12 | Badut dan Versi Terbaru

9 1 0
                                    

Di dalam sebuah ruangan yang serba putih tedapat pria berjas dan berkaca mata hitam tengah melompat kesana-kemari di atas trampolinnya. Wajahnya sangat datar dengan rokok menyala menggantung di antara kedua bibirnya. Warna trampolin itu tidak seperti kebanyakan trampolin pada umumnya. Berwarna merah darah.

Saat sedang asik-asiknya meloncat-loncat, seorang gadis kecil menghampirinya. Rambutnya panjang terurai. Di tangannya tergenggam sebuah boneka beruang yang kepalanya telah terputus. Walaupun perawakannya seperti anak SD, sebenarnya dia sudah SMP dan hampir menginjak bangku SMA, menyusul kakaknya yang entah berada di mana.

"Master, mereka sudah dekat. Aku bisa merasakannya," katanya dengan suara imut yang akan membuat siapa saja gemas mendengarnya.

Pria itu berhenti melompat dan turun dari trampolin. "Bagus, sekarang kau siapkan model terbaru kita. Biar mereka mencoba versi kita ini." Pria itu menghampiri sang gadis dan mencium wangi rambutnya—mirip seperti om-om pedofil—tetapi gadis itu tidak keberatan. Malah mungkin ada rasa senang jauh dilubuk hatinya.

"Baik, master," kata sang gadis dan segera meninggalkan ruangan serba putih itu.

***

Setelah semuanya siap, kami segera pergi meninggalkan tempat ini menggunakan kendaraan yang kami temukan dan segera menuju gedung tinggi itu. Aku, Bori, Ayuu, dan Mas Agus mengendarai mobil hitam ini. Sementara itu Mbak Nadia berboncengan dengan Bang Luna. Katanya sih Mbak Nadia ingin merasakan angin segar. Kuingatkan lagi, Mbak Nadia itu cewek tomboi. Tetapi akan terlihat cantik dan manis ketika sisi feminimnya keluar.

Kami menempuh perjalanan yang cukup panjang untuk menuju gedung tinggi itu. Sebenarnya gedung itu terasa sangat dekat sekali. Tapi entah mengapa kami tidak sampai-sampai—seperti gedung itu ikut menjauh ketika kami dekati. Dan satu hal lagi yang aneh, keadaan di sekitar sini sangat sepi. Tidak ada orang-orang yang berlalu-lalang, maupun kendaraan yang melintas. Posko-posko bencana juga tidak terlihat sama sekali sejauh mata memandang. Berbeda seperti apa yang kami kira. Apakah semuanya sudah pergi ke luar negeri, atau semuanya sudah berubah jadi ZoClown.

Ditengah-tengah pemikiranku yang serius, tiba-tiba raungan kelaparan keluar dari perut Bori. Yang kemudian disusul oleh Ayuu. Aku tertawa membuat fokusku terpecah.

"B-bagaimana jika kita mampir ke minimarket dulu?" tawar Mas Agus.

"Setuju," jawab mereka berbarengan.

Setelah memberi tahu Mbak Nadia dan Bang Luna, kami segera memarkir kendaraan di depan sebuah minimarket. Minimarket ini terlihat masih bagus. Tidak ada kaca yang pecah, rak-rak makanan juga tidak berantakan. Seakan-akan ini semua memang telah dipersiapkan untuk menyambut kedatangan kami.

Kami segera menjarah minimarket yang terbuka lebar untuk kami. Berbagai barang dan makanan kami ambil untuk persediaan kedepannya. Sebisa mungkin ambillah barang yang kalian inginkan tetapi tidak pernah kesampean. Karena kita tidak tahu apa dapat makan gratis seperti ini lagi atau tidak.

Aku mengambil roti isi rasa coklat, sebuah permen, dan juga sekaleng soda berwarna biru. Tidak lupa kopi dalam kemasan kotak juga kuambil—kopi itu wajib! Aku duduk di tangga depan pintu masuk. Mas Agus mengikutiku dan duduk di sampingku. Ia meminum secangkir kopi panas yang kebetulan—benar-benar kebetulan—ada air panas di sana. Apakah ini perangkap? Aku tidak terlalu peduli. Yang terpenting perut kami tidak kelaparan dan kami juga puas.

"Lama juga ya kita telah bersama sejak pertemuan pertama di Semarang dulu," katanya dengan nada medhog.

"Iya, banyak hal telah terjadi kepada kita. Tetapi kita berhasil melaluinya." Aku meneguk sodaku.

ZoClown [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang