Sungmi melangkah masuk ke kelas. Ia bertemu tatap dengan Atta yang sontak berdiri. Atta berderap menghampiri Sungmi lalu merangkul lengan Sungmi. "Kok udah masuk? Kamu udah sehatan?"
Sungmi mengangguk pelan lalu tersenyum. Atta membantu menjaga keseimbangan Sungmi dengan rangkulannya. Sambil melangkah, Sungmi melihat sekitar. Saat duduk di kursinya, ia menoleh pada Atta. "Ren belum masuk?"
"Katanya, sih, ada reading film."
Sungmi mengangguk. Atta merogoh tasnya, lalu mengambil salah satu buku catatan dan memberikannya pada Sungmi. Sungmi menatap buku catatan itu bingung. Atta tersenyum. "Ada pr hari ini, kemarin kan kamu engga masuk. Nih liat aja."
"Gomawo (terima kasih)." Sungmi menerima buku itu lalu menyalin tugas rumah Atta.
Pak Naim, guru geografi datang ke kelas dan kelas, pun, berjalan seperti biasanya. Namun kali ini pikiran Sungmi mengawang entah kemana.
Tak sadar, bel istirahat pun tiba. Atta mengajaknya ke kantin namun hendak menjernihkan pikirannya, Sungmi memilih untuk sendiri. Kini ia melangkah di koridor. Sungmi menghela nafas. Ia melompat dan menghentakkan kakinya, kesal akibat tak menemukan jawaban apa pun semenjak tadi malam. Rasa penasarannya memuncak, namun jawabannya hanya satu. Bertanya pada Ren.
Sungmi menghela nafas. Tak terasa, bel menyeruak sampai ke penjuru ruangan. Sungmi pun telah melangkah cukup jauh dari kelas. Ia berusaha meredam emosinya dan memperkuat langkahnya ke kelas. Tiba-tiba pandangannya guram, warna yang ia lihat sekarang hanyalah abu-abu, badannya pun melemas. Sungmi berusaha menegakkan badannya, namun itu malah membuatnya terhuyung. Habislah riwayatku, pikirnya. Sungmi memejamkan mata, pasrah bila ia jatuh ke lantai.
Tidak sakit. Tidak sakit sama sekali.
Ia merasa terdapat tangan di belakang pundaknya. Ternyata ada yang menahan Sungmi jatuh. Sungmi mencoba menoleh untuk melihat siapa yang menolongnya, tapi pandangannya terlalu buram untuk itu. Orang yang menolong Sungmi menegakkan tubuh Sungmi dan menuntun Sungmi -entah kemana.
Terima kasih sekali pada siapapun yang menolongku, pikir Sungmi. Ia terpejam dan merasakan kakinya menyeret tubuhnya dibantu dengan tuntunan orang yang menolongnya. Setelah memejamkan mata sesaat dan merasa sedikit pulih, ia membuka mata. Penglihatannya yang abu-abu perlahan memancarkan warna. Perlahan penglihatannya mulai jelas, ia menatap sekeliling. Aneh, kenapa semuanya serba hijau tosca? Obat pun terletak di mana-mana. Ranjangnya dipisahkan oleh tirai hijau. Tunggu... Ini seperti UKS... Ia berada di UKS?! Loh? Bukannya orang tadi mengantar Sungmi ke kelas?
Pintu UKS yang terbuka membuyarkan lamunannya. Ia menunggu dan Atta muncul dari sisi tirai kiri. "Kamu engga apa-apa?"
Sungmi ingin jawab tidak –karena jujur ia mati penasaran apa yang terjadi dengan dirinya– namun itu hanya akan membuat khawatir. Sungmi memutuskan untuk menjawab pertanyaan Atta dengan anggukkan. Melihat reaksi Sungmi, Atta segera menghujani Sungmi dengan pertanyaan. "Engga apa-apa? Pucet kayak gini... Kenapa bisa kayak gini? Makanya jangan rawat jalan dulu, kamu belum pulih tau! Mau aku anter ke rumah?"
Sungmi mengangkat sudut bibirnya. Atta mengerutkan dahinya. "Kok malah senyum? Gue khawatir!"
Cecil memiringkan kepalanya sesaat, kemudian menunjuk wajah Sungmi. "Mana senyum?"
Atta menoleh pada Cecil dengan wajah datar. "Bagi gue itu senyum."
"Aku cuman kecapekan." sahut Sungmi memotong perkelahian Atta dan Cecil yang membuat mereka refleks menoleh.
Atta menghampiri Sungmi. Ia duduk di kursi yang terletak di sebelah ranjang Sungmi. Ia memandang Sungmi seakan-akan sedang mendeteksi kebohongan. "Beneran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Lucky Enamor
FantasyTentang bagaimana sang rembulan yang sinarnya kian saat meredup dan sang mentari yang membantu sang rembulan kembali bersinar. Yang tanpa disadari, berjalannya waktu sinar mentari meredam. Sebuah takdir yang tidak dapat dihindari. Murid SMA pindahan...