▪ 08: LAPORAN ▪

3.4K 249 36
                                    

Halo gais! Maaf bangeeeet. Lupa kalo gue suka nimbun part dan akhirnya ga ke update😭👉👈 (eh tp kan part sblmny gue dah bilang klo bakal nulis banyak dulu kan ya?)

Ini juga ada beberapa part lagi yg rampung. Tp disimpan dulu ya biar pas aj sambung menyambung. Biar ga revisi.

Fyi, gue dah berani up part ini krn, kasian kalo kalian digantungin:) aaaaand, tangan gatel pen up.

So, happy reading all!

Lidya terus merengek tidak tenang karena history chat dengan Faza hilang seketika. Sejak pertama chat, Lidya tak pernah sekalinya menghapus pesan Faza.

Lidya jelas uring-uringan menanggapi hal ini. Mungkin sepele, namun di dalam ribuan pesan yang Faza kirim membawa dampak positif untuk hati Lidya.

Apalagi di hubungan yang baru kacau seperti ini, chat Faza menjadi obat untuk Lidya.

"Huft...," desah Lidya menaruh kepala di atas meja. Agar tidak ketahuan, Lidya membuka buku paket untuk menutupi kepalanya.

"Takdir, Dya. Sabar," tutur Nanda, matanya fokus menatap papan tulis sekaligus tangannya yang bergerak menulis di atas buku.

"Nanda, agar mundur. Gue mau lihat Faza," pinta Lidya menaraik bahu kiri Nanda agar mundur ke belakang. Nanda mengiyakan.

"Nanda?"

"Ya?"

"Kok gue ngerasa kalau sia-sia, ya?" Lidya tertawa getir.

"Sia-sia apanya?" balas Nanda melirik wajah Lidya di atas meja.

"Ya, sia-sia. Gue ngerasa kalau emang hubungannya cukup sampai sini. Sempet gue curi-curi pandang ke Faza. Pas mata dia ke arah sini, dia langsung natap arah lain," ungkap Lidya sendu.

"Lo belum tau juga, kan? Kalian belum ngobrolin ini. Lo ajak aja dia ketemuan biar kalian berdua saling paham. Udah buat janji belum?" sahut Nanda memberi masukan.

"Belum, sih. Gue bingung mau ngajak dia gimana. Sedangkan nomor gue kan diblokir sama dia. Semua sosmed gue dikacangin sama dia. Harus gimana?" keluh Lidya.

Tidak tahu saja bila blokiran Faza ke nomornya telah berakhir saat istirahat tadi.

"Ajak langsunglah," tandas Nanda.

Kesekian kalinya, Faza menatap Lidya. Tapi seperkian detik, cowok itu mengalihkan pandangan ke arah lain. Tampangnya juga tidak peduli kepada Lidya.

Lidya menahan napas. Terasa sesak diperlakukan seperti itu oleh orang yang ia cinta.

"Baiklah, kurang tiga menit jam saya habis. Saya harap kalian mengerjakan tugas saya dengan baik. Tugas ditulis di lembar folio bergaris. Jumpa di jam selanjutnya, selamat siang anak-anak. Selamat menikmati istirahat keduanya."

"Jumpa lagi, Bu!"

Kepala Lidya terangkat. Matanya melirik guru perempuan yang baru saja keluar dari kelas.

"Ngomong ke Faza sana! Habis itu kita ke BK ngomongin masalah lo hari ini," perintah Nanda mengemasi barang-barangnya.

"Gimana ngomongnya?"

Lidya gugup. Tanda kegugupannya adalah telapak tangannya menjadi dingin namun keringat bercucuran di sana. Bibir bawah Lidya juga sering getar sendiri saat gugup.

"Kayak gak pernah ngobrol sama Faza aja lo. Ya ajak aja. Gini, 'Faza, ayo buat janji ketemuan di mana gitu. Kita selesain masalah ini.' Gitu aja pake gugup," jawab Nanda.

"Lo enak ngomong. Gue yang ngelakuin," ketus Lidya.

"Yaudah, mau gue yang ngomong atau gimana? Entar kalo Faza malah kepincut sama gue lo jangan nangis."

𝐃𝐀𝐍𝐆𝐄𝐑𝐈𝐎𝐔𝐒 [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang