. Katanya dia ada urusan kira-kira seminggu.
"Wah si bos pergi nih." Rena senyum-senyum usil. Revisi naskah yang lagi dia urus langsung ditunda. Rena sibuk nonton film di PC-nya sendiri. Katanya sih kerjaan dia juga udah tinggal sedikit.
Tapi gue gak bisa ikutan nonton sama Rena. Gue lagi sibuk merevisi naskah Teenlit yang pengerjaannya udah molor lama banget, dan...
"Oh, jadi kamu kerja disini sekarang? Sombong banget sih. I've been looking for you. Sialnya, Larisha gak bilang ada editor disini namanya Alexa." Larisha itu nama bos gue. Entah hubungannya dia apa sama bos gue. Tanpa menoleh, gue tahu siapa yang lagi berdiri di samping meja kerja gue.
"Come on, kemana Lexa yang dulu?"
Gak liat gue lagi ngapain ya?
"Oke deh kalo lagi sibuk, jam makan siang aku tunggu di pantry. See ya. Halo, Rena!"
"Hai, Le!" balas Rena.
Ale pergi dari meja kerja gue.
"Ih, giliran orangnya ada malah dingin banget. Muna ah!" Rena mencubit pipi gue.
"Gue cuma...canggung."
"Canggung? Masa sama Ale aja canggung..."
"Namanya juga lama gak ketemu."
"Tapi seneng kan...tuh jangan lupa nanti ditungguin di pantry jam makan siang." padahal rencananya gue sama Rena mau makan pasta.
"Iya, nanti gue ke pantry kok." gue mau banget ketemu Ale di pantry. Tapi mau pasta juga...tapi gak mungkin kan Ale gue tinggal gitu aja.
"Eh bentar dulu deh." Rena jalan menjauh entah mau kemana dan ngapain, mungkin toilet. Gue kembali sibuk ke naskah Teenlit yang lagi gue revisi.
Akhirnya jam makan siang tiba. Rena dan temen-temen gue yang lain pergi makan pasta tanpa gue. Otomatis, satu ruangan itu sepi. Gue jalan kearah pantry.
Si ganteng itu lagi duduk sendirian.
"Hai." suaranya yang rendah seksi itu bikin deg-degan, kayak biasa.
"Hai." jawab gue.
"Bete ya gak bisa ikut makan pasta?" tanya Ale. Outfit dia kemeja kotak-kotak biru-putih dan celana coklat muda. Mukanya masih muka yang dulu, cuma bedanya sekarang lebih serius.
"Mm, nggak juga kok." ya karena sebetulnya kan gue emang kangen dan mau ketemu sama dia.
"Rena yang tadi bilang kalo dia mau makan pasta sama kamu, sama yang lain juga." oh tadi Rena mendadak lenyap itu laporan sama dia.
"It's okay." jawab gue singkat.
"Jadi...apa kabar?"
"Baik kok. Kamu sendiri gimana? Tiba-tiba hilang." gue bertanya balik dan sayangnya gue gak bisa menyembunyikan nada bete gue sama dia yang menghilang gak jelas.
"Aku gak hilang kok, dan kabarku baik." jawab Ale sambil senyum manis.
"Terus, kenapa kamu bisa kesini?"
"Oh itu, aku disuruh ngecek kantor sama Larisha selama dia pergi. Dia sepupu jauh aku. Tapi kayaknya yang aku cek cuma kamu disini." Ale ketawa kecil. Gue blushing. Kenapa susah banget ya ngambek sama dia?
"Dan untuk membayar rasa bersalah aku karena kamu gak bisa ikut makan siang sama yang lain, aku nitip sama mas-mas office boy beli ini." Ale ngasih gue satu kantong plastik penuh.
"Bahan-bahan fettucini?"
Ale cuma ngangguk-ngangguk.
"Inget gak waktu kita piknik aku bawa fettucini?" tanya Ale. Oh. My. God. Gue seketika mengingat-ingat piknik sama Ale bertahun-tahun yang lalu.
Gantian gue yang ngangguk-ngangguk.
Jadi masak bareng gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Counting Stars
RomantizmAlexa Danielle Olesia, seorang gadis yang baru pindah dari Bandung ke Jakarta bersama ibu dan kakak perempuannya, Tania. Sebelum pindah ke Bandung ia tinggal di Jakarta sejak lahir, jadi ia tidak terlalu kaget hanya saja rumah barunya kali ini berbe...