08

11 5 0
                                    

THE NOBLEEVE | CHAPTER 08

Great But Human

.

Protect an important matter

Sacrifice that must be helped

Wrapped in lies

The buried truth

It's about who will stay until the end of the story

It's about who will stay until the end of the story

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*flashback on*

Angin berhembus dengan lembut, membuat sebagian rambut merah gelap empunya seorang bocah lelaki yang mempunyai poni cukup panjang beterbangan. Dahinya berkerut, raut wajahnya terlihat kesal. Sebelah lengannya menarik poni rambutnya untuk menutup sebelah matanya. Usianya masih sangat muda, ia berjalan santai dengan pakaian setelannya yang terlihat mewah dan suci. Lelaki itu sesekali menyapa beberapa orang yang ada di menara, hingga kedua bola matanya tertuju pada sosok seorang lelaki gagah yang tengah berjalan ke arah yang berlawanan dengannya. Kakinya di tapakan dengan cara mengendap-endap menuju lelaki itu.

"Lord Coen Fintan! Ayo bermain denganku dong..!" bocah lelaki itu berteriak, bermaksud mengagetkan Lord, tapi Lord tidak kaget sama sekali, membuat bocah itu sedikit kecewa.

"Kamu pikir aku ini nggak sibuk ya? Nanti deh ya, kamu tunggu dulu." Tanpa memandang wajah lelaki muda yang mengajaknya bermain, Lord Coen melanjutkan langkahnya lalu meninggalkannya.

Traxelle Zanqueen Lethan, seorang utusan dewa yang diangkat pertama kali oleh Lord Coen dari klan Fintan, sang pengendali jiwa api atau yang biasa di kenal white fire. Keren bukan? Tentu saja, seorang dewa dengan kekuatannya yang luar biasa mengutus seorang manusia menjadi utusannya dan hidup abadi, tentunya dengan kekuatan yang Lord Coen wariskan padanya langsung. Semua orang yang ada di menara Infinite tak pernah habis iri pada Axel. Padahal hanya manusia biasa, bagaimana bisa? Tanya semua orang. Bukan di menara Infite saja, di menara bangsawan Eve juga nama Axel sangat di kenal.

Tapi yang Axel rasakan adalah kesepian. Kesepian yang mendalam. Berada di menara Infinite yang penuh kesucian dan aura kebangsawanan tak pernah membuatnya puas. Lord Coen juga jarang sekali mengajaknya bermain seperti dulu, hingga Axel semakin kesepian.

Dengan pribadinya yang mudah bergaul dengan siapapun, alias populer di kenal banyak orang. Orang-orang akan mengira tidak sepantasnya Axel sendiri bahkan tidak punya satu orang teman yang ada bersamanya terus. Ada satu hal yang selalu mengganggu Axel. Matanya yang ia sembunyikan sebelah, yang ia tutup dengan poninya yang panjang sebelah itu. Pernah dengar odd eyes? Dua mata dengan warna iris yang berbeda. Tidak-tidak, Axel bukannya odd eyes.

Ia menundukan kepalanya, tangannya terkepal erat hingga akhirnya ia menghembuskan napas pasrahnya. Terus, kali ini Axel harus mengajak main siapa? Yang ada di menara ini siapa yang ngak sibuk? Bahkan kalau saja mereka lagi ngak sibuk, mereka lebih suka duduk-duduk, leha-leha di kursi panjang dan meneguk segelas teh. Anak muda seperti Axel yang selalu ingin di ajak main lebih aktif di dunia luar, seperti taman atau halaman belakang, labirin yang ada di halaman depan sudah Axel hafal. Perpustakan yang bukunya sudah ia baca semua, termasuk buku pelajaran.

The Nobleeve : Ruinous TracksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang