Tak ada lagi tempatku untuk berdiam diri, selepas berlalunya terik di siang hari. Aku segera mungkin menuju Rumah Baca, sebuah rumah di pinggiran kota Makassar, jauh dari jantung kota. Berada di sebelah timur Makassar. Suasana nya sedikit tenang, berada di dalam kompleks perumahan yang padat. Dulunya rumah ini adalah rumah milik sauadara Bang Jon, ia menetap di Makassar. Kami sering berkumpul setiap sore hingga malam bahkan berdiskusi hinnga Adzan subuh berkumandan. Letaknya tak jauh dari pondokanku. Karena kakak Bang Jon memiliki beberapa rumah di tempat lain, ia memutuskan untuk memberikan rumah itu kepada Bang Jon. Sampai detik ini rumah itu menjadi rumah persinggahan kami dengan anak jalanan lainnya ketika hendak belajar dan berbagi cerita. Aku justru menyebutnya dengan sebutan "Rumah Berbagi".
Aku sudah tiba di teras rumah, halamannya tak begitu luas. Mengingat di sekitaran sini adalah kompleks perumahan padat. Aku menengok ke dalam, tampaknya anak-anak sudah menunggu. Aku begitu telat dan sekarang sudah pukul empat sore. Aku merasa tak enak hati tak menepati janji. Kesibukan di kampus juga sangat sulit untuk dihindari. Aku pun masuk.
"Assalamualaikum.." sambil mengetuk pintu
"Waalaikusalam.." mereka mejawab salamku. "Akhirnya Kak Sarah datang juga". Seru salah seorang anak bernama Aldi, namun sering disapa Emen.
Mereka semua tersenyum menunggu kedatanganku. Aku melihat disana sudah ada Ratih, mengabariku lebih awal bahwa ia berangkat lebih dahulu kesini. Ada Ucep juga Aziz teman setia saat berdiskusi mengenai kebudayaan dan politik.
Aku pun duduk diantara mereka.
"Kak Sarah minta maaf yah, datangnya telat".
"Wahh tidak apa-apa kak" Ujar Cipet tersenyum lebar. "Anak-anak disini mengerti kak, kalo Kak Sarah punya urusan lain yang harus diselesaikan." Lanjutnnya.
Aku tersenyum.
"Iya Kak, tidak usah meminta maaf seperti itu. Kami justru berterima kasih sama kakak sudah mau ajar kami membaca dan menulis. Sambung seorang anak perempuan yang kerap kali mengkuncir rambutnya. Namanya Lilis.
"Baiklah kalo begitu, sekarang kita mulai belajarnya lagi". Aku mendekatkan papan tulis berukuran sedang kearahku.
Cipet tiba-tiba mengagkat tangan.
"Kak,Cipet mau bertanya kak"
"Iya Pet "
"Kak kenapa saya dan teman-teman harus belajar?" tanyanya dengan ragu, ia bingung kenapa harus belajar.
Aku kemudian tersenyum mendengar pertanyaannya. Menurutku itu pertanyaan yang bagus. Dari pertanyaan itu, kita bisa tahu apa orientasi kita belajar dengannya kita punya semangat untuk belajar. Setiap orang pasti memiliki orientasi yang berbeda.
"Menurut Cipet dan teman-teman kenapa mau belajar?" aku bertanya kembali kepada mereka dengan pertanyaan yang sama.
"Supaya pintar kak" Sahut Emen
"Supaya bisa banggain orang tua Kak" sambung Lilis
"Supaya nantinya bisa jadi pemimpin Kak" Lanjut Cipet
Beberapa diantaranya mengemukakan tujuannya belajar, ada bermacam alasan mengapa mereka mau belajar.
"Oww begitu yah..." Ujarku menimbag-nimbang orientasi mereka belajar, sedikit ganjal mendengar jawaban mereka.
Aku baru memahami alasan mereka belajar. Sedikit banyak ini yang membentuk karakter mereka. Seperti Eman, orientasinya ingin pintar, hal ini menumbuhkan rasa ego yang tinggi dan merasa dirinya lah paling pintar dari teman-teman lainnya hingga ia selalu mendominasi setiap kali kita belajar bersama. Lilis memiliki tujuan agar dapat membuat bangga orang tuanya. Hal yang sama, ia belajar agar mendapat pengakuan dari orang tuanya. Lantas setelah itu tercapai, apalagi?. Selanjutnya Cipet memiliki niat mulia untuk menjadi seorang pemimpin. Kepekaanya jauh lebih besar dibanding dengan teman-teman lainnya tapi ia selalu bersikap seenaknya, kadang kala ia tak dapat mengontrol ucapannya, mungkin saja ini karena faktor keluarganya yang dikenal keras baik tutur kata maupun perbuatan dan Cipet juga sering bersikap sebagai seorang yang berkuasa. Hal ini justu akan berakibat fatal, karena belajar menjadi seorang pemimpin tidaklah harus selalu bersikap kuat tetapi bagaimana menjadi sosok pemimpin yang baik bagi diri sendiri kemudian memimpin orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi Kaktus
SpiritualNovel ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Sarah, penyuka Kaktus. Ia mengalami berbagai masalah dalam hidupnya dan belajar memaknai hidup. Ia percaya puncak dari mencintai adalah melepaskan.Ia pun merasakan afeksi, berharap bait yang rump...