PROLOG

831 69 3
                                    

Bunyi nafas yang terengah-engah bercampur dengan gesekan tergesa-gesa alas kaki dengan rumput-rumput hijau. Peluh menetes membasahi wajah penuh teror laki-laki itu. Dari belakangnya, muncul suara-suara menggeram seperti geraman binatang buas tapi kontras dengan keganasannya itu, gesekan-gesekan kaki pada rumput yang terdengar dari mereka sangatlah pelan dan halus.

Tidak! Tidak! Siapa saja!

"Tidak adakah orang di sekitar sini?!" seru anak muda itu sia-sia. Malah itu memperparah situasi.

Suara geraman dan gesekan pada rumput itu mulai bermunculan dari arah depannya juga, menuju ke arahnya dengan pelan.

Sial!

Umpatnya lalu bergegas berbelok ke samping, menjauhi jalan utama yang biasa dilewati di dalam hutan itu. Pohon-pohon semakin lebat dan jalanan semakin sulit untuk dilewati.

Lebih parahnya lagi, bukannya berkurang, suara-suara geraman itu malah semakin bertambah – antara akibat dari gema yang dihasilkan hutan itu atau memang jumlah mereka benar-benar bertambah.

Apa yang terjadi?! Batinnya penuh dengan kebingungan.

Tanpa ia sadari, jalanan yang penuh rumput semakin gersang dan hingga akhirnya tidak ada rumput sama sekali yang tumbuh di atas tanah. Udara di sekitarnya pun terasa lebih berat dari biasanya. Seperti ada sebuah lapisan yang mencegah cahaya matahari menusuk sampai ke tanah, sekelilingnya terlihat redup dan suram walaupun matahari terlihat dengan jelas sedang bersinar di atas langit.

Matanya terbelalak lebar ketika menemukan dinding tinggi dari tanah yang kokoh menutupi jalannya. Jalan buntu?! Bagaimana ini?!

Terlalu sibuk dengan pikirannya, ia tersandung oleh batu besar yang tertancap di atas tanah. Keluhan sakit dan umpatan keluar dari mulutnya. Detak jantungnya berdebar semakin kencang.

Aku harus cepat! Begitu ia berusaha bangun, kakinya tidak mau terangkat. Sepertinya terkilir atau patah. Melihat keadaan ini, wajahnya semakin memucat.

Seperti mau memperburuk keadaan, suara geraman yang banyak itu terdengar sangat dekat. Dalam hitungan detik, makhluk-makhluk berbentuk manusia berkulit seputih salju berjalan keluar dari balik pohon-pohon yang lebat. Mereka begitu kurus hingga tulang-tulangnya terlihat dengan jelas seperti daging mereka telah tersedot keluar. Mata mereka berwarna merah menyala dan rambutnya yang panjang dan kusut juga seputih salju. Walaupun jalannya sangat lambat, tapi anak muda yang tidak bisa melarikan diri itu pasti akan tertangkap oleh makhluk-makhluk menjijikkan itu.

Sambil berjalan pelan, cairan-cairan dari mulut mereka yang terbuka lebar jatuh ke tanah menimbulkan suara 'cess' dan asap di tanah itu.

Apa itu?! mengerikan! Batin laki-laki itu bergidik ngeri. Ia belum pernah melihat makhluk-makhluk seperti ini sebelumnya.

"Pe—pergi! Ja—jangan mendekat!" serunya sambil melambai-lambaikan lengannya untuk mengusir mereka.

Salah satu dari makhluk itu menangkap pergelangan tangan anak muda itu membuat ia berteriak keras. Tangannya seperti terbakar tanpa alasan.

"Ti—tidak! Pe—pergi! PERGI!!" teriak pria itu histeris dengan air mata yang berlinang.

Hal selanjutnya yang terjadi seperti sebuah adegan yang di slow motion. Makhluk-makhluk itu merayap ke atas pria itu dan mulai menggigit beberapa bagian badannya, mengeluarkan teriakan yang menyedihkan. Darah segar mulai menggenang di sekitar pria itu. Teriakannya semakin keras dan semakin menyedihkan hingga akhirnya suara teriakan pun sudah tidak sanggup pria itu keluarkan.

Namun, sesaat kemudian, sesuatu yang hitam bagaikan angin topan dengan ketajaman yang luar biasa menebas makhluk-makhluk itu dan membakar mereka hingga menjadi abu.

Yang tersisa hanyalah anak muda yang sudah tidak bernyawa itu.

"UGH!"

Tiba-tiba, tubuh anak muda itu tersentak bangun. Mulutnya memuntahkan darah dari dalam tubuhnya. Matanya yang beiris biru, menggelap, memekat menjadi warna hitam dengan sedikit pigmen merah di dalamnya.

Anak muda itu bangun dengan wajah kebingungan. Ia mengecek tangannya yang berkulit putih, tubuhnya yang ramping mengenakan kimono berlengan lebar yang berwarna putih dan pakaian bagian luarnya yang tidak berlengan berwarna biru. Pengikat pinggang yang lebar dan pengikat rambut yang panjang juga berwarna biru dengan motif-motif corak bunga yang berwarna putih. Di ujung lengan lebarnya juga terdapat corak bunga yang sama berwarna biru. Setelah itu, ia meraba-raba wajahnya dan meringis ketika tangannya menyentuh lukanya.

"Ini ... apa yang terjadi? Aku ... bukannya sudah mati?"

-----

Terima kasih sudah membaca :)

Terima kasih juga untuk Vote & Commentnya

See you next Thursday~~

Searching for the Truth [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang