ELEVEN

16 3 0
                                    


   Dokter sedang memeriksa keadaan Indy. Untungnya Indy sudah sadar.
"Aryo,iel gimana Indy?" Tanya mamanya yang panik.
"Masih di periksa ma" jawab Gabriel.
"Mama telpon papa bentar ya" Mendengar itu Aryo dah Gabriel saling tatap lalu Aryo membuka suara.
"Gausah" tolak Aryo saat mamanya ingin menelpon papanya.
"Kenapa?" Bingung Elvara karena dulu anak anaknya ini sangat ingin bertemu papanya,tapi sekarang.
"Tadi iel juga udah telpon ga diangkat,sekalinya di angkat cuma bilang 'papa sibuk' gitu doang" jelas Gabriel. Mamanya menghela nafas pasalnya suaminya itu memang terobsesi dengan pekerjaan.
"Mama coba dulu ya siapa tau kalo mama telpon diangkat,bagaimana pun itu papa kalian" jelas Elvara pada putra putranya lalu pergi untuk menelpon suaminya.

   Lumayan lama menunggu Dokter keluar dari ruang rawat Indy.
"Gimana dok?" Tanya Aryo tidak sabar.
"Adik kalian sudah sadar cuma jangan banyak bergerak dan banyak pikiran. Nanti kepalanya makin sakit. Kalian udah boleh jenguk,saya permisi dulu" lalu dokter itu melenggang pergi.

Cklekk

  NPintu ruangan Indy terbukak menampakkan dua orang laki laki tampan.
"Aaaa...adek gue" tiba tiba Gabriel masuk dan langsung memeluk erat Indy. Saking eratnya membuat indy tidak bisa bernafas
"K-kkak..se-sek" ucap Indy saat di peluk Gabriel.
"Hehe maap maap terlalu bahagia gue liat lo sadar hehe."
"Lo mau gue mati?" Sewot Indy. Kedua kakaknya melotot.
"Ga dek yaampun maap deh" ucap Gabriel. Lalu mereka mengobrol tantang kejadian tadi. Tak lama Elvara masuk ke ruangan Indy.
    "Mamaaaa" teraik Indy yang membuat kakak kakaknya menutup telinga. Pasalnya kalau Indy lagi sakit manjanya keluar.
"Indy gaboleh teriak,ouh ya tadi mama telpon papa. Papa bentar lagi kesini" Elvara bisa melihat wajah anak anaknya yang bahagia. Karena Darwin bekerja di luar kota dan jarang bertemu mereka. Sekalinya pulang itu hanya 5 sampai 6 hari.

   "Beneran ma?" Ucap Indy tidak percaya. Indy memang dekat dengan Darwin. Semenjak Darwin kerja keluar kota dan jarang pulang, Indy jadi agak kecewa dengan ayahnya. Tapi rasa kecewa Indy tidak bisa menutupi rasa sayangnya yang sangat besar pada ayahnya itu.

  "Iya tapi mungkin papa sampainya besok,gapapa kan?" Tanya Elvara was was takut jika anaknya kecewa. Namun sebaliknya Indy bisa menerima itu.
"Iya ma gapapa asal papa kesini"ucap Indy penuh bahagia. Lanjut mereka berbincang dengan mamanya pasal kejadian tadi. Sampai Indy tertidur karrna sudab malam.

  Di tempat lain.

  NSteva pulang kerumah mendapati William dan Navisa di ruang tamu. Lalu Navisa menyuruh Steva untuk duduk.
"Sini stev duduk bentar ada yang mau di omongin" ucap Navisa lembut.
"Kenapa?"tanya Steva. Steva bisa melihat Navisa dan William menghembuskan nafas.
"Kami ingin bercerai"

DEG.

    Seketika detak jantung Steva berhenti. Lalu air mata Steva turun begitu saja.
"Haha..setelah apa yang kalian lakukan selama ini ke saya dan adik saya. Setelah kalian meninggalkan kami berbulan bulan. Kalian menyampaikan berita ini. Apa kalian pikir saya tidak sakit hati?. Saya sudah muak dengan semua ini. Takdir yang miris. Urus saja perceraian kalian sendiri,saya tidak ingin ikut campur"marah Steva sambil menepis kasar air matanya yang turun.
"Dasar kamu kurang ajar. Anak tidak tau di untung." Ucapan William mampu membuat Steva terdiam dan menatap willian tajam.
"Ouh memang. Apa untungnya saya bersikap sopan pada kalian? Haha?. Apa dengan saya bersikap sopan, sikap kalian juga akan sopan kepada saya?. Apa dengan itu perceraian kalian di batalkan? Tidak bukan?. Ingat ,yang selama ini ada buat saya dan adik saya adalah nenek dan kakek. Bukan kalian. Hah..ternyata ucapan Lya dan Indy salah. Kalian tidak sayang kepada anak kalian tapi kepada harta kalian. Saya permisi terima kasih atas semuanya" Steva berlari menuju kamarnya sambil menangis. Steva dapat mendengar teriakan mamanya diluar sana.

   "Kenapa...kenapa keluarga gue hiks....gue muak sama semuanya...gue capek." Steva berjalan menuju kamar mandi. Menyalakan shower dan berdiam di bawah shower sambil menangis.
  
   Di luar kamar Steva ,Navisa berteriak memanggil anaknya.
"Steva maafin mama, mama ngelakuin semua ini demi kebaikan kamu stev. Mama mohon buka pintunya. Jangan ngelakuin hal yang aneh stev" tutur Navisa sambil menggedorgedor pintu kamar Steva.
"PERGI KALAU KALIAN MAU PERGI. SAYA BISA HIDUP SENDIRI." Teriak Steva di dalam kamar mandi.

   "Sudahlah nav, dia baik baik saja.nanti juga dia turun" ucap William enteng.
"Kamu gila. Steva lagi terpuruk gitu kamu bilang baik baik saja?,dasar ayah gapunya hati" kesal Navisa pada William membuat william naik pitam.
"APA KAMU BERANI BERANINYA YA KAMU" tangan William bersiap menampar Navisa namun terhenti karena pintu kamar Steva terbuka.

   "ANDA BOLEH MENCACI SAYA SEPUASNYA. Tapi jangan ibu saya" lirih Steva memeluk mamanya.
"Dan satu lagi jangan bertindak kasar di depan adik saya" lalu Steva berjalan menuju Fania yang ketakutan.
"Oh ya,bukannya rumah ini milik mama?" Steva menoleh ke arah mamanya. Lalu Navisa mengangguk.
"Bagus lah. Sekarang saya minta TUAN WILLIAN YANG TERHORMAT UNTUK ANGKAT KAKI DARI SINI" teriak Steva membuat William tidak terima akan perlakuan itu.

  "DASAR ANAK KURANG AJAR. SIAPA YANG MENGAJARKAN KAMU SEPERTI INI?" Mendengar pertanyaan yang dilontarkan William membuat Steva tertawa meremehkan.
"Yang pastinya bukan anda atau mama. Karena saya tidak pernah mendapat perhatian dari kalian sekecil apapun itu,asal anda tau. Ayah tidak akan pernah membentak anaknya" kalimat terakhir Steva membuat hati William ternohok.
"KURANG AJAR"

Plak

   Suara tamparan keras menggelegar di sudut rumah itu. Fania ketakutan melihat kakaknya ditempar ayahnya sendiri. Sedangkan Steva tertawa miris dan sudut bibir Steva mengeluarkan darah.
"Hahaha...ayah mana yang berani menampar anaknya. Anda memang belum pantas di sebut ayah dengan sikap anda terhadap saya" kalimat perkalimat Steva ucapkan sesuai unek uneknya yang selama ini ia rasakan.
"Sebaiknya kamu pergi dari sini William. Jangan mamu melukai ANAK SAYA lagi" ucap Navisa dengan menekan kata 'anak saya' .

  Lalu william beranjak pergi dari rumah itu. Steva langsung masuk ke kamarnya dan mengganti pakaian. Setelah itu ia memutuskan untuk ke basecamp. Navisa tau bila Steva terpuruk ia akan bertemu sahabatnya. Navisa dirumah menenangkan Fania yang ketakutan.

Tidak semua yang kalian bicarakan itu benar adanya.
-Steva

 -Steva

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


:)

THE MIS🧚‍♀️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang