“Bego lo Baal.” Iqbaal sedari tadi memaki diri sendiri, bagaimana bisa ia kelepasan mencium (Namakamu) tadi, okelah. Jika saja (Namakamu) adalah pacarnya, tapi kenyataan bahwa (Namakamu) hanya teman berhasil menampar Iqbaal.
TEMAN
TEMAN.
MEREKA HANYA TEMAN.
Iqbaal mengusap wajahnya kasar, sekarang apa yang harus ia lakukan. Ia hanya menatap ponselnya, sedari tadi ia berniat mengirim pesan untuk (Namakamu), namun belum menemukan kata yang pas untuk menyelesaikan situasi mereka sekarang.
“Baal, ada Bella tuh.” Bunda muncul dari balik pintu kamar Iqbaal yang baru saja terbuka.
“Kenapa Bun?”
“Kok kenapa sih? Salah apa kalau Bella kesini?” balas Bunda.
“Eh—yah enggak sih.”
“Mau turun ke bawah, atau Bella yang kesini?” tanya Bunda.
Iqbaal segera menggeleng, “Aku yang ke bawah.”
Sebisa mungkin, walaupun Iqbaal dan Bella bersahabat. Iqbaal selalu membatasi Bella untuk masuk ke kamarnya, kecuali ketika Iqbaal sakit atau ada keadaan mendesak yang mengharuskan Bella masuk ke kamar itu.
“Hey.” Sapa Iqbaal pada Bella yang sekarang sedang duduk di sofa depan televisi.“Tadi, pulang sekolah jam berapa?” tanya Bella langsung.
“Kenapa emang?”
“Gak papa. Heran aja, kenapa kamu malah nyuruh aku pulang duluan.” Jawab Bella.
“Eh itu, ada pertemuan anggota club futsal dulu tadi setelah pulang sekolah.” Jelas Iqbaal.
Bella mengangguk paham, “Jalan yuk.”
“Kemana?” tanya Iqbaal.
“Ke Lippo Plaza aja gimana? Kita nonton di sana.”
“Emang ada film yang bagus?”
“Ada. Judulnya antologi rasa.” Jawab Bella sembari tersenyum.
“Ceritanya tentang apa?”
“Tentang cowok dan cewek yang sahabatan dan akhirnya saling suka.” Jawab Bella enteng.
“Oke deh.” Balas Iqbaal santai. Tampak tidak terpengaruh dengan penjelasan Bella.
“Semoga kita juga gitu.” Ucap Bella pelan, namun masih dapat terdengar oleh Iqbaal.
“Hah?”
“Eh, enggak. Buruan sana ganti baju.” Suruh Bella.
“Oke.”
*
(Namakamu) terus saja mendumel pada Bastian yang kini menarik-narik tangannya, mengukuti langkah cepatnya.
“Bas, gue kan udah bilang. Gue rasanya mau demam, abis kehujanan tadi.” Ucap (Namakamu).
“(Nam…), gue benar-benar butuh bantuan lo oke. Bella ulang tahun 2 hari lagi.” Balas Bastian.
“Ya terus?”
“Bantuin gue nyari kado lah buat dia.”
(Namakamu) menghelah napas jengah. Apakah ia saja yang belum mendapatkan kebaikan pada diri Bella? Kenapa gadis itu dikelilingi cowok-cowok yang begitu menyayanginya.
“Lo yakin Bella mau nerima itu?” tanya (Namakamu).
Bastian tersenyum, “Usahain aja dulu.”
“Serah lo deh, abis ini traktir gue makan yah.”
“Siap.”
Sebenarnya (Namakamu) tidak terlalu merasa keberatan dengan ajakan Bastian sekarang. Karena jika hanya berdiam diri di kamarnya, ia hanya akan terus memikirkan kejadian tadi sore, dimana Iqbaal menciumnya begitu saja. Mengingat itu pipi (Namakamu) langsung memanas, namun mengapa belum ada sama sekali pesan dari Iqbaal? Apakah cowok itu tidak akan memberinya penjelasan lebih?
Dan sepertinya semesta sedang bermain, ketika ekskalator membawa (Namakamu) dan Bastian menuju lantai 3 Lippo Plaza, (Namakamu) melihat Iqbaal yang sedang menemani Bella memesan minuman di salah satu kedai. Iqbaal juga menatapnya, namun detik berikutnya (Namakamu) langsung mengalihkan pandangan. Tentu saja Iqbaal tidak akan mengiriminya pesan, cowok itu sedang bersama Bella.
(Namakamu) salah kalau berharap ciuman itu akan mengubah hubungan mereka. Iqbaal hanya memberinya satu lagi kenangan yang akan diingatnya.“Bas, kepala gue benar-benar pusing. Cari kadonya besok aja yah.” Ucap (Namakamu), untunglah Bastian tidak melihat Iqbaal dan Bella tadi.
“Lho, gak makan dulu?”
“Di rumah aja.”
“Ya udah deh, ayo.” Akhirnya Bastian merangkul bahu (Namakamu), membimbingnya untuk menuju ekskalator yang membawa mereka ke lantai bawah.
Kenapa menyukai Iqbaal harus sesesak ini?
*
(Nam…), gue ada di depan rmh lo. Bisa temuin gue?
(Namakamu) yang baru saja membaca pesan dari Iqbaal itu, langsung berjalan menuju jendela, membuka tirainya dan melihat ke arah gerbang. Benar saja, Iqbaal ada di sana. Tapi untuk apa ia kesini?
Buru-buru (Namakamu) keluar kamar dan segera menghampiri Iqbaal.
“Ayo, masuk aja ke rumah.” Ajak (Namakamu) ketika ia barusaja berdiri di hadapan Iqbaal.
“Gak usah, gue gak lama kok.” Jawab Iqbaal.
“Kalau gitu, kenapa? Kenapa bela-belain ke sini? Bukannya tadi lo bareng Bella?” tanya (Namakamu).
“(Nam…), masalah ciuman gue ke lo---“
Belum sempat Iqbaal menyelesaikan ucapannya, (Namakamu) sudah menghentikannya dengan perkataan yang berhasil membuat Iqbaal lemas, “Mari lupain itu. Gue bakal anggap itu gak pernah terjadi, dan gue harap lo juga.”“Kenapa?”
“Kita sama-sama tahu Baal, kalau seharusnya itu gak terjadi.”
“Tapi, gue gak nyesal nyium lo (Nam…)!”
Sekarang (Namakamu) yang susah menyangga tubuhnya. Ia merasa lemas.
*
Tarik ulur terusssss hahahaha. Makasih yah vote dan komentarnya. Jujur aja cerita ini sempat malas aku lanjutin, tapi pas dapat vote yang kadang tembus 50+, aku jadi semangat lagi. Jadi aku harap kalian jangan bosen tinggalin vote dan komentar yah biar part selanjutnya bisa update tepat waktu. Makasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Tuan Iqbaal (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan)
FanficIqbaal dan (Namakamu) sadar ingin bersama, tapi tak bisa apa-apa. Iqbaal menyukai (Namakamu), begitu pun sebaliknya. Tapi, mengapa selalu ada Bella di antara mereka?