Chapter 9: Terluka

2.8K 511 24
                                    

Kami berempat pulang beriringan setelah selesai mencicipi makan yang mahalnya minta ampun.

Langit malam khas kota besar yang diterangi oleh lampu-lampu jalan. Bulan purnama terlihat indah.

(B/n) sesekali beradu mulut dengan Sanemi. Dan (y/n) juga Tomioka terlihat tenang di belakangan mereka.

Sebuah danau buatan kecil terlihat menarik perhatian (y/n). (Y/n) tanpa sadar menghentikan langkah kakinya untuk melihat pantulan bulan diatas air danau buatan yang tenang itu.

Tomioka yang merasa kosong disebelahnya melirik kebelakang. (B/n) dan Sanemi sudah mulai jalan menjauh. Tomioka melangkahkan kakinya menuju tempat (y/n) termenung.

(Y/n) terlihat memandang danau dalam diam, membuat Tomioka bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan gadis yang sebentar lagi menyelesaikan sekolahnya itu.

"Tomioka." panggil (y/n).

Tomioka hanya menjawab dengan gumaman.

"Aku selalu memikirkannya belakangan ini." Tomioka terlihat menatap manik mata (y/n). "Suatu saat nanti, kau pasti akan kembali keduniamu bukan?"

Tomioka tersentak. Beberapa bulan didunia baru membuatnya hampir lupa dengan dunia aslinya. Bagaimana kabar manusia sekarang? Apa yang terjadi sewaktu dia dan Sanemi menghilang? Apa Tanjirou dan yang lainnya baik-baik saja dan berhasil mengalahkan Muzan?

Tomioka sendiri tak sanggup membaca buku berisi tentang dunianya dan Sanemi. Bagi Tomioka itu seperti melihat masa depan yang tidak menentu. Tomioka khawatir sekaligus takut dengan nasib mereka yang ada didunianya.

"Sepertinya iya. Tapi aku takut." jawab Tomioka.

(Y/n) menautkan alisnya tanda tidak mengerti.

"Maksudku, kami adalah manusia-manusia yang dibuat melalui imajinasi kalian yang hidup didunia ini. Aku takut begitu aku kembali semuanya telah berakhir. Berakhir dengan kekalahan dipihak manusia."

"Tapi kau belum membaca manganya sampai habis bukan?" tanya (y/n).

Tomioka mengangguk, "aku tidak membacanya karena aku takut."

(Y/n) kembali diam begitupun Tomioka. Dan kembali meresapi percakapan keduanya.

(Y/n) sendiri merasa sedikit keberatan ketika tahu Tomioka pasti akan meninggalkannya disini. Menggeleng, (y/n) menepuk kedua pipinya.

Bukan, bukan seharusnya (y/n) merasakan keberatan dengan kepergian Tomioka nantinya. Untuk sekarang biarkan (y/n) menikmati waktu ketika Tomioka masih ada disini. Karena (y/n) tahu, ada orang lain yang berhak mendapatkan keberadaan Tomioka lebih darinya.

(Y/n) mengambil tangan Tomioka. "Ayo kita pulang."

Sebuah senyuman manis tersampir dibibir tipis (y/n). "Hari sudah malam."

Tomioka hanya mengangguk dan membiarkan tangannya ditarik (y/n). Rambut panjang (y/n) bergerak sesuai pergerakan tubuhnya.

Tomioka bisa mencium aroma manis yang menguar dari rambut (y/n). Tomioka merasakan rasa nyaman. Ada sedikit keinginan didalam hatinya untuk menyentuh dan membelai rambut halus (y/n).

Keduanya berjalan cepat menyusul (b/n) dan Sanemi yang terlihat menggerutu karena menunggu (y/n) dan Tomioka.

.
.
.

Beberapa hari sudah terlewatkan. Besok adalah hari pertama ujian penentuan kelulusan sekolah. Baik (y/n) maupun (b/n) keduanya semakin giat mempelajari kembali semua pelajaran yang telah lampau. Soal-soal bertebaran diatas meja. Penghapus, pensil dan rawutan terlihat terletak tak jauh dari keduanya.

Rumah (y/n) terasa tenang karena kedua orang dari dunia anime belum pulang sejak siang tadi karena pekerjaan paruh waktu. Jarum panjang sudah menunjukkan angka sepuluh, tapi Tomioka dan Sanemi masih belum menunjukkan batang hidung mereka.

Kekhawatiran meliputi (y/n) dan (b/n). Tak biasanya Tomioka dan Sanemi pulang terlambat.

(B/n) meletakkan pensilnya dengan kasar dan mengusap wajahnya pelan. "Bukankah seharusnya kita menyusul mereka berdua? Aku takut keduanya bertengkar ditengah jalan mengingat Sanemi sangat membenci Tomioka."

(Y/n) hanya menghela nafas, "kita tunggu sepuluh menit lagi, kalau keduanya masih belum pulang, kita susul keduanya."

(B/n) mengangguk pasrah dan kembali mengerjakan pekerjaannya.

Sepuluh menit berlalu begitu cepat. (Y/n) berdiri dan berjalan mendekati Vas bunga besar disamping meja ruang tengah. Tangannya mengeluarkan dua pedang milik Tomioka dan Sanemi yang dibungkus dengan kain hitam dan diikat dengan tali biru dan hijau.

(Y/n) memberikan pedang yabg diikat dengan tali hijau pada (b/n). Pedang-pedang itu berat dan (y/n) tak mungkin sanggup membawa keduanya secara bersamaan.

"Ayo."

(Y/n) diikuti (b/n) dibelakangnya berjalan cepat menuju cafe tempat Tomioka dan Sanemi bekerja.

Hari yang sudah malam ditambah suara pelan burung-burung menambah suasana suram disepanjang perjalanan.

(Y/n) berhenti sejenak memperhatikan sekitar. Aroma aneh tercium dihidung keduanya. (B/n) semakin memepetkan tubuhnya padan (y/n).

"(Y/n), kenapa berhenti? Disini gelap dan bau." bisik (b/n) mengguncang pelan bahu (y/n). "Ayo lanjut jalan lagi."

(Y/n) menaikkan tangannya, memberikan aba-aba untuk diam dan berhenti mengguncangnya. (Y/n) merasa sedikit aneh dengan suasana disekitarnya dan mengeluarkan pedang nichirin Tomioka.

(Y/n) mungkin tidak tahu bagaimana caranya menggunakan pedang dengan baik. Tapi setidaknya, kalau itu manusia bisa menghambat dan menakuti mereka sedikit.

Suara langkah kaki terdengar mendekat.

"Siapa disana?!" teriak (y/n) kalap.

"Suara itu! (Y/n)?!"

(Y/n) menatap kearah bayangan didepannya. Langkah kaki itu semakin mendekat hingga memunculkan sesosok dengan darah mengucur dimana-mana.

"Tomioka!!!"

.
.
.

T
B
C

Hayoo... Tomioka kenapa tuh? Kok berdarah-darah? :(

.
.
.

See you next chapter ^^

17 Juni 2020

[END] Kimetsu no Yaiba Reverse Isekai [Tomioka Giyuu x Readers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang