THE NOBLEEVE | CHAPTER 14
Loudest Noise
.
Flashback di ambil dari Axel's Diary
{ Axel }
Aku bisa mencabut keabadian yang dianugrahkan Lord pada keturunannya, mengubah Infinite menjadi medan perang dan neraka utuh, mempunyai teman-teman yang sedia mengikuti, melindungi apapun yang kumau, mencelakai tanpa merasa bersalah, dan banyak lagi. Tapi dari itu semua, aku mempunyai kekurangan, aku mempunyai kelebihan yang menyiksaku hingga menjadikan itu suatu kekurangan. Satu kekuranganku yang pasti, adalah mata kananku.
Saat aku masih jadi seorang manusia, aku mempunyai mata yang normal. Hingga pada akhirnya, saat aku memutuskan untuk menjadi utusan Dewa, dan membantu Lord Coen Fintan dalam misinya. Aku diberikan dua misi, dan Lord memberikanku sebuah hadiah yang mengerikan.
Dikala itu, ia membuat tubuhku tak berkutik barang secuil saja untuk melawan, aku tak mempunyai kuasa apapun untuk melawan—maksudku kekuatan yang diberikan oleh Lord padaku tak ada apa-apanya untuk setitikpun menyenggol Lord. Aku ingat saat ia membuka mataku lebar, tak membiarkanku menutupnya, membulat sempurna dan telunjuknya lurus menuju bola mataku. Jaraknya semakin dekat, hingga berhenti di jarak satu centi. Disinilah aku memekik kencang, berteriak meminta tolong atau bahkan membentak. Sebuah cahaya putih dengan siluet keoranye bergerak lurus ke bola mataku, seolah menusuk bola mataku, menyakiti tubuhku hingga sekujur tubuhku di aliri kekuatan yang luar biasa. Yang membuatku hampir binasa.
Aku meminta pertolongan dengan teriakan yang histeris pada Lord Coen—satu-satunya orang yang berdiri di hadapanku yang menatapku nanar, bahkan ketika tubuhku di penuhi sinar dan api oranye. Aku berteriak sekuat tenaga, bahkan sesekali suaraku tidak mau keluar. Histeriaku bertambah ketika darah mengalir dari mata kananku, secara ilmiah aku berpikir mataku infeksi karena dicolok oleh telunjuk Lord. Tapi nyatanya, karena itulah mataku berubah—hidupku berubah karena satu kecacatan itu.
Irisku berwarna merah gelap, kalau dilihat dengan jarak yang sangat dekat akan ada siluet keemasan di dalam kemerahan yang gelap. Sehabis penyiksaan itu, kedua mataku mempunyai dua iris dengan warna yang cukup berbeda, meski dilihat sekilas ya sama. Di kiriku, mempunyai siluet keemasan, dan dikananku mempunyai siluet putih bahkan hitam. Tapi bukan karena itu aku menutup mata kananku dengan poni.
Ketika aku merasakan emosi yang dalam, darah akan mengalir dari mata kananku. Saat aku membenci orang lain, siluet kehitaman akan membaur dengan iris kemerahan dimata kanan yang kupunya. Dan saat aku merasakan emosi lain, darahpun akan keluar dengan siluet berwarna putih di iris mataku. Tapi orang tak akan dengan jelas memperhatikan siluet yang ada di iris mataku. Orang akan menjerit ketakutan bahkan ketika darah mengalir dari mataku.
Oleh karena itu aku tidak memperbolehkan diriku sendiri memperoleh emosi yang terlalu dalam. Bahkan saat bermain dengan Lukas, bersenang-senang selayaknya bocah, aku tak boleh terlalu senang. Lalu aku mempunyai satu sugesti pada mataku yang cacat ini, mata ini seolah menuntutku untuk secepatnya menghilangkan emosi yang ada dalam diriku. Menjadikanku monster yang sempurna. Semakin hari aku merasakan hal yang aneh, saat aku merasakan kebahagiaan—aku mulai terbiasa dengan darah yang mengucur, tapi kali ini ...
Dengungan keras terdengar di telingaku. Membuatku menggila, bukan lagi berteriak histeris. Lukas sering kali celaka saat menenangkanku, itu aku alami saat aku masih kecil.
Apa yang anak kecil pikirkan mengenai kejadian itu? Kalau aku, oh—aku sepertinya nggak boleh bahagia. Saat aku membunuh, darah yang mengalir tidak disertai dengungan yang keras. Dengungan yang kudengar adalah: Kau akan menjadi Dewa, Kau akan memimpin segalanya, semua orang akan tunduk dan kau adalah satu-satunya orang yang menginjak kepala mereka dengan santai, atau Hai, monster kecil. Tak jarang kudengar tawaan iblis di dalam diriku. Bisikannya tak jauh dari monster, pemimpin atau dewa. Bisikan yang selalu bilang aku bisa melindungi semua orang yang kumau.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nobleeve : Ruinous Tracks
Fantasy"Akan ku ajarkan caranya menjadi Dewa dan Matahari sebagai pusat atas segalanya." Katanya, dihari dimana aku memutuskan untuk bunuh diri. Monster, adalah julukan tetap yang cocok untuk Traxel yang membumi hanguskan dan merubah Infinite menjadi meda...