09

16.1K 2.1K 232
                                    

"Pakde, ayo jayan-jayan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pakde, ayo jayan-jayan."

.

Vote, komen, dan share jika kamu suka
Terima kasih dan selamat membaca 💕

•°•°•

BERDASARKAN nasihat Hanafi, kencan pertama itu penting bagi perempuan. Sangat penting dan akan membekas. Kencan pertama adalah cerminan kencan-kencan selanjutnya. Di situlah pentingnya memilih tempat kencan pertama yang istimewa.

Prabu sangat percaya diri dengan pilihannya membawa Paras dan Taksa ke pasar malam dekat kantor kecamatan itu. Terakhir kali dia ke sana, pasar malam yang diadakan seminggu sekali itu meninggalkan kesan menyenangkan. Lampu gantung warna-warni memanjakan mata setiap kali dia menengadah. Permainan baik atraksi maupun karnaval yang variatif meskipun dalam skala kecil. Penjaja aneka makanan tersedia ke manapun mata memandang. Hiruk-pikuk pengunjung adalah bukti nyata keseruan menjelajahi pasar malam rakyat ini.

Paras pasti senang. Lagipula lokasinya dekat; Prabu tidak harus mengikuti arus macet malam Minggu yang sumpek itu.

Tapi Prabu lupa, itu semua dua puluh tahun yang lalu.

Prabu melompat keluar dari mobil lalu seketika kepercayaan dirinya melorot ke mata kaki. Pasar di hadapannya bukan lagi pasar malam yang dulu. Sepi. Sangat sepi. Lebih sepi dari hati Prabu yang sudah menjomlo 35 tahun. Brio silver Hanafi adalah satu-satunya mobil yang terparkir bersama tiga sepeda motor. Dan percayalah, bunyi jangkrik terdengar lebih nyaring ketimbang pasar mati ini.

Prabu memucat.

Ini bukan pasar malam. Ini pasar hantu.

"Ras." Prabu berputar cepat mencegah Paras dan Taksa turun. "A-ayo cari tempat lain."

Kening Paras berkerut.

Prabu tak dapat menahan lagi karena Taksa ingin turun dan Paras mengikutinya masuk pasar. Kecemasan melanda Prabu saat berjalan di belakang mereka. Menyadari keanehan pria itu, Paras meraih lengan Taksa agar tidak hilang lantas mendekati Prabu.

"Kenapa, Mas?" Paras tersenyum berbinar. "Ayo, dong."

"Ta--"

"Ayo, Pakde, mau naik itu."

Taksa menunjuk sebuah odong-odong tua dengan satu tangannya yang bebas. Prabu meringis pasrah, terlebih saat ibu dan anak itu menyeretnya menghampiri pemuda penjaga odong-odong.

Hanya dengan sepuluh ribu rupiah per orang, ketiganya dapat menaiki odong-odong untuk satu putaran pasar. Taksa memilih duduk sendiri di bangku pengemudi, sedangkan Paras dan Prabu dia perintah untuk duduk di belakang.

TERSIPU (Tersandung Cinta Sepupu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang