Pepohonan rimbun dan beberapa kendaraan yang terparkir di halaman kampus. Hanya terlihat petugas kebersihan tengah menyapu dedaunan kering. Pak Udin tengah menyeruput kopi hitamnya di pos. Setiap kali bertemu dengan siapa saja ia selalu menorehkan senyum. Aku menyapanya. Kumis tebal menjadi ciri khasnya. Berharap pagi ini menuai harapan dari pembimbing untuk segera merevisi draft skripsi. Tak ada yang sepesial di hari senin, keculali mahasiswa baru dengan pakaian hitam putihnya berjalan mengelilingi fakultas dengan kepala tertunduk mendengarkan aba- aba senior. Begitu cepatnya waktu berlalu. Pikirku.
Aku melirik melihat jam, sekarang sudah pukul tujuh lewat dua puluh menit. Beberapa ruangan belum di buka oleh petugas. Aku menunggu di koridor, terdapat kursi panjang yang muat hingga empat orang. Tempat ini selalu menjadi favorite ketika menunggu dosen. Dari tempat duduk ini, pandangan lurus mengarah pada pos satpam dan parkiran. Melihat orang-orang yang berdatangan masing-masing akan saling menyapa. Sekadar menanyakan kepentingan atau kabar. Di balik suasana pagi ini, dering ponselku berbunyi. Aku melihat nama Ummi tertera di layarnya. Tak menyangka ia akan menelpon sepagi ini. Suaranya pelan dan tertahan. Tak seperti biasanya. Ia kemudian menanyakan kabarku begitupun sebaliknya. Aku belum tahu maksud Ummi menelpon sepagi ini, terdengar suara Abi yang ingin berbicara denganku.
"Iya Abi" sahutku. "Abi sehat-sehat kan?" Ujarku memastikan.
Abi terdiam, hanya terdengar suara batuk dibalik telepon.
"Abi sakit apa?"
"Tidak apa-apa, cuman batuk" ujarnya di sela batuk. "Sarah lagi dimana Nak?"
"Lagi di kampus Bi, lagi nunggu dosen".
"Sarah sibuk sekali yah, sampai-sampai tidak pulang untuk libur semester"
"Maaf Bi, Sarah tidak bisa pulang dulu. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan disni. Abi dan Ummi baik-baik disana yah. Jangan terlalu khawatir sama Sarah. Jaga kesehatan selalu Bi".
"Iya, Abi cuman rindu sama Sarah"
"Sarah juga rindu Bi" Ujarku mengalihkan pandangan pada seseorang yang memasuki ruangan. 'Ohh iya, sudah dulu Bi. Dosen Sarah sudah datang. Nanti Sarah telepon lagi. Assalamualaikum Bi"
"Iya, Waalaikumsalam"
Aku mengakhiri percakapan dengan Abi, lalu bergegas menyiapkan beberapa berkas. Merapikan beberapa lembar kertas yang berantakan. Aku pun masuk. Ia mempersilahkanku duduk. Mengambil sesuatu dari laci mejanya. Usianya terbilang muda. Ia melihat-lihat beberapa berkas dan mencari draft revisi yang sudah aku kumpulkan dua minggu lalu.
"Draftnya belum saya revisi" Ujar Kak Irwan sembari membolak-balik lembaran kertas. "Diambilnya nanti sore ini". Lanjutnya.
Aku mengangguk. "Kira-kira saya ambilnya dimana Pak?" tanyaku.
"Tahu warung kopi yang di depan. Nanti diambilnya disitu."
"Yang dekat pintu gerbang perumahan yah Pak?"
"Iya" Jawabnya singkat.
Aku hendak pamit dan berbalik untuk keluar dari ruangan Kak Irwan.
"Permisi pak"
Ia memerhatikan sebuah buku yang aku pegang. "Bukunya bagus juga" tegurnya.
"Iya Pak, mari" jawabku sambil tersenyum.
****
Aku merasa terlahir kembali. Menemui diriku berjalan dengan pasti. Bait yang rumpang mulai terisi dan perjuangan tak akan pernah berhenti. Siang ini, aku berkunjung ke rumah berbagi. Berharap bertemu dengan perempuan penyuka kaktus. Bola mata berwarna coklat selalu mengingatkan pada Almarhumah Ibuku. Aku menemukannya di dalam diri Sarah. Afeksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afeksi Kaktus
EspiritualNovel ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Sarah, penyuka Kaktus. Ia mengalami berbagai masalah dalam hidupnya dan belajar memaknai hidup. Ia percaya puncak dari mencintai adalah melepaskan.Ia pun merasakan afeksi, berharap bait yang rump...