18. Rencana

524 105 4
                                    

Halo, ada yang kangen? Ehe. Happy Reading, ya.

***

Hari-hari akhir semester kelas XI mulai terasa sibuk. (Namakamu) dan yang lainnya minggu ini mulai disibukan dengan ujian semester akhir.

Hubungannya dengan Iqbaal masih seperti biasa. Saling sapa namun tidak pernah lebih, tentu saja karena Bella selalu tetap menengahi.

Setelah ulangan mata pelajaran terakhir untuk hari ini (Namakamu) memutuskan menunggu Bastian di parkiran sekolah. Sebelumnya ia sudah mengabari Bastian, dan cowok itu membalas bahwa ia akan segera menghampirinya.

Setelah bosan memainkan ponsel di tangannya, (Namakamu) mendongak menatap ke arah sekeliling parkiran. Sudah banyak siswa-siswi yang bersiap pulang bahkan parkiran motor sudah mulai terlihat lenggang.

Pandangan (Namakamu) langsung terfokus pada dua orang yang sedang berjalan beriringan menuju parkiran 2 yang jaraknya cukup jauh dari tempatnya sekarang. Ia menghelah napas kasar, sesering apa pun ia melihat Iqbaal dan Bella bersama, gadis itu sama sekali tidak bisa mengontrol rasa sesak di dadanya. Walaupun Iqbaal selalu menyakinkan dirinya kalau ia tidak mempunyai perasaan terhadap Bella, tetapi sejujurnya tidak bisa (Namakamu) pungkiri kalau ia merasa khawatir. Khawatir kalau perlahan Iqbaal menyukai gadis itu.

Seakan  jalan beriringan saja tidak cukup. (Namakamu) harus melihat Iqbaal memasangkan helm di kepala Bella. Buru-buru (Namakamu) mengalihkan tatapannya. Ia rasa cukup untuk hari ini.

Sejujurnya jika ia menjadi Bella, tentu saja ia juga akan merasa baper terhadap semua perlakuan Iqbaal. Walaupun jantung Iqlima, kembaran Iqbaal, ada dalam tubuh Bella, tetap saja Bella bukanlah Iqlima.

"Ayo," ucap Bastian yang baru saja tiba di tempat itu.

(Namakamu) mengangguk, lalu meraih helm yang digantungkan pada kaca spion motor Bastian dan langsung memakainya. Perasaannya saat ini benar-benar sesak. Kalimat-kalimat menenangkan yang sering diucapkan Iqbaal padanya luruh begitu saja. Semua terasa seperti omong kosong yang siap menghujam jantungnya kapan saja.

*

Sore ini (Namakamu) dan Salsha sudah membuat janji akan ke toko buku bersama. Mencari beberapa novel terbaru dan beberapa buku kelas XII yang akan mereka gunakan nanti.

Beberapa menit lalu, Salsha sudah mengiriminya pesan kalau gadis itu sudah on the way ke toko buku di mana mereka membuat janji. Dengan terburu-buru (Namakamu) melangkah keluar kamar, sebelumnya ia sudah memesan ojek online yang akan mengantarnya ke toko buku tersebut.

"Mau kemana?" tanya Bastian yang sedang duduk di sofa ruang tamu, pandangannya masih fokus ke arah ponsel di tangannya, mungkin sedang bermain game online.

"Toko buku," jawab (Namakamu).

"Kok gak minta dianterin gue?" Kali ini tatapan Bastian menatap penuh ke arah (Namakamu).

"Gak papa, gue sama Salsha pengen jalan berdua aja."

Bastian mengangguk paham. "Ya udah, lo hati-hati, ya." ucapnya.

"Iya, gue berangkat ya. Abang ojeknya udah nyampe depan rumah tuh," pamit (Namakamu) yang dibalas anggukan singkat oleh Bastian.

Berbicara mengenai Bastian, sejujurnya (Namakamu) merasa prihatin kepada sepupunya itu. Usahanya untuk mendekati Bella kembali terlihat sia-sia. Walaupun Bella sudah mau mengobrol dan bahkan menerima kado ulang tahun dari Bastian, gadis itu sama sekali tidak mau memberikan kesempatan lagi kepada Bastian untuk mendekatinya dalam hal yang menjurus ke arah balikan. Ia keburu jatuh cinta setengah mati pada Iqbaal.

Seolah-olah semesta mempermainkan mereka berempat tanpa kasihan.

"Udah lama?" tanya (Namakamu) yang baru saja menghampiri Salsha yang menunggunya di depan toko.

Salsha menggeleng. "Baru aja, kok," jawabnya.

"Ya udah, ayo kita berburu novel-novel terbaru," ajak (Namakamu) antusias yang dibalas anggukan semangat oleh Salsha.

Keduanya kini melangkah masuk ke dalam toko buku, langsung menuju rak buku yang menyediakan novel-novel teenfiction kesukaan mereka.

"Duh, langsung deh uang tabungan gue ludes. Pada bagus-bagus banget ini novel-novelnya," ucap Salsha, di tangannya sudah ada beberapa Novel yang ia tumpuk.

(Namakamu) hanya tertawa menatap ke arah Salsha, ia memang suka membaca cerita novel, tetapi sepertinya Salsha jauh lebih suka. Gadis itu bahkan sering mengabaikan pesan-pesan Ardhito, pacarnya, hanya karena sedang membaca Novel.

"Ya, udah Sha. Gue ke rak buku pelajaran dulu, ya," ucap (Namakamu) yang dibalas anggukan setuju oleh Salsha.

(Namakamu) sama sekali belum memilih novel yang akan ia beli. Lebih memilih untuk membeli buku pelajaran terlebih dahulu, kalau uang yang dibawanya masih bersisa, barulah ia akan memilih beberapa novel yang akan dibacanya.

Ketika (Namakamu) sampai pada rak buku yang menyediakan buku-buku pelajaran. Ia mulai memilih-milih buku yang sekiranya akan sangat membantunya di kelas XII nanti.

"Hei." Sebuah sapaan berhasil membuat (Namakamu) menoleh ke asal suara. Dan detik berikutnya perasaan (Namakamu) langsung berdebar.

"Iqbaal," gumam (Namakamu).

Iqbaal tersenyum, merasa senang karena ia bisa bertemu dengan (Namakamu) di tempat itu.

"Ke sini sendiri?" tanya Iqbaal.

(Namakamu) menggeleng, lalu berkata. "Gue bareng Salsha."

Iqbaal mengangguk paham, tangannya juga kini sibuk memilih beberapa buku di rak tersebut.

"Mau nyari buku pelajaran juga?" tanya (Namakamu).

"Iya."

Akhirnya keduanya terdiam, sibuk dengan kegiatan memilih buku yang mereka perlukan.

Derrtt derttt dertttt

Getaran singkat dari ponsel (Namakamu) membuat gadis itu meraih ponsel yang ia taruh di dalam tas selempang miliknya lalu segera membaca pesan yang masuk di ponselnya.

Salshabilla : (Nam...), maaf ya gue pulang duluan. Tiba-tiba, Dhito nyuruh gue nyamperin dia di kafe dkt sini. Maaf ya.

(Namakamu) menghelah napas kasar setelah membaca pesan tersebut. Membuat Iqbaal langsung menoleh padanya.

"Kenapa?" tanya Iqbaal.

"Salsha ninggalin gue," balas (Namakamu).

Diam-diam Iqbaal tersenyum tipis. Ia segera meraih ponselnya dan mengetik sesuatu di sana.

Makasih ya, Sha.
Makasih karena udh bantuin gue buat jalan berdua sama (Namakamu).
Gue janji bakal traktirin lo sama Dhito.

Yah, tanpa (Namakamu) tahu. Salsha meninggalkannya bukan tanpa alasan. Jelas-jelas semua ini adalah permintaan Iqbaal.

*

Duh, Bang Iqbaal bisa aja. Semoga part  ini dapat menebus kengaretan cerita ini, ya. Jangan lupa tinggalin vote dan komentar.

Hi Tuan Iqbaal (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang