+0150
By: Dina OktavianiWp: DinaOkta20
Ig: @dinaokta06🚪🚪
"Besok kami akan tiba di lokasi!" Suara Bapak dengan sosok dibalik telephon.
Aku yang sedari tadi menyadar di dinding memberanikan diri bertanya atas kesibukannya. Setelah terdengar bunyi akhir panggilan.
"Siapa tadi?," tanyaku penuh teka teki.
"Pak Cus. Besok kita akan ke rumah peninggalan kakek. Sebelum Ayah akan pergi ke Singapura."
"Untuk apa."
"Hanya untuk mengadakan 100 hari kepergiannya," jelasnya.
Ia meninggalkanku begitu saja seraya merapikan kemeja hitamnya. Keluar dari pintu dan menyalakan mesin mobilnya. Aku sangat benci tingkahnya yang sibuk tanpa jeda, selalu saja begitu.
Hingga malam tiba. Kami berangkat menuju rumah peninggalan kakek. Dalam jalan hutan yang sepi, hanya denging jangkrik yang menghamburkan suasana. Hanya 20 menit saja, terlihat sepercah cahaya miskin yang semakin benderang dari lampu depan rumah peninggalannya.
Rumah kayu gaya joglo dengan halaman luas gersang. Hanya pagar kayu yang menambah aksen didepannya. Bapak membuka pintu kayu tua itu perlahan dengan disapa para tetangga yang sedari siang ikut membantu acaranya. Sebuah pemandangan rapuh. Hanya dua buah kursi kayu dan sekuntum bunga kenanga yang kekal di atas meja.
Kami hanya singgah sampai di ruang tengah. Kosong. Tak ada apapun. Hanya sehabis panjatkan doa. Jiwaku seolah mengajak menyapa sampai selip dalam labirin rumah ini. aku melangkah jauh menuju ruang tertutup dirumah kakek, diiringi sunyi bergema dengan syahdu membangun bulu kudukku. Aku memberanikan diri untuk memaksa masuk di balik pintu itu. Pintu reyot nan lapuk dihiasi jaring laba-laba di abang pintu yang bertuliskan +0150. Aku penasaran apa yang ada di balik pintu ini, pesan Ayah,
"Jangan masuk jikalau kau tak punya keberanian."
Aku meninggalkan pintu itu dengan tanda tanya. Ayahpun berlalu begitu saja dengan telephon. Lagi lagi sibuk dengan karirnya. Namun sedariku memandanginya dari kejauhan pintu reyot itu seolah memanggilku lirih. Di ambang takut dan keberanian bertumpuk menjadi satu kekuatan. Hingga, sreeettt...!!!
Gelap.
Namun biarkan diri ini tenggelam dalam derik senyap. Kututup pintu itu lagi dari dalam. Sebuah kamar dengan bercak darah di seprei dan figura besar foto kakek dan nenek dulu kala. Tampak anggun dengan sanggul dan polosan kebaya.
Meninggalnya kakek, membuat banyak misteri bagi keluarga kami. Kami mendapati kakek sudah terbaring nyaman diranjangnya dengan berselimut darah yang mengering. Kami syok, panik, mual-mual menyerangku. Dulu.
"Tidak ada yang istimewa di bilik ini." Kataku sendiri seraya berbalik memutar engsel pintu.
"Ras." Suara itu tiba tiba muncul dari belakang.
Harum rasanya, tapi sepi dan tidak ada siapa siapa. Ku coba memperhatikan secara tajam dari sudut hingga figura foto itu.
"Aaaaaaaaaaaagggghhhhh!!!!!," teriakku tersedot di dalam mesin waktu.
Seorang gadis bersanggul itu tiba tiba berbicara kepadaku
"Manungsa mung ngundhuh wohing pakharti," kata nenek seraya merangkulku halus.
Aku manatap mata sayupnya hingga, semakin dalam. Dalam dan dalam sampaiku kembali di ambang pintu tadi. Sebuah buku kecil tergeletak di atas lantai tanah.
Buku kecil ini ditinggalkan kakek, meski bau amisnya pekat namun, isinya membuat kami berdegup tak karuan. Dimana itu isi catatan nomor telepon, tagihan biaya, dan diary note kesehatannya setelah meninggalnya nenek September lalu. Kini, berpedoman dengan angka tagihan biaya, ayahku tertawa keras. Membaca diary note itu pula membuat ibuku tertawa garing dengan tangis mengalir dari sudut matanya yang merah darah.
Lalu, dengan nomor telepon berserta nama pemiliknya yang membuatku tertarik seperti sebuah kode nomor yang akan muncul nanti malam di server Singapura. Tapi, itu menunjukkan alasan mengapa kakek memberi setiap lorong koridor rumah dengan angka dan huruf. Kukira itu cuma isengnya kakek. Sekarang, terjawab sudah mengapa pintu terbengkalai ini bertuliskan 'Carmila +0150' yang berarti 'Carmila, Januari 1950' dimana itu nama dan tanggal lahir nenek.
🌱🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
[Seputih Melati]🌼✔
Historia CortaANATOLOGI CERPEN DARI 15 AUTHOR KECE😙 ⚠JGN LUPA FOLLOW AUTHOR-AUTHORNYA GUYS❤ #5 Cerpenindonesia (15/05/20) ▪▪▪▪▪ Aku ingin seperti Melati. Tak memiliki warna di balik warna putinya. Apapun kondisinya, panas, hujan, terik, ataupun badai yang datang...