36. Hal baru

796 60 2
                                    

Maaf telat update. Kendala sinyal.

°°°°

Entah apa yang dipikirkan Rin hingga membuat buku tugas akutansinya tertinggal di rumah. Untung saja pagi ini Arsen menjemputnya untuk berangkat bersama. Sehingga dengan kecepatan tinggi, cowok itu bisa mengantar Rin untuk mengambil buku tugasnya.

Seperti yang mereka kenal, Bu Dian adalah guru akutansi yang tidak pernah menerima alasan dan memberi ampun bagi siswanya yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik. Beliau tidak akan tanggung-tanggung memberikan hukuman bagi muridnya yang tidak memperhatikan pembelajaran atau tidak menyelesaikan tugasnya.

Seorang Rin belum pernah dan tidak ingin kena hukuman dari guru itu. Terlebih sebutan sebagai siswa baru akan membuatnya terlihat seperti murid nakal yang sengaja pindah lantaran memiliki sekandal di sekolah berikutnya. Itu pun sudah terjadi akibat kasus yang beredar mengenai dirinya dengan Clara.

Kini mereka sudah dalam perjalanan ke sekolah. Arsen sudah memaksimalkan kecepatannya, dan tidak peduli bagaimana ekspresi ketakutan Rin yang sangat kencang melingkarkan kedua tangannya di perut kotak-kotak itu.

"Shit!" Gerbang sekolah sudah terkunci rapat, pertanda bahwa mereka datang terlambat. Pak Edi, satpam sekolahnya memang sangat baik pada para siswa. Namun rasa kedisiplinannya tidak akan membuat kedua siswa itu lolos melewati gerbang.

"Gimana dong? Rin, Rin nggak mau bolos. Lagi pula ini jamnya bu Dian," keluh Rin ketakutan. Di mana salah satu siswa rajin kini berhasil datang terlambat, terlebih di jam guru killer itu.

"Ikut gue," Tanpa pikir panjang, Arsen menarik tangan gadis itu. Hingga mereka sampai di pagar belakang sekolah. Sudah dapat diduga apa yang ada dalam pikiran Arsen. Mereka mulai berupaya untuk menaiki pagar tersebut.

°°°°

"Dasar, kak Arsen nggak cocok jadi kakak yang baik. Masa ngajarin adiknya bolos sekolah. Kalau ketahuan pak Andi tambah gawat tau!" omel Rin dengan hati yang was-was. Ingat, ini baru pertama kalinya ia membolos. Tidak terbayang betapa kencang detak jantungnya.

"Bawel lo!" protes Arsen yang dengan santai terbaring di tumpukan kardus, gudang sekolahnya.

"Ya tapi kak Arsen ini emang bukan kakak yang teladan. Kalau Rin nan-"

"Kalau lo nerocos terus, orang di luar bakal dengar dan nemuin kita di sini. Mau?" Gadis itu bergidik cepat, lalu membungkam mulutnya dengan tangan.

"Lagi pula harusnya lo berterimakasih sama gue. Ini pengalaman pertama lo, kan? Datang telat dan bolos pelajaran. Tenang, ini nggak bikin nilai lo turun. Lagipula gue tau kalau lo itu pinter. Heran kenapa juga pakai sok-sokan minta diajarin sama gue." Rin hanya menyimak Arsen yang terus bicara. Baru pertama kalinya ia melihat Arsen bicara sepanjang dan setenang ini.

"Diem lagi. Kenapa lo buang-buang waktu minta diajarin ngerjain soal sama gue?" Menyadari bahwa dirinya ditanyai, Rin gelagapan sendiri namun berusaha menjawab sejujurnya.

"Biar, biar Rin bisa dekat sama kak Arsen lah," jawabnya berbisik tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Waw, lo beneran licik, ya? Oke mulai sekarang, lo yang harus ajarin gue belajar. Mau deket-deket sama gue, kan?"

"Eh, kok kak Arsen ge-er sih? Tapi, oke deh Rin bakal ajarin kak Arsen. Asal kak Arsen janji gak bakal pernah marah lagi sama Rin. Tamparan waktu itu, sakit tau!"

ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang