26. Kecewa

778 58 3
                                    

7,5k viewers dan + 100 vote untuk 2 part di hari kamis.

°°°°

Interior yang sangat indah. Cafe itu seketika menjadi hening dengan hiasan yang tak begitu biasa. Lampu kelap kelip yang mendominasi warna merah muda menghias dinding putihnya.

Daun plastik yang merambat di sekitar dinding juga memberi kesan hidup di ruang itu. Tak lupa pula, beberapa lilin memberikan cahaya redup di antara sepasang orang yang saling duduk berhadapan.

Devan memang paling pandai dalam hal romantis. Tangan Devan merengkuh kedua punggung tangan gadis di depannya. Singkat, kecupan hangat mendarat di tangan mungil nan putih itu.

Gadis yang di cium tersenyum senang. Hari ini, Devan telah mensepesialkannya. Lihat saja betapa sepinya tempat ini. Tak ada pengunjung satu pun kecuali mereka. Devan yang telah menyewanya.

"Makasih," Tak henti-hentinya Devan mengungkapkan kata itu. Membuat Rin sedikit jengah. Harusnya gadis itu lah yang berterimakasih lantaran perlakuan Devan hari ini.

Nyatanya setelah sesi penembakan beberapa hari lalu itu, akhirnya Rin menerimanya. Ia rasa tidak ada masalah jika mereka memiliki hubungan lebih dari seorang sahabat. Rin kenal baik seorang Devan sejak kecil, mamanya pun juga turut merestuinya.

"Makasih lagi," Menyadarkan gadisnya yang tengah melamun, Devan terkekeh senang. Raut sebal di wajah Rin sangatlah menggemaskan.

"Kok Devan yang terimakasih, sih?" kesal Rin tersadar dengan kalimat yang keluar dari mulut sang pacar.

"Lo udah berhasil jadi milik gue. Lo udah bersedia jadi bagian penting dalam hidup gue. Dan lo udah jadi sahabat sekaligus pacar gue. Gue pikir, satu kata terimakasih nggak bisa mewakilkan rasa bahagia gue malam ini." Rin tersipu malu. Begini ya rasanya pacaran? Ia baru merasakannya kali pertama.

"Sama-sama, maaf udah tinggalin Devan. Devan pasti ... kesepian, kan?" Lanjut menunjukkan senyum termanisnya, Rin menatap lekat mata sayu milik Devan.

Cowok itu tersenyum tipis, juga tulus. Ia beruntung memiliki gadis di depannya.

Seorang pelayan menyajikan beberapa menu untuk mereka. Rin hanya mengerjap senang, melihat makanan di meja itu adalah makanan kesukaan mereka. Beberapa jajanan pinggir jalan, seperti cilok, batagor, martabak, dan masih banyak lagi tersaji rapi di sana. Itulah, makanan yang mereka jajakan kala kecil.

"Lo lihat ini, cilok. Ini aku beli ke langganan kita dulu," jelas Devan entwng, yang justru mendapat tatapan bulat dari gadisnya.

"Masih jualan emang? Bukannya sekarang udah tua, ya Dev?" Mengingat penjual cilok langganannya waktu duduk di kelas empat terlihat sudah berumur, Rin tidak percaya itu.

"Udah enggak, tapi aku suruh bikin, biar kamu suka." Devan mulai menusuk cilok di piring dengan sebuah garpu, bermaksud memasukkannya ke dalam mulut Rin.

"Hahahahahhaha," Justru, Rin tertawa tanpa sebab. Membuat Devan terheran-heran. Bagian mana yang lucu?

"Kenapa?"

"Aku-kamu? Mirip Devan waktu kecil deh, culun." Rin kembali tertawa lepas, melihat kekesalan kekasihnya.

"Sialan,"

"Tapi Rin suka kok," Seketika Devan tersenyum angkuh. Lalu mengarahkan garpu yang terdapat sebiji cilok itu ke depan mulut Rin.

"Aaaa," Terjadilah  saling suap di antara mereka. Tertawa cekikikan kala teringat masa kecil mereka yang terlalu konyol.

ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang