Bab 19 Cinta

4 0 0
                                    

Di kala terang aku tetap tersesat, dedaunan tetap berguguran.

Ku mau kau tak akan lupa, putih yang selalu menenangkan.

Tumbuh dan menjadi utuh.

Terdengar bising, namun kita butuh.

Bagaimana bisa mendung membuat kita tersandung.

Membunuh kata dengan mata, mati tanpa kata.

Itu cinta?

Makassar, 2019.

Tulisan ini menghidupkan dimensi yang berbeda dalam hidupku. Jika sempat aku selalu membaca kembali tulisan yang pernah ditulis. Merayakan pengingatan. Barangkali seperti itu, duduk menikmati secangkir kopi. Menghabiskan beberapa batang rokok. Memandang jauh ke depan tentang hidup. Sudah seberapa dekatkah dengan harapan? Atau jangan-jangan tetap berada di awal. Ingin melintas namun takut ke atas, ingin berbalik namun terus tertarik. Pikirku itu Jangkrik dengan suara krik kriknya. Aku menemukan Doni berisik.

"Yahh Ri, kenapa tidak bilang kalo lagi buka cafe. Kan bisa kami bantu" Ujar Doni. "Iya kan bro" lanjutnya.

"Iya" Sahut Arya.

"Lagian kita bakal bantu" Tambah Arya.

"Ohh iya jadi launching cafenya kapan?" Tanya Doni.

"Sabtu ini" jawabku.

"Kita diajak tidak?" Tanya Dimas

"Asal berani bawa diri saja" Balasku.

Doni menepuk pundakku. "Wah ditantang bro" Ujar Doni. "Bakal minum kopi gratis di malam minggu". Lanjutnya.

"Tapi, dengar-dengar. Sarah jadi Partnermu kan untuk urus cafe?" gubris Arya.

"Sarah siapa?" Tanya Dimas.

"Sarah mantan kau" jawab Doni asal

"Yang selebgram itu?" Tanya Arya.

Doni tertawa lepas. "Kalian kenapa seserius ini" ujarnya membuka layar handphonenya. "Nih orangnya, yang tempo hari pernah kita cerita"

Dimas mengangguk, setelah melihat foto Sarah dari layar handphone Doni.

"Bukan cuma Sarah, tapi ada yang lain juga. Teman-teman Sarah" Jawabku.

"Trus apa yang bisa kita bantu?" Tanya Doni.

"Promosi toh" Jawab Arya. "Iyakan Ri" Lanjutnya memastikan.

Aku mengangguk.

"Tapi dari sekian banyak perempuan, kenapa Sarah yang jadi partnermu, jangan-jangan..." Ujar Doni heran.

"Sudahlah, itu urusan Fakhri lah" tanggap Arya

"Wah wah lincah juga kau Ri.." Sahut Dimas

****

Akhir pekan yang berbeda. Ada banyak hal yang perlu dikerjakan. Saat orang-orang memilih untuk mengistirahatkan diri. Aku belum mengerti seperti apa menjadi seorang yang dipenuhi dengan tuntutan kerja. Menjadi mahasiswa terdengar biasa dengan segala rutinitasnya. Membayangkan pagi hari dengan menenguk secangkir teh hangat atau kopi, mengenakan pakaian formal, menulis beberapa agenda pekerjaan yang mendekati deadline. Terasa menjenuhkan ketika telah menetapkan pilihan namun tetap mengeluh.

Afeksi KaktusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang