42. Terimakasih Kak

174 17 0
                                    

Tik tok.... tik tok....  tik tok....

Terdengar suara arloji di tengah keheningan itu. Tak lupa,  tambahan suara burung di atas kabel, juga satu dua kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana menjadi pengisi suara di sore yang mendung. Kedua orang di rooftop pun saling membisukan diri. Ada sekitar setengah jam tidak terdengar suara dialog di antara mereka. Kadang,  sesekali hanya terdengar napas gusar milik gadis berambut sebahu yang duduk di kursi panjang yang tersedia di sana.

Di bawahnya,  tepatnya di sebelah kakinya,  seorang lelaki duduk beralaskan sandal miliknya sembari bersandar di kursi panjang itu. Kejenuhan tentu menyelimutinya lantaran gadis di sampingnya meminta ia untuk menemaninya diam.

Lagipula,  apa bagusnya jika hanya disuruh mendengarkan napas gusar milik Rin? Kalau mau,  ia lebih memilih untuk berkumpul di basecamp-nya.  Menemani seorang gadis yang sedang menggalaukan cowok lain,  itu sama sekali bukan pilihan. Kalau bukan karena janji,  mungkin Arsen akan meninggalkan gadis itu sejak tadi.

Merasa semakin jenuh,  Arsen berjalan ke tepi rooftop dan membuat gadis yang melamun itu tersadar. Mulanya,  Rin hanya mengamati arah sang kakak berjalan. Namun, melihat tubuh Arsen yang duduk terlalu menepi,  membuat Rin panik.

"Kak!!!!!" teriaknya dan berlari menghampiri Arsen. Ia menarik tangan sang cowok hingga ke tengah halaman rooftop. Arsen yang merasa aneh pun,  hanya menatap kebingungan.

"Jangan karena dikacangin, sampai-sampai harus nekat terjun ke bawah!" panik gadis itu masih memegang tangan Arsen. Yang dikhawatirkan malah tertawa.

"Pede banget lu! Hahahaha!" Arsen menoel hidung sedang milik Rin.

"Halah ngaku aja! Bukan apa-apa sih! Kasian aja sama Angga kalau rumahnya harus jadi TKP bunuh diri, " alibi gadis itu melipat tangannya di depan dada.

"Dasar lu! Malah lebih khawatirin Angga, lagi."

"Kakak minta dikhawatirin?" tanyanya polos dan singkat namun membuat Arsen diam kikuk. Cowok itu menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Lantas,  ia menarik Rin untuk kembali duduk di tepi rooftop.

Awalnya Rin sempat menolak ketakutan lantaran tepi itu tidak ada pembatas ataupun pengamannya. Namun, akhirnya ia nurut juga setelah Arsen berjanji untuk tidak melepaskan tangannya.

"Gue kira lu tadi lagi semedi,"

"Iya maaf,  kak!" sesal Rin tidak enak hati dengan sang kakak.

"Aneh aja gitu,  gue gak pernah lihat lo diam dan sedih sampai selama itu." Arsen mengingat-ingat dimana Rin adalah gadis yang selalu periang.

"Berasa kek bukan Rin yang gue kenal tau nggak," lanjutnya,  membuat Rin kembali membisu. Namun gadis itu diam lantaran menyimak Arsen yang terdengar bawel sore ini.

"Emangya,  cewek ceria kayak lo itu punya beban hidup kek mana sih?" Merasa tidak direspons,  Arsen menolehnya.

"Woy,  ngapain ngelihatin gue sambil bengong? Nggak sopan!" protesnya tidak terima lantaran merasa seperti berbicara sendiri.

"Ekekekkek,  Rin suka kalau kak Arsen crewet. Sore ini,  kita kek tukeran sifat,  iya nggak?  Rin yang gantian diam,  kak Arsen yang bawel." Rin kembali menertawakan kecerewetan Arsen. Ia benar merasakan hadirnya seorang kakak di diri Arsen.

"Gak enak jadi lu. Lama-lama berbusa nih mulut. Tapi syukurlah kalau lo terhibur."

Kembali terjadi keheningan di antara keduanya. Mendengar kata "terhibur" malah membuat Rin kembali murung. Tentu,  Arsen si darah dingin ini tidak banyak tahu menahu cara menghibur gadis yang mendadak galau tanpa sebab.

ENIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang