Aku menikmati siangku di ruangan ini. Di ruang yang setiap dindingnya terdapat buku, sekilas bagi mereka buku itu hanya sebagai pajangan. Memperindah dinding sebagai hiasan, lebih mengikuti tren. Duduk, mengambil beberapa buah buku membukanya sebentar kemudian menutupnya. melihat layar ponsel memotrenya dan mempostnya. Terkesan lucu. Begitu pentingnya image untuk seseorang hingga menutupi kebodohannya, dan di tempat ini aku memilih untuk tidur. Akalku tak mampu memahami mereka, satu dua orang masih biasa, tiga hingga empat orang berkelompok melakukan hal yang sama, esok dan esoknya, menurutku inilah anak muda zaman sekarang.
Aku menghabiskan waktu untuk sejenak berdua dengan mimpiku, tak peduli silih berganti memadati ruangan tersebut. Aku memilih duduk dan menundukkan kepala ke bawah di deretan buku ke tiga dari belakang. Ruangan cukup luas, orang yang berkunjung pun tak menghiraukan. Bertindak atas kepentingan sendiri dan memilih untuk bersikap apatis. Tak ada seorang pun yang menengur, petugas ruangan itu pun tak ingin mengeluarkan sepatah kata bahkan sapaan.
Kali ini, anggapanku berbeda. Aku mendengar seseorang memukulkan sesuatu di atas meja tempatku berduaan dengan mimpi. Aku terbangun.
"Jangan tidur disini, ini bukan tempat untuk tidur".
Seseorang itu berada tepat di sampingku. Aku melemas, kesadaranku belum sepenuhnya pulih. "Saya tahu ini bukan tempat untuk tidur".
"Baguslah, kalo begitu jangan tidur lagi di tempat ini. Setidaknya hidupmu harus lebih produktif". Ujar lelaki yang kujumpai beberapa hari lalu, saat menunggu hujan redah di sebuah halte. Ia pun kemudian berlalu meninggalkanku.
Aku tertegun melihatnya, seseorang berambut gondrong mengenakan kemeja kotak-kotak, terlihat rapi. Setidaknya bagian lututnya tidak kelihatan beberapa sobekan karena sengaja disobek. Ternyata senior abadi itu lagi. Sikapnya berbeda dengan tempo hari. Apa ia mempunyai kelainan. Sikapnya berubah-ubah.
"Apa dia pikir, hidupnya lebih produktif hingga berani mengucapkan kata-kata itu kepadaku" kesalku dalam hati.
Aku menghela napas panjang, seakan aku ingin menghirup udara baru. Aku tak mampu lagi berduaan dengan mimpiku. Semuanya serasa buyar.
Telepon genggamku kemudian berdering, entah siapa yang menelpon di tengah teriknya panas di luar ruangan, melihatnya dari jendela ruangan perpustakaan.
"Iya halo.." jawabku
"Sar, kau bisa datang ke Rumah Baca sekarang?" tanya seseorang dibalik telepon itu, aku mengenali suaranya juga logatnya, tapi siapa? tak ada nama yang tertampil di layar.
Suatu kemalasan, aku sering kali tak menyimpan beberapa nomor di kontakku. Kecuali kontak Abi dan Ummi juga Ratih, selebihnya hanya deretan angka-angka yang tampil tanpa tanda nama.
"Iya bisa, ini siapa?" pertanyaan yang sering ku utarakan ketika menerima telepon dari seseorang.
"Belum di save juga ternyata, Ini Bang Joni"
"Oww hehehe maaf Bang, ada apa?"
"Nanti ceritanya, intinya kau datang dulu kesini"
Tanpa bertanya lagi "Oke, meluncur Pak" sahutku.
*****
"Fakhr, Makasih sudah mau meluangkan waktunya untuk hari ini" Tutur perempuan berkulit putih itu, tampilannya begitu modis ditambah hige hils berwarna coklat menutupi jari-jari kakinya yang indah.
"Iya Ras"
"Senang bisa ketemu lagi dengan kamu, ada banyak hal yang pengen aku ceritain ke kamu".
"Ohh iya apa itu?" nada suaraku terdengar santai. Perempuan yang tengah berada di hadapanku adalah teman SMA saat bersekolah di Yogya.
"Sekarang aku menetap di Makassar Fakhr, setelah nyelesain studiku kemarin. Aku sekarang fokus sama karir aku sebagai model, aku dapat job disini".
![](https://img.wattpad.com/cover/227861648-288-k169211.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi Kaktus
EspiritualNovel ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Sarah, penyuka Kaktus. Ia mengalami berbagai masalah dalam hidupnya dan belajar memaknai hidup. Ia percaya puncak dari mencintai adalah melepaskan.Ia pun merasakan afeksi, berharap bait yang rump...