Halo, maap kan untuk ke-ngaretan dan typo part ini, ya. Happy reading manis!
======
(Namakamu) berdiri di depan kasir dengan beberapa tumpukan buku di hadapannya. Di belakangnya ada Iqbaal sebagai antrian selanjutnya."Rambut kamu wangi, ya."
(Namakamu) berjengit kaget, lalu menoleh ke arah Iqbaal.
"Hah?"
Sejujurnya, tentu saja (Namakamu) mendengar ucapan Iqbaal barusan, namun entah mengapa gadis itu merasa kalau Iqbaal tidak akan mengucapkan itu.
"Rambut kamu wanginya enak, wangi vanilla," ulang Iqbaal dengan suara pelan.
(Namakamu) berdehem, lalu berkata, "Makasih."
"Semuanya lima ratus empat puluh tiga ribu, ya," ucap sang kasir.
Buru-buru (Namakamu) meraih dompetnya dan mengeluarkan uang pecahan Rp. 100.000 sebanyak 6 lembar. Syukurlah, tidak ada tragedi lupa membawa dompet lagi seperti peristiwa pertemuan pertamanya dengan Iqbaal. Jika (Namakamu) mengingat itu, gadis itu selalu meringis merasa malu dan bahagia secara bersamaan.
"Habis ini mau ke mana?" tanya Iqbaal ketika mereka sudah keluar dari gedung toko buku tersebut.
(Namakamu) menggeleng. "Gak kemana-mana. Gue langsung pulang aja, kayaknya," katanya.
"Jalan sama gue, mau?" tanya Iqbaal lagi.
(Namakamu) tersenyum. "Mau, ke mana?"
"Ke mana aja, asal sama lo."
(Namakamu) tertawa, walau pun ucapan Iqbaal sama sekali tidak ada yang lucu. Hanya saja, ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
"Kok ketawa sih?" Iqbaal tampak memasang ekspresi bingung.
Buru-buru (Namakamu) menggeleng. "Gak kok, gak papa. Ayo jalan!"
Iqbaal tersenyum, lalu mengangguk. Berjalan menuju ke arah mobilnya dan diikuti oleh (Namakamu) di belakangnya.
"Lo bawa mobil?" tanya (Namakamu).
"Iya, sepertinya bakal hujan. Jadi, gue pilih bawa mobil. Walau pun hujan-hujanan di atas motor memang seru, tapi gue gak mau lo sakit."
(Namakamu) hanya bisa tersenyum membalas ucapan Iqbaal, entah mengapa lidahnya menjadi keluh mendengar ucapan Iqbaal barusan.
Ketika mobil yang dikendarai Iqbaal sudah berjalan, (Namakamu) memilih diam. Ia diam-diam berharap, semoga kali ini Bella tidak membutuhkan Iqbaal di sisinya, walau pun hal itu sangat kecil kemungkinannya.
"(Nam...)?"
(Namakamu) yang sedari tadi memfokuskan pandangannya pada gedung-gedung pencakar langit yang mereka lewati kini menatap ke arah Iqbaal.
"Iya?"
"Karel itu siapa?" tanya Iqbaal.
Sebenarnya, mati-matian Iqbaal menahan diri untuk tidak menanyakan perihal Karel pada (Namakamu). Namun, sikap cowok itu yang berhasil membuatnya cemburu membuat ia memilih untuk bertanya, sebelum dirinya disergap rasa penasaran yang tak berujung.
"Kok nanyain Karel?" (Namakamu) tampak bingung, ia sama sekali tidak menyangka kalau Iqbaal akan menanyakan perihal Karel padanya.
Karel, cowok yang menghabiskan waktunya setahun lebih hanya sekedar untuk pelupakan kenangan mereka.
"Kalau emang gak bisa dijawab, gak papa kok. Gue cuma pengen tau aja, karena kalau dilihat dari cara dia natap lo, beda aja gitu."
"Beda gimana?"
"Tatapannya sama, ketika gue natap lo."
"Hah?"
Iqbaal diam, tidak menanggapi ucapan (Namakamu) lagi. Tiba-tiba suasana menjadi hening dan (Namakamu) itu cukup membuat sesak.
Ketika mobil Iqbaal berhenti di sebuah taman yang cukup sepi, jauh dari keramaian jalan raya membuat (Namakamu) bisa bernapas lega, karena sudah bisa keluar dari suasana di dalam mobil yang tiba-tiba terasa dingin.
Ada danau kecil yang dikelilingi bunga pagar, (Namakamu) menatap takjub.
"Gue baru tau, kalau ada taman ini di sini," gumam (Namakamu).
Iqbaal tak membalas ucapan (Namakamu), ia justru meraih pergelangan tangan (Namakamu) dan memimbingnya menuju salah satu bangku yang terletak di bawah pohon rindang.
"(Nam...), gue bawa lo ke sini buat ninjukin tempat, di mana gue sering menghabiskan waktu sendiri."
"Tanpa Bella?" Entah mengapa pertanyaan itu yang diucapkan (Namakamu) secara refleks, membuat gadis itu menyesali pertanyaannya.
Iqbaal tersenyum, namun terlihat seperti ringisan di mata (Namakamu).
"Iya, tanpa Bella."
(Namakamu) menghelah napas berat, ia merasa melihat banyak beban di dalam diri Iqbaal. Namun, tentu saja gadis itu tidak akan bertanya lebih, ia akan memberi kesempatan pada Iqbaal kalau ia mau bercerita padanya.
"Karel mantan gue, Baal." Akhirnya (Namakamu) memilih menjawab pertanyaan Iqbaal di dalam mobil tadi.
Iqbaal yang tadinya menatap penuh ke arah danau, langsung menatap ke arah (Namakamu).
"Mantan? Udah lama?" Semakin Iqbaal bertanya, semakin ia merasa penasaran pada (Namakamu).
"Em, mungkin sekitar dua tahun yang lalu," jawab (Namakamu).
Iqbaal mengangguk paham dan memilih untuk tidak lanjut bertanya mengenai Karel.
"(Nam...)." Iqbaal kembali berucap setelah beberapa menit keheningan di antara mereka.
"Kalau seandainya nanti lo gak bisa nemuin gue di mana pun. Coba cari gue di sini, tempat ini gue bagi cuma sama lo kok."
Hati (Namakamu) menghangat, seiring dengan tangan Iqbaal yang meraih jari-jarinya untuk digenggam.
"Gue gak tau (Nam...), kenapa gue malah ngerasa sebucin ini sama lo. Kita pacaran, ya?"
*
Halooooo, wah ngaret banget, ya?
Duh maap kan daku, akun ini sekitar 2 mingguan gak bisa ke buka gitu lho.Oh ya, jangan lupa tinggalin vote dan komentar kalian.
Aku tunggu!
Komen ya.
Eh vote juga jangan lupa.
Luve
Anjeli Dhiafakhri❣

KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Tuan Iqbaal (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan)
FanficIqbaal dan (Namakamu) sadar ingin bersama, tapi tak bisa apa-apa. Iqbaal menyukai (Namakamu), begitu pun sebaliknya. Tapi, mengapa selalu ada Bella di antara mereka?