30

15.1K 2.3K 368
                                    

Bismillah dulu.

•°•°•

SOPIR pribadi keluarga Tanudiraja adalah seorang pria baik-baik yang tidak mengerti apakah dia hanya iba atau jatuh cinta pada menantu majikannya yang kerap menjadi sasaran kekerasan sang suami. Paras mengambil keuntungan dari entah-perasaan-apa itu untuk mengeluarkannya dan Taksa dari neraka mewah Tanudiraja. Pria yang lebih melek teknologi daripada Paras tersebut bersedia membantu instalasi kamera tersembunyi di kamar Paras. Berkat pria itu, Paras memiliki koleksi video kekerasan brutal yang dia alami sebagai alat bukti.

Setelah mendapat tanda tangan Reksa di atas selembar surat cerai, Paras yang tidak punya apa-apa kecuali Taksa hanya dapat mengucap 'terima kasih' bersama senyum sebagai balasan untuk pria itu. Demi kebaikan bersama, keduanya memutuskan untuk tidak saling mengenal lagi sebagaimana mestinya.

Darah Reksa terkuras habis ketika Paras memainkan salah satu bukti di mana dia menyodomi perempuan yang saat itu masih berstatus istri sahnya. Perempuan itu sudah kehabisan tenaga bahkan untuk sekadar menangis, namun kakinya terus ditampari besi hanger baju agar mau menegakkan bokong.

Paras dengan sengaja menjaga jarak aman 2 meter dari keluarga Candra Diwangsa agar disturbing video ini tidak terlalu kentara. Namun seruan amarah bersahutan-sahutan dengan tangis kesakitan mencengkram semua pendengarnya dalam kengerian. Kecuali--tentu saja--Paras yang terbiasa karena telah menonton semua video amoral tersebut puluhan kali sebelum memutuskan ancamannya pada Sandi Tanudiraja.

"Darimana... kamu..."

"Aku belajar dari keluarga kamu, Mas," potong Paras, tetap serak meski air matanya telah kering. "Aku belajar dari keluargamu bahwa untuk menang mutlak dalam suatu perkara, aku harus punya bukti sah. Pengakuan dan sumpahku di pengadilan saja sudah termasuk bukti sah, Mas, tapi itu semua bukti nggak langsung. Kalau cuma modal pengakuan dan sumpah Papamu bisa mengalahkan aku dengan mudah. Aku butuh bukti langsung yang nggak bisa dibantah. Salah satunya informasi dan dokumen elektronik." Paras meremat ponselnya lebih erat. "Video ini bisa."

Satu sudut bibir Reksa terangkat. Harus melawan. Tetapi otaknya telanjur lebur hingga hanya tawa sengau yang keluar darinya.

"Aku punya 45 video seperti ini, Mas, dari 15 kejadian yang berhasil aku ambil. Masing-masing dari 3 sudut berbeda supaya muka kamu kelihatan jelas. Aku ancam Papa kamu dengan ini dan ini berhasil. Aku bisa hancurin kalian dengan sekali unggah di sosmed. Kalaupun aku kalah di meja hijau karena nggak punya backing hukum kalian tetap nggak mungkin selamat dari sanksi sosial, Mas. Mau gimana pun pasti aku yang menang. Aku harap kamu bisa mikir pinteran sedikit dan pergi selamanya dari aku sama Taksa. Pergi baik-baik dan aku izinkan keluarga kalian tetap utuh."

Reksa mengembuskan napas panjang yang sejak tadi terperangkap di paru-parunya.

"Kamu nggak bisa, Sayang. Kamu bisa ancam Papaku, tapi nggak dengan aku. Kamu penakut. Dari dulu kamu penakut--I know you. Orang-orang akan memandang rendah kamu. Masih banyak yang jauh lebih menderita daripada kamu. Kamu mau ngapain? Kamu akan masuk Lamtur dan viral sebagai pencari belas kasihan. Paling banter diundang podcast Deddy Corbuzier. Selebihnya kamu cuma tukang drama yang lagi pansos. That's it."

Paras menarik ponselnya. Menghentikan video di mana Reksa menjambak rambutnya, dan dia ingat saat itu terasa seakan kulit kepalanya dirobek hingga terbuka. Bibirnya tersenyum saat memandangi adegan itu.

"Ya, Mas. Aku penakut." Ibu jarinya bergulir membuka sebuah aplikasi media sosial. "Aku takut karena belum viral pun, aku sudah dipandang sebelah mata sama orang-orang di sekitarku. Aku ini perempuan rusak." Dia mengetik caption post baru. "Kalau orang sekitarku bisa mikir begitu, apalagi netizen yang terhormat dengan segala komentar maha benar." Dia melampirkan semua video dari sebuah folder bernama 'X' di Gallery. "Tapi jempol netizen bukan yang paling aku takuti."

Paras mengangkat ponselnya kembali dengan telunjuk bersiap pada button 'send'.

"Aku paling takut sama kamu, Mas. Saking takutnya aku pengin bunuh kamu."

Reksa terhenyak.

Namun belum sempat dia menutupi ketakutannya, Paras lebih cepat menekan layar. Reksa gelap mata. Akalnya mati. Dia menyeruak menerjang Paras tetapi sebelum itu terjadi seseorang menerkam tubuhnya dan mereka terjatuh.

Prabu melompat bangun. Merenggut kerah kaus Reksa dan mengayunkan tinju tepat di rahang bawah pria itu dengan segenggam bara amarah. Tubuhnya terpelanting namun Prabu tak bisa berhenti. Dia mengangkat kaus lawannya lagi dan kali ini menghantam ulu hati. Sekali lagi. Lagi. Bertubi-tubi dan tak memberi Reksa kesempatan pulih dari disorientasi.

Efendi dan Purnomo yang kewalahan memiting Prabu di kanan-kiri akhirnya berhasil memisahkan setelah Prabu melempar tinju penutup yang meremukkan hidung Reksa. Si korban terjerembap tanpa sempat terhuyung. Melolong kesakitan, tersedak hebat, memuntahkan darah tepat di depan kaki Paras.

Punggung Paras membentur dinding saat kakinya mundur menjauh. Dia membekap mulut mencerna semua kekacauan di depan mata. Prabu lepas kendali. Ibunya terisak ketakutan. Reksa muntah darah. Tetapi anehnya pria itu masih bisa menghimpun kekuatan untuk bangkit dengan berpegang pada kaki meja.

Terhuyung menyeka darah di wajah, Reksa kemudian menunjuk Prabu.

"Siapa tadi... Prabusena?" Napasnya terengah lantas merapat di dinding. "Aku bisa tuntut kamu."

"Mas Reksa."

Paras menghadapi Reksa lagi. Menatap dingin hidung patah dan rahang miring hasil karya Prabu. Hatinya tertawa miris mengingat bagaimana dia di masa SMA pernah sangat memuja pria setan ini.

Paras mengangkat ponselnya lagi. Tersenyum.

"Belum aku send, Mas. Tenang aja."

Reksa memelotot, tetapi pandangannya justru mengabur.

"Mas mau tuntut Mas Prabu? Mas tuntut Mas Prabu artinya Mas delivery video-video ini ke pengadilan dengan tangan sendiri."

Reksa memejam sakit. "Ras... please." Air mata mengalir tanpa dia sadari. "Please..."

Paras hanya bergeming ketika Wiryawan menyeret paksa Reksa keluar dari cottage. Mantan suaminya itu menolak kenyataan dan menangisi nama Paras. Tangisan itu perlahan menghilang karena jarak.

Paras tidak pernah tahu dirinya bisa setangguh ini melawan Reksa.

Namun semua keberanian yang dia kerahkan barusan memerlukan energi yang tidak sedikit. Kini kekuatan itu habis. Dia kembali jatuh di atas kedua lutut. Bersujud di karpet memeluk diri. Tangisnya pecah membelah kehampaan malam yang tersisa setelah kepergiaan Reksa.

Seluruh sesak dan lelah dia keluarkan bersama air mata. Tanpa dibendung, tanpa ditahan.

Prabu melepaskan diri dari Efendi dan Purnomo. Berlari lantas bersimpuh meraih perempuannya. Mendekap tubuh terguncang itu lebih lebih hangat, lebih erat, lebih dalam dari yang sebelumnya disaksikan keluarga Candra Diwangsa.

Dan kali ini, tidak seorang pun dari keluarga Candra Diwangsa yang tergerak untuk memisahkan keduanya.

•°•°•

Kusatsu, Shiga, 6 Juli 2020

TERSIPU (Tersandung Cinta Sepupu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang