34 : Kotak bekal

29 3 0
                                    

Hukum alam akan berlaku, percaya atau tidak, itu urusanmu.

•••

"Yakin mau ngasih ini buat Dante? Feeling gue sih Dante gak bakal terima pemberian lo," kata Ayu pada Nara yang bersiap-siap menuju kelas Dante pagi itu.

"Gue yakin banget Yu, soalnya ini gue bikin pake hati, masa di tolak sama Dante." Ujar Nara dengan sikap optimis nya walau diam-diam juga dia merasakan hal yang sama.

Ayu memilih membiarkan Nara pergi dan mendapatkan hasil nya. Ayu tidak bisa mencegah sifat Nara yang memang tidak bisa di cegah dan pantang menyerah, daripada di cegah, Ayu lebih baik membiarkannya.

"Yaudah kalo lo yakin bakal Dante terima. Sana," ucap Ayu dengan berat hati.

"Kalo gitu gue pamit dulu, dadah Ayu! Doain gue ya!"

"Hm,"

Ayu menatap kearah langkah kaki Nara yang menjauh,"semoga berhasil,"

Nara menanti Dante di depan kelasnya dengan mata berbinar-binar, ditangan Nara sudah ada sebuah kotak bekal berwarna biru muda yang berisikan roti bakar coklat yang Nara buat dengan penuh ketulusan dan secara sembunyi-sembunyi dari kakaknya. Suara derap langkah kaki kian mendekat membuat jantung Nara semakin berdetak kencang.

Semenjak memasuki sekolah seperti biasa, Nara merasa bahagia karena dapat bertemu dengan Dante walau cowok itu sendiri tidak peduli akan perasaan Nara.

Dari kejauhan Dante melihat Nara yang duduk menantinya, ia memilih melewati Nara tanpa menoleh sedikitpun.

"Dante!" Panggil Nara pada Dante yang melewatinya.

"Ngapain lo disini?" Jawab Dante menoleh kepada Nara dengan malas.

Nara buru-buru bangkit dan berjalan kearah Dante.
"Gue mau kasih ini buat lo," Nara menyerahkan kotak bekal tadi kepada cowok itu.

"Ini apa?" Dante bertanya tanpa berniat menyentuh kotak nya.

"Oh ini tuh isinya roti bakar coklat," Nara tersenyum lebar sambil menjelaskan isi dari kotak tersebut.

"Terus kenapa lo kasih ke gue?" Tanya Dante datar.

"Sebagai tanda terimakasih karena lo mau bantuin Ayu mengusut kasus gue, tanpa lo mungkin gue gak disini."   Jawab Nara yang masih setia memegangi kotak bekal berharap Dante menerimanya.
"Ayo terima dong.., gue capek-capek bikin ini buat lo. Iya sih mungkin keliatannya biasa aja tapi ini di jamin bisa ngusir rasa laper di siang hari,"

Dante tersenyum miring lalu menerima kotak bekal itu. Entah mengapa, Dante merasa hati dan logikanya berlawanan arah. Logikanya tidak menginginkan pemberian Nara, tapi hatinya mengatakan yang sebaliknya.

Nara tersenyum bahagia karena Dante mau menerima pemberian kecilnya. Namun senyum itu runtuh seketika saat Dante membuang kotak itu kedalam bak sampah dengan gerakan yang cepat.

"Kok di buang!?" Seru Nara tak terima.

"Nara..., Nara. Jangan berpikir karena gue nolongin kasus lo lalu gue bakal lebih halus sama lo, jawabannya tetap nggak. Lo mau tuh bekal? Ambil aja." Ucap Dante kasar lalu memilih turun kebawah tanpa memasuki kelas.

"Tap-" Dante melewati nya dengan sedikit menabrak bahu Nara.

Tubuh Nara rasanya membeku, hatinya hancur porak-poranda, lagi. Dante masih belum bisa menerima apapun yang Nara berikan, Nara mengambil kotak itu dari bak sampah dan membawanya kembali ke kelas dengan langkah lunglai. Nara mati-matian menahan air matanya agar tak runtuh.

"E gimana? Dante terima?" Ayu bertanya pada Nara yang baru saja memasuki kelas dengan lesu.

Nara hanya menggeleng lalu duduk disebelah Ayu, Nara meletakkan kotak bekal itu dan membuka nya.
"Hah? Dia gak terima pemberian lo? Gitu?" Ayu menatap Nara meminta jawaban.

"Iya Ay," jawab Nara dengan tak bersemangat, ia menundukkan kepalanya di atas meja.

"Gak bisa gitu dong Nar! Lo udah bikin ini susah payah! Dia benar-benar gak bisa berubah," kata Ayu dengan berapi-api.

"Gue gak tau harus kayak gimana lagi, dia gak suka." Ucap Nara yang merasa air matanya menetes.

Ayu menggebrak meja dan menutup kotak bekal itu.
"Lo mau ngapain!" Cegah Nara sambil memegangi tangan Ayu yang ancang-ancang akan mengobrak-abrik Dante pagi ini.

"Gue mau nemuin Dante kapan perlu gue lempar tuh cowok pake rantang, sok kecakepan banget!" Ayu berusaha melepas pegangan Nara.

Nara melihat Ayu dengan tatapan memelas dan juga air mata yang sudah menetes tanpa permisi di pipinya.
"Jangan lakuin itu Yu, gue mohon. Cukup gue malu didepan Dante jangan sampai satu sekolah tahu," pintanya.

Ayu merasa iba dan menarik nafas menetralkan emosi nya. Ia kembali duduk dan meletakkan kotak itu ketempat semula. Ayu memeluk Nara dengan erat.
"Biar gue malu sendiri karena suka sama orang yang gak pernah sukain gue balik,"

"Lain kali kalo lo nangis lagi gara-gara Dante, gue obrak-abrik tuh cowok. Jangan nangis lagi, malu-maluin aja." Ayu menenangkan Nara yang tengah menangisi sikap Dante padanya yang terlalu kasar.

Nara melepas pelukannya dan mengambil kotak bekal itu.
"Lo mau gak? Enak nih gosong pinggirnya doang," ucap Nara sambil menyantap sehelai roti bakar yang berselai coklat.

"Yee sini-sini lumayan,"

"Udah jangan nangis lagi." Hibur Ayu yang mengakui kalau memang roti buatan Nara gosong di bagian pinggirnya.

"Pait,"

"Kan lo makan yang pinggir nya!"

***

Dante termenung di kantin bersama Erlangga yang asik menyantap batagor. Dante teringat kejadian saat ia membuang pemberian Nara, Dante merasa bersalah pada gadis itu yang tulus memberikan makanan padanya walau sederhana.

"Lo kenapa? Kok gak makan?" Tanya Erlangga yang sibuk dengan sepiring batagor.

"Gak nafsu makan," jawab Dante singkat.

Dante menyampir kan tas nya di punggung, dan menaruh selembar uang hijau daun di atas meja.
"Mau kemana lo?" Erlangga menatap Dante dengan bingung.

"Kelas, tuh gue nitip bayarin ya." Dante beranjak pergi.

"Oh yaudah hati-hati dijalan, siapa tau lo ketemu nenek lampir trus di culik nyusahin wae."

"Bacot njing," sahut Dante lalu meninggalkan kantin.

Pikirannya campur aduk tak menentu. Ia berharap bahwa kotak bekal itu masih ada disana, Dante tidak mengerti mengapa ia tega memperlakukan Nara demikian.

Dengan langkah tergesa ia menghampiri tong sampah tempat terakhir kali ia membuang benda tersebut.

"Sial," desis Dante mendapati kotak makan itu sudah tidak ada disana.

Dante terduduk lemas. Dante terus-terusan membayangkan ekspresi sedih Nara ketika dengan teganya Dante malah membuang pemberian Nara.

"Kenapa gue terlalu gengsi kayak gini," gumamnya dengan rasa bersalah.

"Pasti Nara sedih banget."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang