Vote, komen, dan share jika kamu suka
Terima kasih dan selamat membaca 💕•°•°•
DITERIMA. Satu kata senilai satu juta energi untuk Paras pagi ini.
Dia berlari keluar kamar menghampiri Suci yang sedang menemani Purnomo mencuci mobil di halaman depan. Setelah sebulan yang lalu menjalani tes program beasiswa Universal Culinary Academy di Surabaya, sebuah email yang menyatakan bahwa dia diterima akhirnya datang. Sudah masuk tadi malam tetapi Paras baru membuka inbox nya pagi ini.
"Alhamdulillaaah!" Suci melompat memeluk putrinya. "Selamat, Nduk. Selamat! Jadi ngambil ini, 'kan? Ini jurusan apa tapi? Kamu masak apa?"
Paras tertawa kecil. "Belum. Penjurusan di tahun kedua. Tahun pertama masih general culinary art gitu, Bu. Paras cocok masuk department mana nanti yang nentukan sekolahnya."
"Hmm. Katanya nanti langsung ditempatkan, Nduk? Di mana?"
"Paras ndak tahu, Bu." Dia mengangkat bahu. "Bukan ditempatkan, cuma direkomendasikan ke sini atau ke situ. Bisa restoran, hotel, industri makanan, pesiar... bisa dalam atau luar negeri juga."
"Mana emailnya, Ras?" tanya Purnomo selesai menggulung selang dan menggantungnya di dinding.
Paras tersenyum lebar memperlihatkan ponselnya. "Boleh, ya, Pak?"
Tetapi setelah memerhatikan sesaat, Purnomo membalas dengan senyum lesu. "Apa jadi tukang masak itu kerjaan yang menjanjikan, Nduk?" Lalu seketika juga senyum Paras luntur.
"Mas..." Suci mengembus gerah.
"Kamu 'kan juga bilang, Dek, Paras ini ibu tunggal. Ndak ada suami. Dan ndak mungkin bergantung sama kita terus. Kalo bisa cari pendidikan yang lebih menjanjikan, kayak Wiwit, misalnya. Bapak ndak papa Paras suka masak, tapi apa sekolah masak ini bisa jadi jaminan finansial ke depan, Nduk?"
"Ta-tapi Paras lihat profil lulusannya bagus-bagus, kok. Chef yang sering di TV setiap Minggu pagi, yang Ibu suka nonton, dulu alumni akademi ini, Pak."
"Yo ndak mungkin alumni yang ndirikan tenda warkop di pengkolan disebut juga, Ras."
Paras tersenyum, samar.
Naluri Suci sebagai ibu terusik saat menyadari hati Paras menciut karena sindiran Purnomo. Dia melayangkan tatapan dingin pada sang suami.
"Mas. Kata Mbak Rosa Paras berbakat di situ dan Paras memang berminat. Mbok ya di support aku yakin Paras itu bisa, jangan meremehkan kemampuan anak."
Purnomo berdecak skeptis. "Justru itu." Dia menatap istri dan putrinya bergantian. "Gawe opo (buat apa) kamu dulu SMA masuk IPA kalo cuma masuk sekolah kuliner? Kamu ngerti sekolah kuliner dari Budemu, 'kan, Ras? Budemu ndak mau kamu di Malang. Kamu diusir secara halus dari Malang."
"Ojo nuduh sembarangan, Mas. Suuzon ae!" geram Suci muak dan segera beralih meraih kedua bahu Paras. "Ndak papa. Ndak ada hubungannya IPA-IPS asal Paras punya bakat dan minat di situ, Ibu restuin Paras ngambil kuliner. Rejeki ndak akan ketuker asal Paras ikhtiar sama doa. Yang ngatur Allah bukan Bapakmu. Titik."
KAMU SEDANG MEMBACA
TERSIPU (Tersandung Cinta Sepupu)
General Fiction[TERBIT] Jika kamu: (1) punya sepupu lawan jenis sejak kecil, (2) kalian nggak ketemu dalam waktu lama, (3) sekalinya ketemu sudah sama-sama dewasa dan sialnya dia jadi cakep sehingga kamu cuma bisa membatin hina, "ya Tuhan, kenapa dia harus sepupuk...