Jawaban -18

233 25 6
                                    

Seonghwa memperhatikan gadis itu dalam diam. Melihat gerak-gerik hingga detail terkecil yang dilakukan gadis tersebut. Perasaannya menghangat sekaligus tercubit. Sejak lama Seonghwa ingin menggapainya, memeluk dan mengusap kepala gadis itu dengan lembut. Tapi dia tak bisa. Bahkan sampai saat ini, saat jarak dia dengan gadis berparas ayu itu hanya berjarak beberapa meter. Dia tidak bisa.

Helaan napas berat--Seonghwa embuskan. Kemudian tersenyum tipis tatkala gadis itu menyadari kehadirannya.

"Maaf, saya terlambat lagi," tutur Seonghwa. "Barusan ada urusan mendesak," bohongnya. Padahal dia sudah lama datang, tetapi hanya asyik menatapnya dari jauh. Selalu seperti itu.

Dia duduk di hadapan gadis yang menjadi pemandangannya sejak beberapa saat lalu. Kemudian netranya jatuh pada memar di lengan gadis itu. Memar yang baru terlihat dari jarak sedekat ini.

"Tangan kamu kenapa, Ji?"

"Ah?" Minji--gadis itu--menatap lengannya, kemudian menatap Seonghwa dengan senyuman tipis. "Nggak apa-apa, cuma kecelakaan dikit kemarin, Kak."

"Serius nggak apa-apa?" tanya Seonghwa khawatir.

"Iya." Minji tersenyum lebih lebar hingga membentuk kerutan di sekitar matanya.

Seonghwa tersenyum tipis. Lega melihat Minji tumbuh dengan baik. Bahkan menjadi gadis cerdas dan cantik. Dia benar-benar sama seperti yang selalu Seonghwa bayangkan.

"Ada soal yang sulit?" tanya Seonghwa kemudian. Mendekat ke arah Minji beberapa inci.

"Ehm, nomor dua puluh, Kak. Ini." Minji menunjuk soal yang dimaksud.

Dengan sangat teliti, Seonghwa mengajarkan Minji memecahkan soal-soal tersebut hingga menemukan jawaban. Cukup lama, karena soal itu lumayan rumit. Tapi jawabannya tepat.

"Maaf nih, Kak, mau nanya. Kakak makan apaan, deh? Kok bisa jenius banget?" Ditambah ganteng pula. Batin Minji.

"Makan rumus," balas Seonghwa bercanda. Membuat gadis di depannya merengut tapi tak ayal tersenyum juga.

"Serius, Kak. Aku masih nggak paham, kok bisa-bisanya Kakak ngerjain banyak soal dengan sangat akurat, cepet pula."

"Ya, karena saya sering latihan. Semakin sering kamu nemuin soal, semakin sering kamu ngulik rumus. Maka semakin deket juga kamu sama mereka."

"Aku sering latihan juga, tapi tetep aja lemot perasaan," gerutu Minji yang masih bisa didengar Seonghwa hingga pemuda itu terkekeh dibuatnya.

"Nggak apa-apa. Semua butuh proses. Iya, kan?" Seonghwa mengedikkan dagu. "Ibarat kamu sama doi nih. Nggak bisa ujug-ujug kamu kenal dia. Butuh proses, pendekatan dalam waktu yang lama sampai kamu hafal seluk beluk dan sifat dia yang sebenarnya."

"Dalem banget perumpaannya." Minji tergelak ringan.

Seonghwa tersenyum hangat. Benar-benar, dia sangat rindu tawa Minji. Sejak lama dia ingin menyaksikan binar bahagia gadis itu dari dekat. Dan saat ini, akhirnya angan-angan tersebut terwujud. Seonghwa senang.

***

Sekolah sudah lumayan sepi saat itu. Sementara Seonghwa dan Minji baru saja keluar dari ruang kelas setelah mengerjakan beberapa soal yang Minji anggap sulit.

Keduanya berjalan di antara koridor yang panjang. Sesekali berbincang ringan diselingi tawa pelan.

