part 4 : Penyebab kematian?

73 11 1
                                    

Heaven membuka mata, lalu tangannya langsung menyentuh kepalanya yang masih terasa pening. Ada apa? Dalam benaknya mulai bertanya, Heaven pun langsung bangkit dari tidurnya untuk duduk. Kedua alisnya mulai berkerut, mencoba mengingat.

Ya, dia jatuh pingsan. Entah sudah berapa lama ia pingsan, dan Heaven baru terbangun saat waktu menunjukkan pukul 10 malam. Lelaki itu sangat menyebalkan. Apa maksudnya dengan menyebutkan sebuah kalimat yang sudah tidak ingin di dengarnya? Apa lelaki itu berniat untuk membunuhnya? Pikir Heaven.

Tapi.. Wajahnya mulai tertunduk, saat ia baru mengingat sesuatu. Apakah hanya halusinasinya saja atau bukan? Sebelum Heaven pingsan, ia merasa jika pengawalnya itu sempat menghampirinya dan memeluk tubuhnya dengan sangat erat.

Wajahnya langsung memerah saat mengingatnya, antara rasa malu, lega sekaligus benci. Sejak dulu Heaven selalu menjaga tubuhnya dari sentuhan lelaki manapun, bahkan dari ayahnya sekalipun. Dan sekarang, dengan seenaknya lelaki itu sudah pernah menyentuhnya, mengikatnya, bahkan kini memeluknya, kurang dari 24 jam setelah mereka bertemu. Heaven jadi bergidik ngeri, membayangkan hal apa yang bisa lelaki itu lakukan lagi kepadanya.

Ia menyikap selimutnya, berdiri dan melangkah menuju ke arah jendela kamarnya yang besar. Suara rintikan hujan di kaca jendela itu membuatnya merasa tergoda untuk melihat, sudah lama sekali rasanya tidak hujan pada malam hari seperti ini. Heaven mengukir senyum seolah merasa senang, bahkan sampai melupakan hal yang sempat mengganggu pikirannya. tangannya dengan perlahan terulur, menyentuh kaca jendela besar itu seolah ingin menyentuh rintikan air hujan yang terus menghujam di kaca.

Sudah berbulan-bulan lamanya terjadi musim kemarau yang panjang, munculnya hujan hari ini merupakan sebuah berkah bagi Heaven. Dalam hati ia begitu merasa amat senang, bahkan ia sampai berharap jika kedepannya akan selalu turun hujan.

Seolah belum merasa puas, Heaven membuka kaca jendela itu lebar-lebar. Tidak peduli jika hujan itu akan membasahi isi kamarnya, ia benar-benar melakukannya bahkan sampai berlari kecil ke arah balkon luar kamarnya seperti anak kecil.

Heaven merentangkan kedua tangannya sambil memejamkan mata, menikmati air hujan yang terus membasahi seluruh tubuhnya. Ia hanya merasa, beban dan rasa sesak di dalam dadanya jadi sedikit terangkat karena hujan ini. Dan Heaven pun jadi tersenyum saat merasakannya.

"Kau pikir, kau sedang apa?" Heaven membuka mata, ia langsung menoleh dan mendapati lelaki itu sudah berada tepat di belakangnya. Bersandar di sisi jendela yang besar sambil menatapnya dengan marah.

"Bukan urusanmu,' jawab Heaven dingin, bahkan ia langsung kembali memejamkan mata, menikmati hujan itu tanpa mempedulikan sosok lelaki itu.

"aku tidak peduli, kau akan basah kuyup atau tidak." lelaki itu mulai menyilangkan kedua tangannya didada dengan angkuh. "Tapi gara-gara hujan ini, bentuk celana dalammu jadi begitu terlihat, benar-benar sangat mengganggu penglihatanku."

Heaven menganga, wajahnya langsung merah padam. ia sampai memutar badannya dengan geram mendengar perkataan frontal lelaki itu, "dasar mesum!" Heaven segera menyilangkan kedua tangannya di dada seolah sedang melindungi diri. "Pergi dari sini, dan jangan melihatku." Heaven kembali membalikkan tubuhnya, mencoba untuk mengacuhkan lelaki menyebalkan itu lagi. Ia tahu, lelaki itu pasti hanya sedang menggodanya saja.

Ia memejamkan matanya kembali, sambil merentangkan kedua tangannya dengan lebar. Ia hanya ingin menikmati hujan ini lagi, tapi kenapa lelaki itu masih sempat-sempatnya menganggu? Heaven terkesiap, saat tubuhnya tiba-tiba saja terangkat hingga ia terkejut dan membuka mata.

"Hey! Apa yang sedang kau lakukan?" ternyata lelaki itu dengan sangat erat menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar. Dengan ekspresi yang sangat dingin dan tidak bersahabat, lelaki itu terus menggendongnya meski Heaven terus saja memberontak. "Cepat, turunkan aku brengsek!"

Dan lelaki itu benar-benar menurunkan Heaven dengan cepat. Bukan, lebih tepatnya di jatuhkan begitu saja seperti sebuah barang dengan kasar ke atas tempat tidurnya. Heaven menganga, meski tidak sakit namun tetap saja dirinya merasa tidak terima.

Ingin sekali Heaven protes, namun lelaki itu tiba-tiba saja menarik dagunya, mendekatkan diri sambil berkata.. "Aku akan mengikatmu lagi jika kau sampai melakukannya lagi," desis lelaki itu dengan dingin hingga membuat Heaven langsung bungkam.

***

Mengerikan..

Heaven memeluk tubuhnya dengan selimut hangat setelah mandi dan berganti pakaian. Lelaki itu begitu sangat mengerikan saat sedang marah, dan Heaven bisa merasakannya. Tapi kenapa? Bukankah lelaki itu berkata bahwa ia tidak peduli? Tapi kenapa bisa semarah itu kepada dirinya hanya gara-gara Heaven bermain hujan-hujanan pada malam hari?

Ingin sekali Heaven memejamkan mata untuk tidur dan melupakan hari ini, namun perutnya kembali demo, minta di isi. Bagaimana ini? Setelah sadar dari pingsan Heaven memang belum makan lagi, dan kini ia kelaparan. Hanya kamar ini satu-satunya tempat yang aman bagi Heaven saat ini. Jika ia turun, maka mau tidak mau ia harus bertemu dengan lelaki menyebalkan itu lagi.

Kriuuuk..
Suara perutnya berbunyi lagi. Jika seperti ini terus, pasti ia tidak akan bisa tidur sampai pagi.

Heaven bangkit dari tempat tidurnya menuju ke arah pintu. Seperti biasa, hal pertama yang biasa dia lakukan adalah membuka pintu kamarnya secara perlahan. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam, dan Heaven sangat berharap jika lelaki itu sudah tertidur dengan pulas.

Entah lelaki itu kini sedang tidur dimana, yang pasti rumah ini hanya memiliki 1 kamar tidur saja yang kini sedang di tempati oleh Heaven.

Ia menuruni tangga dengan sangat hati-hati, was-was sekaligus waspada karena Heaven bisa pastikan jika pengawalnya pasti tidur di sofa ruang tamu. Dimana lagi kalau bukan di sana, dan untuk pertama kalinya Heaven merasa kesal kenapa dirinya bisa menempati rumah yang sekecil ini.

Hingga akhirnya ia menuruni tangga yang ke tiga. Ya ampun! Satu buah tangga saja bisa Heaven pijak dalam waktu 2 menit. Jika seperti ini terus, kapan dia akan sampai menuju tangga yang paling bawah? Ia hanya ingin, tidak ada sedikit pun suara decitan tangga kayunya yang berbunyi.

Menghela nafas panjang, Heaven mencoba bersabar dan bertekad. Walau bagaimanapun ia harus bisa mengendap-endap untuk mengambil banyak makanan di dalam kulkas tanpa harus membangunkan lelaki itu, dan kembali ke dalam kamarnya dengan selamat, hanya itu.

Dan akhirnya, saat Heaven menginjakkan kakinya di tangga yang ke 4, sebuah aroma makanan yang begitu sangat menggoda tiba-tiba saja masuk ke dalam indra penciumannya, dan langsung melunturkan kewaspadaannya detik itu juga. Dengan tergesa Heaven menuruni tangga dan melangkah cepat ke arah meja, duduk disana sambil menyantap makanan yang masih panas.

"Ternyata kau memang sangat menyukai makanan ya?" Heaven menganga, bahkan ia sampai menghentikan gerakan sendoknya saat lelaki itu duduk tepat di hadapannya sambil tersenyum geli. Jelas lelaki itu menertawakan tingkah konyol Heaven saat ini, Heaven jadi mendadak geram. Namun ia tidak ingin berhenti, dengan acuh ia kembali melahap makanannya lagi tanpa menghiraukan sosok yang ada di hadapannya itu.

Biarkan saja lelaki itu menertawakannya, yang pasti Heaven merasa sangat lapar hari ini.

"Kau begitu waspada padaku saat menuruni tangga, tapi kau sama sekali tidak takut dengan makanan yang aku sajikan. Apa kau tidak takut jika makanan itu sudah aku racuni?"

Heaven langsung tersedak, bahkan sampai terbatuk-batuk. Ia mengambil segelas air minum dan langsung meminumnya sampai habis. "Kau tidak mungkin berani melakukannya," jawab Heaven yakin, dengan banyaknya makanan yang ada di mulutnya. Benar-benar tidak ada anggun-anggunnya, membuat lelaki itu tersenyum, menunjukkan kharismanya.

"Kenapa tidak?" tanya lelaki itu dengan penasaran, sambil menangkup wajah.

"Karena..." sekilas Heaven merasa terpana, karena begitu semakin tampannya lelaki yang ada di hadapannya ini. Lalu tiba-tiba saja ia menggelengkan kepala, mencoba menarik kesadarannya kembali. "Karena kau adalah pengawalku, jadi tidak mungkin kau membunuhku."

senyum lelaki itu tiba-tiba saja memudar setelah mendengar jawaban gadis itu, lalu pandangan matanya langsung berubah, menatap Heaven dengan sendu. Lalu.. Bagaimana jika nantinya aku justru malah menjadi penyebab dari kematianmu?

Dangerous Wedding With Billionaire (Sudah Tersedia Di Novelme)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang