Waktu perjanjian mereka tinggal tersisa tiga minggu lagi. Hingga saat ini tidak banyak hal yang berubah, kecuali hubungan Yibo dan Yangzi yang terombang ambing hampir karam.
Setiap hari, dua sejoli yang sebelumnya terlihat seperti pasangan yang dilahirkan surga itu, selalu punya topik baru untuk diperdebatkan. Mereka akan saling berteriak dan memaki.
Terkadang Sean akan tampil sebagai penengah. Tapi lebih sering dia hanya menonton dengan khidmat, lalu bertindak sepertijuri.
Meski sebenarnya dia juga jengah, karena masalah yang membuat sepasang kekasih ini kerap bersitegang seperti Rusia dan Ukraina adalah, dirinya!
Yangzi yang terlalu cemburu tak bisa berhenti curiga bahwa Sean dan kekasihnya main belakang. Sementara Yibo, sangat sensitif dengan segala bentuk tuduhan dan kecaman sang dara yang menyakitkan telinga, menusuk sanubari juga mengoyak egonya. Membuat percakapan mereka akan segera berubah menjadi umpatan di kalimat ketiga.
Padahal sebenarnya tidak ada yang perlu gadis Omega itu khawatirkan, karena sesungguhnya hubungan Yibo dan Sean justru makin canggung sejak mati lampu di malam terkutuk itu.
Bagaimana tidak, saat itu tubuh mereka berjejalan nyaris saling himpit tak berjarak. Sebelah tangan Yibo bahkan sudah melingkar di pinggang Sean yang kurus. Dan seolah itu belum cukup, Yibo justru menambah bahan bakar ke api yang berkobar.
Dia berbisik dengan suaranya yang rendah, tepat di depan telinga Sean yang mencuat tegang, menanyakan apakah selama ini Sean sudah punya kekasih?
Sean belum sempat menjawab!
Karena setelah hening panjang, tiba-tiba lampu menyala. Terang benderang menyilaukan mata. Membuat mereka sadar bahwa posisi mereka terlalu rapat dan ambigu.
Saat kegelapan sirna Yibo menarik tangannya tiba-tiba dengan raut rumit. Seolah dia sedang menghadapi kalajengking dan takut tersengat.
Begitupun Sean, dia juga langsung bangun dan menghambur kembali ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata lagi.
Dan sejak saat itu hingga sekarang, mereka berdua akan saling menghindar untuk berlama-lama dalam ruangan yang sama. Lagi pula saat ini Sean sedang disibukkan dengan segala persiapan untuk summer schoolnya sebulan lagi.
Mulai dari mempersiapkan segala dokumen, hingga tempat tinggal di sana nanti. Karena, alih-alih menempati asrama, Sean lebih memilih untuk tinggal di luar lingkungan kampus, di apartemen, yang baru orang tuanya beli beberapa minggu lalu.
Semua rangkaian kegiatan ini membuatnya nyaris tidak pernah pulang saat matahari masih bersinar, dia selalu kembali saat jam sudah mendekati garis pergantian hari. Dan saat itu, biasanya apartemen selalu sepi. Pintu kamar Yibo selalu terkunci rapat.
Sean tak tau apakah Alpha tampan itu ada di dalam, atau tidak. Sean juga tidak ingin tau!
Tapi ada yang berbeda malam ini, saat membuka pintu Sean disambut dengan kegelapan yang pekat. Dia berjalan sambil meraba-raba saklar listrik, bibirnya tak henti komat kamit menggerutu. Karena biasanya, walaupun pulang larut malam, namun lampu di koridor menuju ruang tamu ini masih menyala.
Sean takut gelap. Jadi, dia selalu memastikan bahwa lampu akan selalu menyala meski redup.
"Yibo! Kau di dalam?" Serunya, setelah berhasil menemukan saklar listrik, dan ruangan menjadi terang.
Tidak ada jawaban. Hanya, udara yang terasa begitu pengap dan panas membuat Sean sekali lagi berputar ke nakas di sudut ruangan, mengutak ngatik perangkat pengendali pendingin ruangan, untuk memastikan bahwa benda itu masih berfungsi.
"Tidak rusak." Gumamnya, dengan kening bertaut. Sebelah tangannya mulai melonggarkan kerah kemeja yang tertutup bersamaan dengan lapisan keringat tipis yang mulai tercipta di dahinya yang mulus.
"Yibo!" Panggilnya sekali lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya. Karena masih tidak ada jawaban, pemuda tampan nyaris cantik itu melangkah ke arah kamar Yibo, mengetuk sambil memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci.
Dari dalam ruangan gelap gulita itu terdengar suara geraman bercampur dengan erangan seperti binatang buas yang terluka.
Membuat Sean terpaku sejenak, batinnya bergejolak. Sibuk menimbang antara memilih moralitas yang enggan melanggar privasi sang Alpha atau rasa penasaran yang meledak-meledak.
Dan tingkat kepo yang makin mencapai ambang tak wajar ini akhirnya keluar sebagai pemenang dalam pertempuran imajiner dibenaknya. Dengan ragu-ragu dia mendorong pintu dan menyalakan lampu kamar.
"Yibo, kau kah itu?" Tanya Sean dengan suara nyaris seperti gumaman. Jujur saja, saat ini dibanding ingin tahu yang meledak-ledak seperti tadi , benaknya justru mulai dirayapi rasa takut. Bagaimana jika yang ada di dalam kamar ini ternyata pencuri, yang akan segera mencabut nyawanya?
Tapi, untung saja imajinasinya itu tidak terwujud. Karena di ranjang tidak ada pencuri, hanya ada sosok Alpha tampan yang tengah tergeletak bermandikan peluh, seperti biasa dia tidak mengenakan atasan. Hanya celana jeans hitam pekat yang begitu kontras menggantung di pinggangnya yang putih kokoh.
Dia mengangkat kepalanya dan sedikit menyipitkan mata ketika lampu tiba-tiba menyala, rambut gondrongnya yang lembab karena keringat menjuntai turun, acak-acakan menutupi dahi.
"Apa yang terjadi padamu?!" Tanya Sean, dia cepat-cepat mendekat dan menjulurkan tangan, meraba kening Yibo yang sepanas bara. "Kau demam!" pekiknya.
Sementara itu, Yibo tampak linglung, matanya sayu dan tidak fokus dengan iris terang menyala berbahaya, menatap mangsa yang sedang panik mencari pertolongan pertama untuk meredakan demam sang Alpha.
"Tunggu sebentar, aku harus menelefon dokter." Kata Sean sambil merogoh saku hendak meraih ponsel, saat tiba-tiba tangan kokoh menyentaknya,membuat ia terjerambab di ranjang dengan posisi tengkurap dan Yibo menduduki pinggulnya.
Sean belum sempat memproses apa yang sedang terjadi, ketika nafas berat dan basah mulai berkeliaran membelai dan menggali liang telinganya, membuat sekujur tubuhnya menggelinjang geli.
"Hey, bro. Apa yang kau lakukan!? Aku Sean, bukan YangZi." Pekik Sean panik di sela-sela usahanya membebaskan diri.
Namun, alih-alih jawaban, yang ia terima hanya cengkraman erat dan geraman berpadu dengan nafas berat yang tersengal. Pelan-pelan Sean mulai mengerti apa yang sedang terjadi.
Yibo sedang Rut!
Jika ia seorang omega, keadaan ini tentu berbahaya. Selain bisa menyebabkan kehamilan, juga karena omega akan bereaksi dengan pheromone Alpha yang tengah dalam kondisi seperti ini.
Biasanya para omega langsung menyerahkan diri dengan pasrah untuk disetubuhi, tak perduli mereka menginginkannya atau tidak.
Tapi karena Sean adalah beta, maka pheromone Yibo seharusnya tidak akan memiliki reaksi apa-apa terhadapnya. Namun, meski begitu Sean tetap ketakutan.
Dia belum pernah berhubungan seksual apalagi menjadi pihak penerima dari Alpha dominan seperti Yibo yang pasti memiliki senjata besar dan tenaga kuda. Membayangkannya saja sudah membuat Sean bergidik. Terlebih, tidak seperti omega yang akan menghasilkan pelumas sendiri, beta sepertinya tidak memiliki kemampuan seperti itu.
Sean sungguh tidak ingin bokong imutnya ini akan robek, terkoyak mengenaskan!
*Maafkan typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINAI( Rewrite)
FanfictionSean terbangun dengan sakit kepala hebat, akhir-akhir ini dia kesulitan untuk mendapatkan tidur nyenyak. Penyebabnya tak lain dan tak bukan karena penghuni baru yang begitu tidak tau diri yang sedang menumpang di apartemennya. Ya, sudah nyaris dua...