33. Menyesal

705 55 2
                                    

Kasih satu kesannya selama membaca Enigma dong!

°°°°

Pemandangan senja yang indah nampak dari sebuah rooftop. Gedung-gedung menjulang tinggi, berpadu dengan langit jingga di ufuk barat. Tenang. Suasana yang nyaman juga menyejukkan hati. Itulah kenapa Arsen tidak bosan berkunjung ke rumah sahabatnya, Angga.

Ia terbaring di kursi panjang, menjadikan kedua lengan tangannya sebagai bantal. Lutut yang terbelit perban tampak jelas lantaran kali ini ia hanya menggunakan celana lepis selutut.

"Udah kayak pelayan aja gue mah," tukas Angga yang datang dengan nampan berisi minuman.

Arsen hanya meliriknya sekilas, tidak suka ketenangannya diganggu.

"Kalau bukan karena mami, gue juga nggak akan mau bawa beginian buat lo," Tidak mendapat respons, Angga menjadi kesal. Ia meletakkan nampan itu di lantai sedikit kasar. Lalu menoyor kepala sang sahabat.

"Pulang sana lo! Orang bertamu, diajak ngobrol malah diem bae!" celetuknya sarkas, mengabaikan Arsen yang mengusap-usap kepalanya yang sakit akibat ulah Angga.

"Sakit oneng! Bilangin sama tante Dita, makasih."

"Sama-sama, sayang!" jawab Angga dibuat-buat.

"Dasar kembarannya Brian lo! Udah sana-sana, minggat lo!" usir Arsen kesal karena ketenangannya berhasil diganggu.

"Dasar tamu nggak tahu diri lo!" Angga berlalu meninggalkan sahabatnya. Ia paham, sifat Arsen yang seperti ini menandakan sahabatnya itu memiliki masalah yang belum siap diceritakan kepada siapapun.

Akhirnya, situasi kembali seperti semula. Kicau burung yang singgah di kabel menambah ketenangannya. Terlihat burung yang begitu riuh, sesekali menoleh ke burung lainnya seolah-olah tengah bercerita pada rekannya.

"Apapun kondisinya, komunikasi itu penting. Papa menyesal karena tidak bisa melakukan itu pada mamahmu. Tolong, jangan seperti papah di suatu saat nanti. Jadilah lelaki yang bertanggung jawab dan selalu berkomunikasi untuk menghindari kesalah pahaman,"

Interaksi burung-burung itu membuat Arsen teringat pada seseorang yang ia benci. Namun kalimat-kalimat sang Papa begitu jelas di pikirannya seolah-olah pria itu selalu dekat dengannya. Teringat dengan sang papa, membuat Arsen muak dengan penghianatan yang membuat Lidia tersakiti.

Cowok itu menghela napasnya, terbangun dan memalingkan wajahnya dari jajaran burung di atas sana. Berharap segala kenangan buruk dapat enyah dari pikirannya. Ia mengambil segelas es teh di lantai, lalu meminumnya berharap mampu mencairkan otaknya.

Seseorang memegang tangannya yang ia sangga di kursi. Arsen menepis tangan itu, lagi-lagi Angga mengganggunya.

"Jangan ke sini gue bil-" Tepat saat ia menoleh, ia tidak mendapati Angga di sana.

"Ngapain lo di sini?"

"Mau ketemu kak Arsen!" jawab gadis yang tak lain adalah Rin. Senyum manis menampilkan gigi kelincinya, membuatnya terlihat menggemaskan. Entah kenapa hal itu membuat Arsen gugup secara tiba-tiba.

"Ke-kenapa l-lo bisa tahu gue di sini?" Mendengar reaksi Arsen membuat gadis itu tertawa. Ternyata cowok itu bisa gugup juga.

"Hahahha, Angga yang telpon Rin. Yaudah Rin ke sini. Angga bilang, kak Arsen kangen sama Rin."

"Oh. Eh, apa? Gue nggak bilang apa-apa ke Angga!" tegas Arsen melakukan pembelaan.

"Rin mau ngomong sesuatu ke kak Arsen."

"Yaudah ngomong."

"Kak Arsen jangan marah sama Rin lagi. Rin janji, apapun alasannya Rin nggak bakal bikin kak Arsen marah." Arsen menatap gadis itu lekat. Heran dengan gadis malaikat yang selalu baik padanya. Namun, Arsen sering menaruh curiga pada gadis itu.

Mengingat Lidia yang bercerita padanya tentang Rin, ia menjadi yakin bahwa Rin tidak mungkin selicik yang ia duga. Gadis itu telah membelanya dan memintakan maaf pada sang mama. Rin juga telah membantu Lidia berjualan kue tanpa sepengetahuannya. Gadis itu terlihat ceria, namun tidak lagi karena Arsen yang sering berlaku kasar pada Rin.

"Lo gadis baik yang gue kenal setelah mama. Lo gadis yang selalu bikin pikiran gue semakin tenang. Boleh gue peluk lo?"

"Ha?" respons Rin tidak percaya dengan permintaan cowok di hadapannya.

"Sekedar bikin gue lebih tenang, belakangan ini pikiran gue tentang masa lalu selalu bikin gu-"

"Rin siap jadi sandaran kakak kapan pun kak Arsen mau," ucap gadis itu setelah memeluk Arsen tiba-tiba.

"Maaf gu-"

"Maafin Rin karena kemarin bikin kak Arsen cemburu."

"Cemburu?" kaget Arsen masih dalam pelukan gadis itu.

"Cemburu sebagai kakak," jelas Rin, namun tak membuat Arsen mampu mencernanya dengan baik.

Arsen melepaskan pelukannya, memegang kedua bahu gadis itu. "Gue nggak tahu apa lo bisa nerima permintaan konyol ini atau enggak, tapi...," ucapnya menggantung membuat Rin dibuat penasaran. Gadis itu menaikkan kedua alisnya, menunggu kelanjutan kalimat dari Arsen.

"...apa lo bersedia putus dari Devan?" Keduanya saling tatap, entah apa yang ada dalam pikiran masing-masing. Keduanya seolah-olah tersihir dan tak bisa bicara.

"Maksud gue, lo baik. Dan gue nggak akan biarin cowok jahat seperti Dev-"

"Rin akan putusin Devan, demi kak Arsen!" putus Rin tulus membuat Arsen salah paham. Bukan karena itu
memintanya putus dari Devan. Melainkan ia tahu betul sikap  musuhnya dan tidak mau jika wanita baik seperti Rin akan kecewa nantinya. Hanya itu.

"Jadi, kak Arsen jangan cemburu lagi," ucap gadis itu lagi, dengan senyum manis khas miliknya. Arsen hanya mengangguk ragu, berusaha tidak mengindahkan ucapan Rin. Ia hanya takut salah tangkap dengan niat baik gadis itu.

"Jadi kita baikan, kan? Jangan coba-coba ngambek sama Rin lagi. Oke?"

"Oke," jawabnya sembari menarik hidung mungil milik gadis itu. Mungkin akan memerah jika Rin tidak melepasnya paksa.

"Omong-omong, kenapa lo kekeh nganggep gue sebagai kakak?" Akhirnya, pertanyaan yang sejak awal berhasil membuat Arsen penasaran berhasil ia tanyakan pada orang yang bersangkutan.

"Rin ..., kak Arsen itu...,"

Drttttt drttttt drttttt

Suara dering telpon berbunyi dari ponsel Rin. Untung saja, gadis itu langsung membuka ponselnya dan mendapati nama 'Si Misterius' di layar itu.

Gadis itu mengerutkan dahinya. "Ada apa lagi dengan orang ini?"

"Maaf, sepertinya Rin ada urusan penting deh!" Rin buru-buru pergi. Si Misterius yang baru pertama kali menelponnya, membuat Rin cemas. Jika Arsen baik-baik saja bersamanya, tandanya suatu hal kemungkinan terjadi pada Devan. Atau mungkin Ana.

°°°°

Si Misterius itu siapa sih? Hayo, ada yang tahu?

ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang