21. Usaha Keras itu Penting!

623 60 8
                                    

Ayo berjuang bersama!

***

Rumah megah itu sedang ramai-ramainya. Arya dan Kania mengundang beberapa teman lama untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka. Zayn juga melakukan hal yang sama, kebanyakan teman SMP. Lalu Zarah hanya membawa satu orang nyawa saja, yaitu Cia. Mengapa begitu? Karena orang yang paling Zarah percaya hanyalah Cia, selain daripada itu hanyalah teman biasa.

Ian tiba di sana pagi-pagi sekali. Kehadirannya disambung hangat. Zayn mulai terbuka dan bersikap normal.

“Zayn, Mama mau bicara sama kamu.” Kania memanggil sambil melambaikan tangan. Kamar adalah tempat yang paling aman untuk saat ini.

“Apa, Ma?” Zayn meletakkan jus alpukatnya di meja.

“Zarah cerita sama Mama kalau kamu udah berubah, kamu nggak jauhin dia lagi.” Kania menatap cemas. “Gimana sama perasaan kamu, Nak?”

Zayn sudah menduga ini sebelumnya. Jadi sebelum ditanya, Zayn sudah mempersiapkan jawaban. “Ma, aku nggak sanggup jauhin dia. Aku makin sakit hati kalau lihat Zarah nangis karena aku. Itu sama aja bunuh diri.”

“Terus gimana, sayang?” Kania menyentuh lengan Zayn lembut.

“Aku mau belajar hapusin perasaan terlarang ini, aku mau coba buka hati aku buat orang lain, Ma. Ya … meskipun itu sulit banget.”

“Mama sama papa tetap dukung keputusan kamu, sayang. Mama yakin kamu nggak akan kecewain kita, kamu anak yang baik. Mama sayang banget sama kamu.”

Zayn tersenyum tipis, dia memeluk perempuan yang selama ini menjaganya walaupun bukan berstatus ibu kandung. “Makasih, Ma. Mama selalu dukung aku dan ngasih aku yang terbaik. Makasih udah hadir di hidup aku, Ma. Makasih udah mau jadi istrinya papa. Makasih….”

“Mama juga mau ngucapin terima kasih, sayang. Berkat kamu, papa mau nikahin Mama. Makasih banget sayang.”

Tiba-tiba suara ketukan terdengar. Arya mempoutkan bibirnya. “Gitu, ya? Main peluk-pelukan tapi nggak ngajak.”

“Ih, kayak anak kecil aja.” Zayn berceletuk.

“Kan Papa juga mau, Zayn.” Arya melebarkan kedua tangannya, kedua orang yang ada di depannya terbungkus sempurna.

“Pa, aku panas, nih. Lepasin.” Zayn memundurkan langkah. “Papa pelukan aja sama Mama. Tiduran di kasur, tuh.”

Arya mencolek dagu istrinya. “Mau bikinin Zayn adek lagi nggak, Ma?”

Zayn menganga, tangannya menyilang. “Nggak boleh! Adek aku itu cuma Zarah, nggak usah ditambahin.”

Arya mengerjap sekali. “Oh iya, Zayn. Kamu sama Zarah udah baikan, ya?”

“Iya, Pa. Aku … aku nggak bisa jauhin dia terus.”

“Kamu masih ada perasaan sama dia?”

“Dikit.”

“Zayn.” Arya menepuk pundak anaknya kuat. “Zarah adek kamu, sedarah. Papa maunya kalian berdua saling sayang sebagaimana mestinya, kayak kakak-adek di luar sana, jangan sisipin rasa cinta yang tabu di dalamnya, Nak.”

“Aku usahain, Pa.”

“Beneran mau usaha?” Arya menyipitkan mata.

“Iya, Pa…”

“Kalau gitu, kamu mau dijodohin? Biar makin mudah lupain Zarah.”

Zayn menelan ludah gugup. Dijodohkan bukanlah jalannya. Zayn yang akan mencari sendiri pasangan hidupnya nanti, orang yang benar-benar bisa membuatnya jatuh cinta.

Let Go [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang