XHINE

131 16 19
                                    

"Keras kepala gakpapa, yang penting gak keras hatinya, eiss."—Sapphire Nayara

***

"Hingga saat ini, agensi Galaxie sudah mengkonfirmasi tiga, dari tujuh anggota idol grup XHINE. Ketiga anggota yang bernama Aksa, Ken, dan Andhra ini sudah menjalani rata-rata masa trainee, enam tahun. Pihak agensi masih belum mengkonfirmasi siapa keempat trainee selanjutnya, yang akan menja--,"

*peeep*

Nenek Sera mematikan TV yang ditonton oleh cucu kesayangannya—sebelum akhirnya jatuh tertidur dengan tangan yang masih menggenggam french fries.

Ini tahun kesepuluh Sera dan neneknya tinggal bersama. Rumah milik nenek Sera itu tergolong cukup besar untuk ditinggali berdua, uang pensiun dari almarhum kakek Sera-- juga uang yang ibu Sera kirim secara diam- diam, membuat mereka berdua dapat hidup tanpa kendala finansial.

Nenek Sera duduk perlahan di samping Sera, lalu mengelus lembut puncak kepala gadis itu. Di dalam hatinya, Nenek Sera bersyukur karena gadis itu tumbuh dengan baik, walaupun tidak mendapat kasih sayang yang cukup dari kedua orangtuanya.

Sera juga belum mengutarakan rasa sedih tentang kemampuan rahasianya lagi. Terakhir kali gadis itu melakukannya, saat Sera melihat bagaimana batu emosi milik kedua orangtuanya dipenuhi warna merah darah.

Sera bercerita, bahwa ia hanya berharap bisa melihat setitik warna merah muda, agar ia yakin kedua orangtuannya masih mencintai.

Setelah beranjak dewasa, Sera menyadari, bahwa masing-masing orang dapat memanipulasi emosi yang mereka rasakan.

Hal ini tentunya berpengaruh kepada warna batu emosi mereka. Warna batu itu akan mengikuti emosi buatan yang ingin ditunjukan orang tersebut, bukan emosi atau perasaan mereka sebenarnya.

Tentunya, Sera tidak ambil pusing. Ia tidak ingin mencoba memaksimalkan kemampuannya. Terakhir kali Sera melihat emosi sesungguhnya milik ayah dan ibunya, Sera terluka.

"Eungh.."

Sera terbangun dari tidurnya. Ia lalu merentangkan lebar- lebar kedua tangannya, sembari membiasakan penglihatannya dengan terangnya lampu ruang TV.

"Nenekku wangi," ujar Sera sambil mengarahkan kedua tangannya tadi untuk memeluk wanita berambut putih yang termakan usia di depannya.

"Eh.. eh.. Itu diusap dulu mukanya! Iler kamu kemana- mana."

Bangun dengan nenek yang berada disampingnya, selalu menjadi saat- saat favorit Sera. Warna rose quartz terang diatas kepala neneknya, selalu membuat Sera merasa aman.

"Muehehe... mau peluk nenek dulu sebentar."

Sang nenek tersenyum penuh arti dan kembali mengelus lembut rambut cucu perempuannya itu.

Tak lama, dering ponsel Sera memecah kesunyian. Membuat adegan peluk-memeluk itu harus dihentikan.

Dengan kasar, Sera mengambil ponselnya yang tergeletak diatas meja, wajahnya berubah menjadi tambah geram, setelah melihat nama Randu Rasendriya terpampang di layar ponselnya.

"Ngapain sih? Ganggu aja lo monyet!" hardik Sera kesal

"Sapphire Nayara... Language!" peringat sang nenek, setelah mendengar percakapan melalui ponsel cucunya. Nenek Sera pun beranjak sambil membawa piring kosong bekas french fries, lalu menuju ke dapur.

"Oke! Kalo gue monyet, berarti lo baboon!" timpal Randu di seberang sana.

"Lagian, lo tuh parah banget ntet. Pasti lo habis molor kan?"

Sapphire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang