Setelah mengantar sang ibu dan menutup pintu apartemen, Yibo kembali ke dalam. Dia melihat piring dan gelas yang sebelumnya berserakan di meja makan sudah bersih dan berpindah tempat ke wastafel dapur.
Di sana seorang pemuda yang tubuhnya dibalut apron bermotif panda, tengah berkutat dengan busa sabun. Dalam diam dan tekun dia mencuci satu persatu segala yang kotor.
Yibo berdiri mengamati, sambil bersandar di kusen pintu. Matanya menyapu tubuh ramping yang memakai baju over size tipis itu, dari belakang dia terlihat cantik. Rambutnya yang dipotong pendek memperlihatkan tengkuk putih bersih yang selalu memerah lucu setiap kali Yibo menggodanya.
Kaki panjangnya yang malam ini dibalut dengan riped jeans biru pudar tampak terus bergerak tidak nyaman, sepertinya lecet dan pegal di sana akibat mengitari mall siang tadi kian parah.
Melihat itu, Yibo segera mendekat dan berinisiatif membantu. "Biar aku saja." Katanya, seraya menggulung lengan baju. Memperlihatkan pergelangan tangan kekar yang dihiasi urat urat menonjol hasil olah tubuh hampir setiap hari.
Sean segera menyingkir memberi ruang tanpa banyak bicara. Tentu saja, mana mungkin dia menolak bala bantuan yang datang saat tubuhnya sudah benar-benar lelah. Lagi pula, anggap saja ini adalah harga sepadan yang harus dibayar oleh si alpha yang selama ini sudah menumpang gratis di sini.
Selagi Yibo sibuk mengurus segala kekacauan di dapur, Sean memilih masuk ke kamar. Menukar baju yang ia pakai sekarang dengan kaus longgar yang nyaman, serta celana panjang bermotif kotak-kotak. Setelahnya dia mengambil lotion dan mulai memijat betisnya yang pegal dan sakit. Bisa dia pastikan, malam ini dia tidak akan bisa tidur. Rasa lelah dan ngilu di tubuhnya benar-benar mengganggu.
Dalam hati ia berjanji, bahwa itu adalah pertama dan terakhir kalinya dia menemani Nyonya Wang berbelanja.
Tidak lagi-lagi!
"Masih sakit? Mau aku bantu?" Tawaran menarik datang disertai longokkan kepala dari orang yang sepertinya sudah selesai bergumul dengan gunungan piring kotor di dapur.
Sean sontak mengernyitkan dahi. Tumben baik, tadi kau salah makan atau gimana?
Pertanyaan mengundang perdebatan ini sudah menggantung di ujung lidah, tapi karena sudah tak bertenaga lagi jadi dia hanya mampu menjawab dengan gelengan kepala. Menolak.
Namun, bukannya berlalu Yibo justru melangkah masuk. Dia menyingsingkan celana kemudian berjongkok di bawah ranjang, tepat di hadapan Sean seolah berlutut.
Tak cukup sampai di sana, Alpha tampan yang malam ini mengenakan kemeja hitam itu mulai meraih kaki jenjang Sean. Dia menggulung celana tidur itu lebih tinggi, hingga memperlihatkan betis mulus sedikit berbulu. Lalu setelah mengoles lotion, dia mulai mencumbu kulit halus itu dengan tangan besarnya yang sedikit kasar.
Sean merinding! Seumur hidup ia hampir tak pernah mengizinkan siapapun menyentuh tubuhnya. Kecuali sang Ibu. Jadi jelas saja, sentuhan asing ini membuat dia refleks menarik kakinya "Apa yang kau lakukan?!"
Yibo mengerjap polos tanpa dosa, "Memijat mu." Katanya seraya menarik kembali kaki Sean, kemudian menjepit di antara ketiak dan lengannya, agar tidak banyak bergerak lagi.
"Tidak perlu, aku bisa lakukan ini sendiri."
Percuma, setelah sebelumnya pura-pura buta kini pria tampan itu juga bersikap seolah tuli. Dia berlagak tidak mendengar penolakan Sean. Sebaliknya telapak tangan lebarnya malah makin aktif bergerak, merayap dari jari-jari bersih sampai nyaris mencapai paha Sean yang mulai meringis.
Tidak jelas, karena sakit atau geli.
Peringatan tanda waspada mulai menyala di kepalanya. Jika Alpha sialan ini terus bersikap seperti ini, Sean merasa hatinya tidak lagi aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINAI( Rewrite)
FanfictionSean terbangun dengan sakit kepala hebat, akhir-akhir ini dia kesulitan untuk mendapatkan tidur nyenyak. Penyebabnya tak lain dan tak bukan karena penghuni baru yang begitu tidak tau diri yang sedang menumpang di apartemennya. Ya, sudah nyaris dua...