"Ayo masuk..."
Aku mengangguk.
Aku beranjak ke sebuah kursi kayu yang diukir dengan rapi, membuka tali sepatu dan menyimpan beberapa buah buku diatas meja karena tak ingin terlihat berantakan dengan beberapa buku yang kubawa. Aku masuk.
"Tunggu sebentar yah Sar, saya mau antar barang teman dulu di depan kompleks".
Aku mengangguk, setelah duduk di sebuah sofa berwarna coklat. Pernak pernik rumahnya hampir seluruhnya berwarna coklat. Beberapa lukisan abstrak dipajang, hanya ada garis-garis tak beraturan dalam lukisan tersebut. Sepertinya penghuni rumah ini sangat menyukai design rumah yang terlihat klasik identik dengan warna coklat dan dinding rumah berwarna cream.
Aku melirik ke ponselku, tampak baterainya perlu diisi. Mataku tertuju pada stopkontak, berada di sebelah kanan jam dinding yang cukup besar, setinggi tubuhku. Tak berjarak dari situ, terdapat beberapa rak buku di sebelahnya. Entah siapa yang menyukai bacaan bernuasa agamis, berisi sejarah andalusia, dan berbagai teori berkutat pada hal spiritual. Namun, di rak berikutnya terdapat bacaan-bacaaan yang berbeda. Aku mendekat. Beberapa karya ilmiah seputar ekonomi dunia, dasar-dasar ekonomi, dan tentunya buku ahli ekonom Adam Smith yang belum diterjemahkan. Keren.
Aku tak berani melangkah lagi, aku kembali duduk di sofa sembari menunggu kedatangan Fakhri. Dari tangga, aku melihat seseorang yang hendak turun. Tidak terlalu tua, namun ia melangkah dengan pelan dan hati-hati. Mengarahkan pandangannya kepadaku. Aku tersenyum manis kepadanya. Sepertinya itu adalah Ayah Fakhri. Pikirku.
"Temannya Fakhri yah" Tegurnya.
Ia berada di hadapanku, hendak duduk diantara sofa berwarna coklat itu.
"Iya Om." Jawabku ramah.
"Teman kampus?"
"Iya" Ujarku sambil mengangguk dan menundukkan kepala sedikit.
Aku merasa kurang nyaman berada disituasi seperti ini, seeolah ia memperhatikanku sedari tadi. Aku hanya bisa tersenyum.
"Namanya siapa?" Tanyanya kembali.
Aku segera mendekat dan bersalaman sembari mencium kedua telapak tangannya.
"Saya Sarah, junior Fakhri di kampus Om".
Ia mengangguk dan tersenyum kepadaku.
"Kenapa sendiri? Fakhrinya kemana?"
"Tadi izin keluar sebentar, ke depan kompleks katanya".
"Tumben Fakhri bawa teman perempuan ke rumah"
"Kenapa Om?"
"Tidak, tidak apa-apa. Hanya saja tidak biasanya Fakhri ajak teman perempuan ke rumah".
Aku sedikit tercengan mendengar kalimat Ayahnya. Lelaki seperti dia tak mempunyai teman perempuan. Terlebih, seorang perempuan cantik yang menemaninya di perpusatkaan lalu. Mustahil dia tak pernah mengajak perempuan ke rumahnya. Setidaknya Fakhri bukan seseorang yang phobia perempuan atau menyukai sesama jenis. Belum pernah jatuh cinta mungkin. Alasan logis yang sementara menderaku.
"Mau minum apa? Nanti dibuatkan minum".
"Tidak usah Om, terima kasih" Ujarku sektika menatap seseorang yang penuh kharisma dan sangat bijaksana, terlihat belum terlalu banyak kerutan di wajahnya, hanya saja, rambutnya terlihat tipis dan sedikit memutih.
"Kenapa suaranya begitu lembut Nak?"
"Mungkin karena Ummi waktu hamil sering buat kue Barongko Om buatnya sampe halus, biasanya hasil olahan tangan seorang Ibu kan penuh dengan kelembutan. Jadinya begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi Kaktus
SpiritualNovel ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Sarah, penyuka Kaktus. Ia mengalami berbagai masalah dalam hidupnya dan belajar memaknai hidup. Ia percaya puncak dari mencintai adalah melepaskan.Ia pun merasakan afeksi, berharap bait yang rump...