Hari sudah malam, tapi Sean belum juga kembali padahal Yibo sudah duduk diam dalam kegelapan, di ruang tamu yang langsung menghadap pintu masuk sejak dua jam lalu. Walau begitu, pria tampan satu ini enggan mengakui bahwa tindakannya ini disebut menunggu.
Sambil bersandar tidak nyaman, benaknya sibuk mengulang kembali adegan pria asing yang dengan tidak senonoh membelai bokong Sean, tunangannya! Membuat Yibo tanpa sadar mengerucutkan bibir.
"Siapa dia? Kenapa aku tidak pernah melihatnya!" Gumam Yibo, persis seperti bocah yang sedang kesal karena mainannya direbut. "Apa orang itu kekasihnya?" Seolah begitu tercerahkan oleh dugaan ini, Yibo sampai melonjak berdiri. Dia mondar mandir dengan tangan memeras dagu.
"Kekasih... Kekasih... Kekasih... Tapi kenapa aku tidak tau kalau selama ini Sean punya kekasih."
Yibo masih hilir mudik mengitari ruang tamu sambil bergumam ketika akhirnya pintu terbuka. Dia segera berhenti, dan menatap Sean yang juga tengah melihat kearahnya, bahu Yibo segera melorot dengan sorot lega luar biasa.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Tanya Sean begitu lampu dinyalakan. Keningnya mengernyit heran melihat Yibo yang mendekam dalam gelap seperti sedang menunggu wangsit.
Yibo terhenyak, otaknya segera bekerja cepat memikirkan jawaban paling masuk akal. Tapi tindakannya ini justru mengundang curiga pihak lain. Akhirnya sambil terkekeh hambar dia menjawab. "Aku... Sedang bersantai."
Walau tidak puas, Sean tampak malas mendebat. Dia sedang bahagia dan tidak ingin kebahagiaannya rusak oleh tingkah aneh si Alpha satu ini. Karenanya dia segera berlalu setelah menyimpan sepatu dan mantelnya di rak dekat pintu.
"Tumben pulang larut malam. Sedang sibuk?" Tanya Yibo yang mengekor di belakang Sean. Dia mati-matian berusaha agar pertanyaannya tidak terdengar terlalu kepo.
"Hm."
"Apa yang kau sibukkan, apa ini ada hubungannya dengan pria yang membelai mesra bokongmu tadi, siapa dia?" Sesungguhnya pertanyaan ini yang ingin Yibo muntahkan. Tapi tentu saja dia tidak berani, apalagi dari cara menjawab Sean tampak sedang enggan bercakap-cakap. Jadi Yibo hanya mengangguk lemah seolah paham.
Lagi pula, Yibo cukup sadar diri. Sebagai tunangan dengan perjanjian serta syarat dan ketentuan berlaku, dia tidak berhak tau kehidupan pribadi Sean. Meski dia nyaris mati penasaran, tapi dia juga tidak siap jika pria cantik ini membenarkan bahwa pria itu adalah kekasihnya.
Apa yang harus Yibo lakukan jika itu terjadi? Haruskah dia tertawa bahagia dan menyemangati, mendoakan hubungan keduanya langgeng, atau kesal karena ternyata Sean memiliki kekasih. Walau tidak masuk akal, benak Yibo berteriak memilih opsi yang ke dua.
"Apa yang salah dengan dirimu? Kenapa kau terus memelototiku?!"
Seruan Sean yang terdengar begitu kesal menarik kembali kesadaran Yibo yang melanglang buana. Dia tidak menyangkal, sebaliknya malah tertawa dan melemparkan kalimat ringan penuh godaan. "Kita belum bertemu seharian, tentu saja aku rindu."
Sean yang tengah menggigit sepotong coklat yang baru diambilnya dari dalam kulkas tampak berjengit jijik. Dia bahkan melemparkan sisa makanan manis yang masih ada di tangannya itu ke arah Alpha yang menatapnya lekat, menyebarkan aura genit.
Yibo makin terbahak, dia begitu terhibur melihat rona merah yang segera menyebar menghiasi ekspresi Sean, seperti orang yang sedang menahan rasa ingin buang air besar. Tapi, akhirnya Alpha tampan itu buru-buru mengoreksi. "Aku bercanda," Katanya yang ditanggapi Sean dengan dengusan kesal.
🐣🐣🐣
Malam berlalu damai, mereka makan dengan tenang. Sepertinya baik Yibo maupun Sean, mereka berdua sama-sama kelaparan hingga tidak mampu lagi untuk membuka suara. Tentu saja, ini juga yang diharapkan oleh Beta cantik itu. Dia ingin segera ke kamarnya dan beristirahat. Berada di ruangan yang sama dengan Yibo kerap membuatnya sesak nafas serta sakit kepala.
Harapannya hampir terwujud, seandainya lampu tidak tiba-tiba mati saat dia baru akan beranjak. Sedikit info, selain terlahir sebagai beta satu lagi kekurangan yang Sean miliki. Dia takut gelap!
Apalagi jenis gelap yang dia bahkan tidak bisa melihat tangannya sendiri, seperti saat ini. Saluran pernafasannya akan tiba-tiba macet, seolah ada tangan besar yang menghalangi.
Nafas Sean tersengal, keringat dingin mulai mengucur membasahi dahinya. Sambil terseok dia mengulurkan tangan meraba sekitar. "Yibo, bisa kau nyalakan senter di ponselmu? Aku... Takut gelap." Pintanya dengan suara pelan, setelah mati-matian menelan rasa malu. Dalam benak dia menyesal telah meninggalkan benda pipih miliknya itu di kamar.
"..." Yibo membeku sejenak. Dia diam tidak bergeming, baru setelah Sean memanggilnya untuk yang ke dua kali Alpha tampan itu segera menjawab."Aku belum mengisi daya, ponselku mati."
Itu jelas bohong saudara-saudara, ponsel milik si tampan ini baru saja terisi penuh. Namun, entah kenapa bibirnya justru berkata lain.
Tinggal dengan Sean tampaknya membuat keahlian berbohong Alpha satu ini makin meningkat pesat.
Sementara Sean yang polos dan murni percaya-percaya saja dengan tipu muslihat Yibo. Dia kembali memaksakan diri untuk melangkah walau takut, tangannya meraba secara acak, beberapa kali dia tersandung. Suara tulang yang membentur kaki meja terdengar nyaring. Diikuti dengan erangannya yang membuat bulu roma Yibo meremang.
Alpha itu buru-buru melesat, menyambar bahu sempit yang tampak gemetar dalam gelap. "Sakit?" Tanyanya dengan suara berat rendah, di depan telinga Sean yang segera mencuat waspada.
Sean ingin kabur, posisi mereka sekarang sungguh sangat mengganggu. Dari jarak ini, selain nafas Yibo yang hangat menerpa lehernya dia juga bisa merasakan degup jantung yang bertalu berisik. Sean tak yakin, itu milik siapa. Tapi yang pasti menimbulkan perasaan gatal aneh, menjalar dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.
Namun tentu saja, rengkuhan erat yang melingkar di bahunya membuat Sean tak mampu berkutik. Dia juga tidak ingin menciptakan banyak gerakan yang justru akan memperbesar kemungkinan gesekan gesekan yang tak perlu. Jadi walau enggan Sean akhirnya bergumam, mengiyakan pertanyaan si Alpha tampan.
"Kalau begitu jangan bergerak, biar ku bantu." Ujar Yibo.
Sean buru-buru menggeleng, sebelah tangannya berjuang melepaskan remasan jari kokoh Yibo di bahunya. "Tidak perlu, aku bisa sendiri."
Terdengar decakan kesal. Sebelum kemudian tubuh kurus Sean melayang di udara. Si cantik itu memekik kaget. "Hey! Apa yang kau lakukan, turunkan aku." Pintanya sambil menghentakkan kaki berusaha melepaskan diri. Bagaimana tidak, alih-alih menuntun atau memanggulnya, si Alpha ini justru menggendongnya mesra ala bridal style.
Gaya seperti ini tentu tidak umum digunakan oleh sesama pria yang sama-sama memiliki bentuk tubuh maskulin. Sean sungguh malu luar biasa. Untungnya, suasana gelap gulita. Jadi wajahnya yang sudah semerah udang rebus tidak terlihat.
Lagi pula Yibo tampak tidak perduli dengan apapun reaksi Sean. Pria seksi ini berjalan tenang tanpa hambatan menuju kamarnya!
Dia lalu membaringkan Sean di sana. Dan setelah ragu-ragu sejenak ia juga ikut berbaring, bersisian dengan si beta cantik yang kini sudah kaku, bahkan untuk bernafas saja dia sudah tidak berani.
Di tengah suasana canggung yang menggigit ini terdengar desir kain, dan gerakan lembut dari tubuh yang mencoba bergeser merapat.
Sean jadi semakin menahan nafas, hingga dadanya seperti akan meledak. Dalam hati dia mengutuk kelakuan genit tak terduga Alpha sialan ini. Tapi karena gelap Yibo jadi tidak tau bahwa saat ini Sean tengah melotot marah. Sebaliknya pria tampan ini justru dengan polos melingkarkan sebelah tangannya di pinggul ramping Sean.
Dia lalu berbisik. "Sean, apakah kau sudah punya pacar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RINAI( Rewrite)
FanfictionSean terbangun dengan sakit kepala hebat, akhir-akhir ini dia kesulitan untuk mendapatkan tidur nyenyak. Penyebabnya tak lain dan tak bukan karena penghuni baru yang begitu tidak tau diri yang sedang menumpang di apartemennya. Ya, sudah nyaris dua...