Vote, komen, dan share jika kamu suka
Terima kasih dan selamat membaca 💕•°•°•
KADANG, Paras pikir, hidup hampir tidak pernah berlaku adil terhadapnya. Namun pikiran sempit semacam itu hanya mengungkungnya dalam amarah yang membuang energi percuma. Penyakit hati tidak seharusnya dipelihara. Karena itu seringkali Paras memaklumi keadaan dan dengan lantang menyatakan, 'ya, memang aku seperti ini. Mau bagaimana lagi.'
Dengan begitu, Paras lebih mampu memaafkan kekurangan dirinya. Kekurangan di matanya, di mata keluarga, dan semua orang.
Jika Efendi dan Rosa tidak menginginkannya sebagai menantu apakah mereka salah? Tidak. Tidak sama sekali. Kesalahan memang ada pada Paras yang jauh di bawah standar restu mereka. Setiap orang tua berhak menetapkan standar segala aspek demi kebaikan anak. Sesederhana itu. Kalau Paras tidak memenuhi, maka sudah.
Paras mengerti.
Paras mengurai jemarinya yang masih dalam rangkuman Prabu, perlahan, namun pasti. Pria itu menengadah. Paras menemukan sepasang mata redup itu, dan selalu saja, dia ingin berusaha menghidupkan sinarnya lagi. Kali dia akan melakukannya namun bukan sebagai kekasih.
"I love you, too." Paras tersenyum, membingkai sisi wajah Prabu yang ditumbuhi rambut-rambut halus. "Tapi Mas bukan prioritasku. Maaf."
Prabu menahan jemari kecil itu tetap di wajahnya. "Sekolah lah. Belajar lah. Lakukan dan jadi semua yang kamu mau; aku cuma mau kamu ada di hidupku, Ras."
"Kuliah sambil nikah nggak segampang kedengarannya, Mas. Aku belum pantas untuk saat ini. Nggak sekarang." Paras mengacak ringan rambut Prabu. "Aku perlu memantaskan diri."
"Jangan menilai sendiri. Kamu sudah pantas untuk aku."
"Aku memantaskan diri bukan karena Mas. Aku mau menaikkan worth ku, untuk aku sendiri. Bukan karena Mas, bukan karena keluarga kita, untuk aku sendiri. Aku ingin mandiri di atas kaki sendiri."
Prabu bergeming. Lama.
Sepasang mata hitam itu menegaskan kesungguhan melalui kalimat sederhana. Paras ingin melebarkan sayap; Prabu tahu betul. Prabu tidak mempermasalahkan jika Paras ingin meraih asa itu namun ketakutannya hanya satu: Paras terbang terlalu tinggi; jauh dari jangkauannya; pergi tanpa berpaling lagi walau hanya sekadar mengucap selamat tinggal.
Belum pernah Prabu sejatuh ini. Belum pernah.
Kepalanya lunglai. Mengecupi tangkupan tangan dingin Paras yang mengusapi cambangnya dengan ibu jari.
"Kamu manis. Kamu baik hati. Kamu tangguh. Aku pusing harus gimana supaya nggak makin tergila-gila sama kamu."
Paras tersenyum. "Yang lebih dari aku banyak. Di antara calon-calon pilihan Bude ada, kok. Bude pasti memilih yang terbaik untuk Mas. Mas cuma perlu buka hati."
"Jangan paksa aku melupakan kamu. Sakit."
"Jangan paksa aku terima Mas lagi. Rumit."
Prabu menengadah kembali. Terutama, karena kali ini Paras mundur, benar-benar mengurai dan melepas jemarinya dari Prabu. Melepas semua jalinan rasa mereka. Melepas pria itu kepada hati baru yang suatu hari akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERSIPU (Tersandung Cinta Sepupu)
General Fiction[TERBIT] Jika kamu: (1) punya sepupu lawan jenis sejak kecil, (2) kalian nggak ketemu dalam waktu lama, (3) sekalinya ketemu sudah sama-sama dewasa dan sialnya dia jadi cakep sehingga kamu cuma bisa membatin hina, "ya Tuhan, kenapa dia harus sepupuk...