7. Antara Cia dan Zarah

743 72 9
                                    

Kalian seperti pelangi, penuh warna. Kalian tak tertandingi, selalu ceria.
(From Author for you, my reader)

***

Hari ini langit cerah banget, tapi nggak secerah kamu.

Aku bingung kenapa matahari kalah sama kamu, bingung juga kenapa sekagum ini sama kamu.

Maaf karena belum bisa hadir di depan mata, maaf karena buat kamu penasaran.

Aku janji, setelah aku benar-benar siap, aku akan mengakui semuanya.

Aku harap kamu bisa lebih bersabar.

Zarah menghela napas panjang. Pagi-pagi sekali dia sudah mendapat surat cinta di bawah lacinya. Bukan hanya itu saja, si pelaku juga memberikan kalung yang cantik, liontinnya berwarna biru.

“Ini dari siapa, sih?” ucap Zarah gundah. Benda itu tampak mahal, mirip kalung ibunya yang berkisar jutaan. Dia tak bisa menerimanya tanpa tahu siapa dalang dibalik ini semua.

“Susu bubuk satu gantung, air secukupnya, gula, tepung beras, hm … apa lagi, ya?” Cia datang sambil terus bergumam. Ada catatan di tangannya.

Melupakan sejenak si pengagum rahasia, Zarah memfokuskan pandangan pada Cia. Sahabatnya tampak sedikit frustasi, kepalanya terus-terusan digaruk.

“Kamu lagi mau buat kue?” tanya Zarah sangsi.

“Bukan.” Cia memiringkan kepala, kembali mengingat salah satu bahan. “Namanya apa lagi, ya? Kok bisa lupa?”

Zarah mengambil catatan di tangan kanan Cia, perkiraannya sudah sangat jelas. Bahan-bahan yang ditulisnya merupakan bahan untuk membuat kue.

“Kamu mau buat kue, kan?” tanya Zarah sekali lagi.

“Ih, bukan, Za.” Cia menggerutu. Zarah mengganggu konsentrasinya untuk mengingat.

“Terus ini apa? Kok ada tepung beras, susu bubuk, gula, ini bahan-bahan buat kue, lho!”

“Zarah … ini resep buat putihin badan.”

Zarah melongo.

“Kamu pasti nggak tahu, kan? Mana mungkin kamu tahu, kamu tinggal beli yang udah jadi, yang ada mereknya. Nah, buat aku tuh susah! Duit aku nggak sebanyak itu, makanya harus muter otak.”

“Emang kamu tahu ini darimana?”

Cia tersenyum bangga. “Aku lihat di youtab, kalau dipakai secara teratur, bisa putihin badan.”

“Jadi sekarang kamu mau perawatan?”

“Iya, Za. Biar Abang kamu suka sama aku, biar aku juga kelihatan layak di matanya.”

Menyinggung soal Zayn, Zarah langsung menatap sinis. Cia cepat-cepat memberikan alasan yang masuk akal, yang sekiranya bisa membuat Zarah mau menerimanya sebagai kakak ipar.

“Za, kamu percaya sama aku. Aku nggak akan nyakitin Abang kamu itu, aku bahagian! Beneran!”

“Kamu yakin Abang Zayn bisa suka sama kamu?” Zarah berkata sadis.

“Bisa, dong. Kenapa nggak? Aku nggak akan lepasin hati ini buat dia.”

Mendadak Zarah teringat dengan kisah cinta ibunya. Kania juga begitu getol untuk mendapatkan perhatian Arya. Apa pun dilakukan untuk mendapatkan pujaan. Hingga semua usahanya membuahkan hasil. Zarah sedikit cemas kalau Cia juga berhasil.

“Kamu yakin? Banyak yang suka sama Abang aku, lho. Kamu siap buat saingan?” Zarah sengaja untuk mematahkan semangat Cia. Ya, sedikit jahat, memang.

“Ya … berusaha aja dulu. Siapa tahu aku bisa, kan?”

Let Go [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang