Diusahakan untuk minum air sebelum membaca cerita ini
***
Menyerah adalah kata yang tidak akan pernah Zarah lakukan. Sejak semalam dia terus mencari cara untuk mengembalikan semuanya. Ia mencari solusi dari internet, menanyai Cia dan Ian juga. Kedua orang itu mengatakan hal yang sama, yaitu Zayn butuh waktu.
Masalahnya di sini adalah, Zarah tak bisa menunggu terlalu lama. Membiarkan Zayn bersikap dingin sama saja melepaskan hal paling berharga di hidupnya. Maka dari itu, Zarah mempersiapkan diri untuk terus mendobrak pendirian Zayn.
Zarah menunggu hari berganti malam. Dia membuat secangkir kopi untuk memulai bahan obrolan.
“Abang….” Pintu diketuk sekali, setelah itu Zarah menerobos masuk. Zayn sedang duduk di atas kasur sambil menghadap layar laptop, jemarinya bergerak cepat di atas keyboard.
Zayn jelas tahu keberadaan Zarah, namun dia mencoba untuk tidak peduli. Caranya mengetik makin dipercepat.
“Aku buatin kopi buat Abang.” Zarah meletakkan kopi panas itu di meja. Kedua tangannya saling digenggam. “Abang, aku mau bicara.”
Zayn tidak melirik sama sekali. Dia pura-pura sibuk.
Hembusan napas terdengar berat. Zarah nekad untuk mengambil alih laptop itu. “Abang aku mau bicara.”
Zayn mendesis.
“Abang ini kenapa?”
“Kamu ke luar, aku sibuk!”
“Dari kemarin Abang sibuk terus, aku cuma mau tahu kenapa Abang kayak gini. Aku nggak mau dicuekin, Bang….”
“Siapa yang cuekin kamu?” tanya Zayn tanpa berani menatap. Ada kala hatinya menjerit kesakitan melihat Zarah bersedih. Kesabaran Zayn benar-benar diuji.
“Bahkan Abang nggak panggil aku adek lagi. Kenapa, Bang? Abang nggak sayang lagi sama aku?”
“Kamu mending ke luar, deh. Jangan bikin aku tambah pusing.”
Zarah menganga. Niatnya untuk meluruskan masalah malah menambah rasa sakit. Setiap kali Zayn melontarkan kata, saat itu pula dia menambah rasa pedih.
“Aku tanya sekali lagi.” Zarah berkata lirih. “Abang kenapa? Hm?”
Zayn mengerling sebentar, dia tersenyum miring. “Kamu mau tahu yang sebenarnya?”
Jantung Zarah seakan dipompa. Dia mengangguk cepat.
Kedua mata Zayn berubah tajam, kedua tangannya meremas pundak Zarah kuat. Semua kekesalan merambat di hatinya. Kesal yang tercipta bukan karena Zarah yang terus mendesak, tetapi Zayn kesal pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa Zayn membuat adik tersayangnya terpuruk begitu?
“Kamu!” Zayn menjerit tertahan. “Kamu udah gede! Jangan kayak anak kecil lagi. Aku nggak bisa terus-terusan sama kamu, aku punya kehidupan lain di luar sana. Bukan cuma kamu yang harus aku perhatiin!”
Zarah terdiam sebentar. Sebisa mungkin menahan air matanya untuk tidak berjatuhan. Apa yang didengarnya barusan sungguh menyakitkan, tetapi Zarah tidak akan percaya begitu saja.
“Abang bohong,” ucap Zarah pelan. Tawa miris keluar dari mulutnya. “Aku ingat banget sama perkataan Abang dulu. Abang ingat nggak? Bukannya Abang bilang sendiri kalau aku ini cewek nomor satu buat Abang? Nggak peduli kalau Abang udah punya istri, aku tetap nomor satu. Iya, kan?”
Remasan di pundak perlahan mengendur. Zayn mengalihkan pandangannya.
“Abang kalau punya masalah bilang sama aku, jangan ditutup-tutupi. Aku tahu kalau saat ini Abang juga terluka.” Zarah meraih tangan Zayn, menuntunnya untuk bertengger di pipi. “Abang … jangan kayak gini. Aku mohon….”
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Go [✓]
Fiksi RemajaBagaimana caranya melupakan? Apakah cinta semenyakitkan ini? Kenapa cinta bagiku serumit ini? Apanya yang salah? Aku hadir dalam hidupmu bukan untuk menyakiti, aku ingin membuatmu bahagia. Tapi aku tak bisa untuk meneruskan, aku tak ingin egois. ...