Sebenarnya, Seonghwa yang lebih aktif bertanya. Seperti apa keseharian Minji di rumah, bagaimana tentang teman-teman di kelas, sampai bagaimana kehidupan lainnya di sekolah ini. Meski begitu, Minji nampak sedikit tertutup membicarakan dirinya. Seolah, dia membangun benteng yang sedikit sulit Seonghwa tembus.

"Aku sama kayak yang lain aja, sih. Nggak ada yang spesial." Jawaban Minji selalu tak jauh dari hal itu.

Semakin jauh dari kelas yang mereka tinggalkan, suara pantulan bola dan gumaman orang-orang mulai terdengar. Sepertinya ada beberapa siswa yang masih tinggal di sekolah.

"Bagus. Satu putaran lagi!"

Teriakkan itu terdengar diikuti oleh suara berat beberapa siswa dan langkah kaki mereka. Ternyata tim basket sedang latihan.

"Oh, Kak Namjoo!" panggil Seonghwa saat netranya menangkap senior yang dia hormati semasa orang tersebut masih sekolah di sini dan dia menjadi juniornya.

"Seonghwa? Baru balik?" tanya Namjoo, lelaki berbadan tinggi dengan paras tampan bersenyum manis tersebut.

"Iya. Kelihatannya latihan tim basket intens banget, mau ada turnamen lagi?" tanya Seonghwa, menatap lapangan di mana tim basket tengah melakukan pemanasan.

"Hm. Kurang dari sebulan lagi turnamen antar SMA." Namjoo mengedikkan bahu. Kemudian netranya tertuju pada Minji yang berdiri diam sambil menatap lurus lapangan. "Ini siapa? Kayak baru lihat. Gebetan?" Namjoo tersenyum penuh arti menatap Seonghwa.

Pemuda Park itu tertawa ringan. "Ah, bukan. Ini Choi Minji. Yang bakal ikut OSN Fisika gantiin gue, Kak."

Minji mengalihkan tatapannya dari lapangan, menatap Namjoo dan tersenyum kecil. "Halo, Kak," sapanya berusaha ramah.

"Kirain gebetan baru. Cantik soalnya." Namjoo mengangguk sopan. "Halo, Minji. Hebat ya, udah cantik, pinter juga. Udah punya pacar?"

Minji terkekeh pelan. Antara terganggu dengan pertanyaannya, atau mungkin malu.

"Anak-anak basket pada cakep. Nggak mau milih di antara mereka gitu?"

Kali ini tawa Minji terdengar agak jengkel dengan tatapan tertuju pada sosok yang berjalan ke arah mereka.

"Dia maunya sama pelatihnya, lha. Orang lo yang paling cakep."

Seonghwa menatap Yunho yang baru datang kemudian duduk di pinggir lapangan di dekat mereka. Sedikit mengernyit menyadari mata kanan pemuda itu nampak membiru. Cara dia berjalan juga kelihatannya tidak baik-baik saja. Mungkin, dia baru saja mengalami insiden kecelakaan? Entahlah.

"Ya, nggak apa-apa kalau Minji-nya mau. Asal jangan sama lo. Nanti cuma dimainin terus ditinggalin." Namjoo berdecak disertai nada canda.

Yunho nampak mencibir, tetapi lantas tertawa kecil. "Minji baru mau balik? Gue anter jangan?"

"Modus." Namjoo mencibir. Sedangkan Seonghwa hanya tersenyum tipis.

"Gak. Makasih." Minji membuang muka. Seonghwa jadi berpikir bahwa hubungan mereka kurang baik. Pasalnya bukan hanya sekali dia melihat Minji bersikap tak ramah pada Yunho. Hampir di setiap kesempatan malah.

"Dih, galak."

"Kak, aku pulang duluan, ya. Udah sore." Minji beralih kembali pada Seonghwa. Mengabaikan selembar Yunho yang sudah polem ganteng.

"Saya antar aja, boleh?"

"Eh, rumah kita nggak searah, Kak."

"Nggak apa-apa."

"Ah, ya udah. Boleh."

Dan, seringan itu jawaban Minji jika bukan Yunho yang bicara.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Thantophobia▪️ATEEZ YunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang