Sudah siap?
Ya udah langsung aja. Happy Reading!
=======
Waktu pulang sekolah sudah berlalu dua jam yang lalu, kegiatan persahabatan antar sekolah tadi berjalan lancar sesuai yang direncanakan Abun dan pengurus OSIS lainnya. Beberapa pengurus OSIS sudah pamit pulang sekitar 30 menit yang lalu.
"(Nam...), lo mau pulang bareng gak?" Tanya Abun.
(Namakamu) langsung menggeleng, "Gak usah. Gue bisa naik taxi kok. Lagian rumah kita gak searah."
Abun mengangguk paham. "Yah udah, kalau gitu gue tungguin deh, sampai lo dapat taxinya." Tawar Abun lagi.
"Gak usah. Lo duluan aja, bentar lagi kayaknya hujan deh. Nanti lo basah kuyup." Ucap (Namakamu) yang kini pandangan matanya menatap ke arah langit yang menggelap, terlihat mendung dan kelabu.
Abun ikut memandang ke arah langit. "Oke deh. Gue duluan yah!"
"Iya, hati-hati."
Setelah kepergian Abun, (Namakamu) kini berniat menuju loker untuk meletakan beberapa barangnya di sana. Namun baru saja keluar dari ruang OSIS, secara tiba-tiba hujan kini turun deras. Membuat (Namakamu) kembali memasuki ruang OSIS.
(Namakamu) kini terduduk di ruangan itu sendirian sembari menatap hujan melalui kaca jendela di ruangan itu. Hujannya deras. Sekarang ia kini menyesal tidak menerima ajakan pulang bareng dengan Abun tadi. Ponselnya mati total dan tidak ada yang bisa menjemputnya sekarang.
Segera ia mememakai tas ranselnya, mengeratkan cardigen tipis yang digunakannya. Walau cardigen itu sama sekali tidak memberi efek hangat sedikitpun. Perlahan ia mulai berjalan menelusuri koridor yang sepi, bunyi hujan yang jatuh deras kini memenuhi indera pendengarannya. Ia tidak jadi ke tempat di mana loker-loker siswa terletak, lebih memilih berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu taxi.
Seriusan nih, cuma sisa gue yang ada di sekolahan?
(Namakamu) bergidik ngeri. Bayangan-bayangan film horor kini terputar di kepalanya. Astaga, ia benar-benar tidak mau mati muda. Tidak mau!
Tak tak tak
Suara langkah kaki seseorang terdengar samar-samar di telinga (Namakamu) di tengah derasnya bunyi hujan, bayang-bayang film horor pembunuhan semakin menari-nari di kepalanya. Ia kini mempercepat langkah kakinya, setidaknya ia harus melindungi dirinya.
Tak tak tak tak tak
Langkah kaki di belakangnya ikut mempercepat langkahnya, membuat (Namakamu) semakin ketakutan.
Apa gue bakal mati sekarang?
Namun ia tidak akan menyerah sekarang. (Namakamu) memilih berlari, berharap segera sampai di gerbang sekolah. Setidaknya di sana ada Pak Banu selaku satpam di sekolahnya.
Tapi langkah kaki di belakangnya juga ikut berlari. Ya Tuhan!
Sialnya, untuk hari ini kesialan adalah milik (Namakamu). Ia nyaris saja terpeleset, walau itu gagal karena ada lengan yang menahannya.
(Namakamu) merasakan dingin luar biasa. Karena kecerobohannya, ia kini berdiri di antara satu gedung dan gedung yang lain. Membiarkan tubuhnya terguyur hujan deras sekarang. Tatapannya sekarang fokus ke arah wajah seseorang yang kini menahan tubuhnya agar tidak jatuh langsung ke tanah, walaupun samar-samar bayangan wajah Iqbaal kini tertangkap oleh matanya.
"Iq... baal." Ucap (Namakamu) dengan bibir gemetar kedinginan.
Hujan semakin deras, namun sosok Iqbaal yang masih menahan tubuhnya tidak mengucapkan sepatah katapun.
"IQBAAL. KITA KEHUJANAN." Teriak (Namakamu) agar Iqbaal tersadar dari keterpakuannya.
"Eh--" berhasil. Iqbaal melepaskan tubuh (Namakamu) yang langsung berdiri tegak dihadapannya.
Tanpa basa-basi (Namakamu) menarik tangan Iqbaal menuju koridor sekolah. Walaupun itu percuma, karena mereka sudah sama-sama basah kuyub.
"Lo gak papa?" Tanya Iqbaal setelah beberapa menit keheningan ada di antara mereka.
"Gue gak papa. Jadi, lo yang ngikutin gue dari belakang?" Tanya (Namakamu).
Iqbaal mengangguk, "iya."
"HAHAHA.. HAHAHA." Tawa (Namakamu) pecah seketika. Pada dasarnya otaknya yang terlalu berpikir horor.
(Namakamu) perlahan menghentikan tawanya ketika menatap ke arah Iqbaal yang kini menatapnya tanpa berkedip. Iqbaal gak kesurupankan?
(Namakamu) menggigit bibir bawahnya gugup. Segera memalingkan wajahnya, tatapan Iqbaal sekarang yang mungkin akan membunuhnya. Namun, tiba-tiba saja tangan Iqbaal meraih wajahnya, membuat wajah (Namakamu) kembali mengarah padanya. Belum sempat (Namakamu) protes dengan tindakan Iqbaal. Cowok itu sudah membuat matanya terbelalak kaget.
Deg deg!
(Namakamu) merasakan jantungnya akan meledak sekarang, darahnya terasa mendidih. Sekarang bibir Iqbaal menempel di bibirnya begitu saja. Tanpa gerakan namun berhasil membuat tubuh (Namakamu) kaku seketika.
Ya Tuhan, ia akan benar-benar mati sekarang.
*
Wkwkwk nulis part ini kok susah yah. Takut feel-nya gak dapat. Haha btw makasih yah untuk vote dan komentarnya di part sebelumnya. Part ini jangan lupa tinggalin vote dan komentar juga yah. Makasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Tuan Iqbaal (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan)
Hayran KurguIqbaal dan (Namakamu) sadar ingin bersama, tapi tak bisa apa-apa. Iqbaal menyukai (Namakamu), begitu pun sebaliknya. Tapi, mengapa selalu ada Bella di antara mereka?