▪ 01: ORIENTASI ▪

9.5K 496 66
                                    

Faza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Faza

•••

"Adakah di sini yang bernama Lidya?!" teriak kakak OSIS cowok. Dalam hati, ada maksud untuk menjahili adik kelasnya.

"Tolong maju ke depan sebentar, agar kegiatan berikutnya berjalan dengan lancar!"

Ray tersenyum manis. Manis sekali. Kakak OSIS yang entah siapa namanya, Ray lupa, tanpa sadar membantunya. Tuhan sedang berpihak kepada Ray.

Dari depan, Ray terus menatap Lidya yang masih duduk sembari menunduk.

"Jangan bikin acara bubrah," tegur suara Kenzi berbisik.

Cowok yang memanggil Lidya tadi mengangguk singkat sembari menaruh tangan di pundak Kenzi.

"Ini, kan masih awalan. Jadi kita seru-seruan sama adek kelas. Jangan terlalu kaku biar mereka gak takut."

Kenzi nampak tidak peduli, biarlah wakil OSIS yang mengambil alih. Dia juga cukup lelah.

"Yang namanya Lidya?! Sini, dong! Enggak dihukum, cuma pengen tau kamu yang mana?!"

Cewek-cewek di samping kanan kiri depan belakang Lidya mendorong dan menarik tubuh Lidya, supaya gadis itu mau menunjukkan wajahnya.

Tapi Lidya tetap enggan.

Lidya duduk bersila sembari menutup muka dengan telapak tangan.

Terjadilah keributan kecil di barisan perempuan belakang, menjadikan semua orang kepo mencari Lidya yang disuruh namun tidak mau.

"Lidya ada di barisan yang ribut itu?" tanya kakak OSIS. Ray mengangguk tegas.

Beberapa kakak OSIS menuju di mana Lidya berada. Mereka membujuk Lidya supaya mau menunjukkan dirinya.

"Kak, saya enggak kenal dia, saya enggak mau," tolak Lidya menggeleng, mengenyahkan tangan-tangan kakak OSIS yang ada di kedua bahunya.

"Cuma berdiri aja. Enggak papa, enggak dihukum kok. Jangan takut."

Bujukan selalu terlontar, tapi Lidya semakin memberontak dan tidak mau. Begini saja sudah malu, apalagi jika disuruh untuk maju ke depan? Hilang harga dirinya.

"Gak mau Bos! Katanya enggak kenal sama yang di depan!"

Mereka memutuskan untuk tidak memaksa Lidya lagi. Kasihan, wajah Lidya sudah merah padam.

"Jangan dipaksa, Kak. Biarin aja. Kasihan, dia sedikit pemalu," sahut Ray amat tenang di depan.

Hanya kalimat seperti itu saja, Ray sudah membuat kericuhan dua kali.

"Oke, maaf Lidya. Enggak maksud, jangan nangis, ya? Semua tenang, paham?! Kita lanjut kenalan sama cowo-cowo nakal di depan ini...."

Ray menyerahkan mikrofon ke cowok yang ada di sampingnya. Mata Ray tak pernah lepas dari gadisnya. Seringaian tiba-tiba muncul.

𝐃𝐀𝐍𝐆𝐄𝐑𝐈𝐎𝐔𝐒 [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang