Suara dering telpon membuat Sungmi mengernyitkan dahi. Tidur lelapnya terbangun. Ia membuka mata, lalu memandang sekitar. Sudah tidak ada Ren... Ia memaksakan diri untuk duduk –walaupun badannya sedikit mati rasa, lalu meraih ponsel yang tergeletak di meja sebelah kirinya. Baru saja mengangkat telpon, suara ibunya sudah menyeruak seruang rawatnya –saking kerasnya.
"Kamu, nih! Masuk keluar rumah sakit terus. Mamih kan jadi khawatir sayang, kamu engga kenapa-napa, kan?"
Sungmi tersenyum mendengar suara Annie di ponselnya, Sungmi mengangguk -walaupun ia tahu bahwa ibunya tidak akan melihatnya juga. "Engga apa-apa, mih. Appa-neun (bagaimana dengan Ayah)?"
"Kamu ini. Mamih khawatirin kamu malah nanyain appa. Kamu yang hampir koma–!"
"Yeobo geumanhae (udah, sayang)!" suara di seberang sana membuat Sungmi tersentak. Sepertinya ayahnya –Sungbin– membentak di sana. Sedetik kemudian, suara telpon berubah menjadi suara Sungbin. "Nae ttal, appaneun jaljinaetji. Uri ttal eottae? (putri ayah, ayah sehat-sehat saja. Putri ayah bagaimana)?"
Sungmi kembali tersenyum. Seketika rasa rinduku pada Sungbin meluap. "Masih sakit sedikit, sih, tapi tidak apa-apa. Hari ini aku pulang, kok. Appa kapan ke sini? Sungmi kangen."
"Aigoo uri aegi (aduh anakku), appa juga kangen 100 kali lipat namun appa masih mengurus beberapa kerjaan di sini."
Pasti, kalau ada kontes pemberbicara paling imut, Sungbin pemenangnya. Senyuman Sungmi pun tak menghilang akibatnya. "Baiklah, selsesaikan kerjaan appa lalu cepat-cepat ke sini, ya?"
"Pastinya. Makan yang banyak dan jangan lupa minum obat, ya? Cepat sembuh putriku."
"Geurae, kkeunho (iya, ku tutup ya –telfonnya)." Sungmi mengakhiri sambungan ponselnya. Ia mencengkram bahunya menahan sakit, sambil berusaha berdiri. Rasanya bahu akibat tembakkan itu terasa mati rasa, namun sekitaran luka terasa sangat sakit.
Menghela nafas untuk mengumpulkan tenaga, lalu mengganti bajunya ke setelan sehari-harinya. Jeans se-paha, kaos, dan cardigan se-paha. Selesai ganti –dengan susah payah– Sungmi menyeret kopernya keluar kamar. Hari ini Sungyeon tak bisa menjemputnya dan menyerahkan tugas jemput-menjemput pada Ren dan adik Ren. Malam ini terdapat fashion show dari iklan pakaian yang ia modeli bersama Sungyeon. Namun dengan kondisinya sekarang, dan luka yang belum kering, ia tidak bisa ikut hadir dalam fashion show tersebut dan harus istirahat sampai bekas luka jahitan menghilang.
Jahitannya saja belum di buka, bagaimana bisa menghilang, batin Sungmi.
Tak terasa ia sudah di lobby rumah sakit. Ia menengok ke kanan dan ke kiri. Ia tak menemukan mobil siapa-pun di sana. Malah ia menemukan taman di seberang. Tak terasa kakinya melangkah menuju taman yang diisi beberapa anak yang bermain, juga beberapa pasien yang sedang mencari udara segar. Ia duduk di kursi taman yang berada di dekat pohon dan membiarkan kopernya berdiri di samping kursi tersebut. Tidak ada hal yang spesial dalam memilih tempat duduk ini, hanya karena teduh. Di hadapannya terdapat anak kecil yang sedang berlari dengan girangnya.
Tiba-tiba ponsel Sungmi berdering, membuat Sungmi refleks mengangkatnya. "Halo?"
"Lu di mana? Kan dibilang nunggu di depan aja. Belum turun? Gua suruh Reza keatas, ya?"
"Ngomong pakai titik." gerutu Sungmi mengerucutkan bibirnya. "Gue di taman seberang rumah sakit."
"Lah? Ngapain ke taman?"
Biip. Telfonnya terputus. Tidak, Ren memutus sambungan telfonnya. Sungmi menggerutu. "Tinggal nyebrang doang, elah."
Sungmi menyimpan ponselnya di saku celana se-paha yang ia pakai. Ia juga mengencangkan kardigannya karena entah kenapa ia merasa angin dari taman yang sejuk ini menembus pakaiannya. Walaupun tak kencang, tapi itu cukup menusuk badannya. Refleks, ia mengusap-ngusap lengan atasnya dan memutarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman.
![](https://img.wattpad.com/cover/227029262-288-k624109.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Lucky Enamor
FantasíaTentang bagaimana sang rembulan yang sinarnya kian saat meredup dan sang mentari yang membantu sang rembulan kembali bersinar. Yang tanpa disadari, berjalannya waktu sinar mentari meredam. Sebuah takdir yang tidak dapat dihindari. Murid SMA pindahan...