Chapter 8

172 78 95
                                    

Tak terasa seminggu sudah berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak terasa seminggu sudah berlalu. Kini Alia tengah menunggu Gio berlatih silat.

Alia menghembuskan nafasnya pelan, teman paskibnya sudah pulang semua menyisakan dirinya yang termenung sendiri dipinggir lapangan.

Yah dikarenakan sebentar lagi akan ada banyak lomba dikegiatan non akademik, jadi masing-masing anggota berlatih dengan maksimal.

Pandangan Alia menelisik ke arah sekelompok orang yang sedang bermain volly.

Oh ada Radik disana.

Alia lantas mengalihkan pandangannya kala sempat beradu pandang dengan Radik. Bisa gawat kalau Gio memergoki dirinya memandang orang lain.

"Gio lama banget, langit juga kenapa mendung sih? Hawanya jadi dingin kan."

Alia merapatkan jaketnya sebelum akhirnya berdiri meninggalkan area lapangan outdoor hendak menuju lapangan indoor dimana Gio berlatih.

Baru lima kali melangkah, ia kembali berhenti kala mendengar seseorang meneriaki namanya dan derap langkah yang begitu cepat menuju arahnya.

"Alia!!"

Mata Alia melotot kala bola melambung ke arahnya, dengan refleks yang cepat gadis itu berhasil menghindari bola yang hendak menerjang kepalanya.

"Hah.. Lo gak apa apa Al?" Ujar Radik yang sudah berdiri di depan Alia.

Kedua tangannya kemudian terulur untuk memegang pundak Alia. Memeriksa keadaan gadis itu.

Alia mengangguk kaku. "G-gak papa kak, lagian juga gak kena kok."

"Oh syukur deh, kirain kena."

"Hehe gak kok."

"Heh! Ngapain lo pegang-pegang cewek gue?!" Bentak Gio yang entah sejak kapan berdiri di samping Alia.

Dengan kasarnya Gio menepis kedua tangan Radik yang memegang pundak Alia.

"Gue cuma meriksa dia kali, sensi amat lo."

Gio menatap kakak kelasnya dengan nyalang, "Sekali lagi gue lihat lo nyentuh cewek gue, habis lo!"

"Sopan dikit kalo ngomong sama senior." Koreksi Radik, lelaki ini begitu tenang menanggapi Gio.

"Cih!"

Dengan kasar Gio kemudian menarik tangan Alia untuk meninggalkan tempat itu.

"Awhh!" Rintih Alia.

"Gio sakit!" Lirih Alia lagi.

Seolah menulikan pendengarannya, Gio malah semakin menguatkan cengkramannya membuat Alia merintih tidak karuan.

Radik yang melihat Alia kesakitan lantas menghampiri keduanya yang baru beberapa melangkah.

"Heh! Lo tuli?! Cewek lo kesakitan tuh!" Seru Radik sambil mencoba melepaskan pergelangan Alia dari genggaman Gio.

Rasanya Alia benar-benar ingin menghilang saja. Mendadak ia merasakan aura mencekam menguar dari tubuh Gio.

Rahang Gio benar-benar mengeras tangannya yang lain mengepal kuat. Gio kemudian memutar tubuhnya menghadap Radik.

"Gue bilang jangan sentuh cewek gue!" desisnya penuh penekanan.

"Gue bakal lepasin tangan Alia kalo lo juga lepasin tangan lo itu." Ujar Radik menatap Gio yang tingginya hanya mencapai matanya. Maklumlah dia pemain volly, tingginya saja mencapai 185 cm.

"Emang lo siapa? Alia itu milik gue, jadi terserah gue mau apain dia!" Gio menepis keras-keras tangan Radik hingga berhasil terlepas.

"Please udah, jangan berantem." Mohon Alia yang sama sekali tidak digubris keduanya.

"Heh baru pacar kali gausah belagu, gausah seposesif gitulah belum tentu juga kan endingnya kalian bakal barengan. Lagian Alia itu bukan benda yang bisa diakui kepemilikannya." Radik menjeda ucapannya sebentar, entah kenapa raut wajahnya berubah tak terdefinisi.

"Dan gue itu gak suka sama cewek lo jadi tenang aja. Satu hal yang perlu lo tau, gue itu paling ga suka sama cowok yang kasar sama cewek!" Lanjut Radik dengan penekanan disetiap katanya.

Sudah cukup.

Sudah cukup basa basinya.

Gio melepaskan cengkraman ditangan Alia, lalu beralih menarik kencang kerah kaos Radik, sedangkan tangannya yang lain mengepal siap melayangkan tinjuan.

Dengan sigap Alia menahan tangan Gio yang sudah mengudara.

"Gio jangan!"Lirihnya.

Radik sama sekali tak gentar, dagunya malah mendongak menantang. Tangannya juga sudah mengepal kuat di bawah. Ia menunggu Gio agar memukul duluan. Karena dengan begitu ia jadi punya alasan untuk menghabisi cowok ini.

Licik bukan.

"Gio ayo pulang aja..." Ujar Alia lagi. Badannya sudah gemetar. Ia takut.

"Lepas Al!" seru Gio menatap tajam Alia.

"Gak mau!"

"Lepas!"

"Gak!"

"Alia gue bilang lepas!!"

" Gak mau! Gio aku mohon ayo pulang aja! " Alia menarik tangan Gio agar melepaskan kerah Radik. Matanya sudah mulai berkaca-kaca.

"Gio! Please... "

Gio melirik Radik dengan bengis dan menghela nafas kasar sebelum akhirnya mendorong Radik kuat-kuat.

Harus ada pelampiasan lain untuk menyalurkan emosinya yang menggebu.

"Kak Radik maaf." Ujar Alia tulus lalu menarik Gio pergi dengan sekuat tenaga.

"Kenapa woy kok malah ribut?" Tanya seseorang yang menghampiri Radik.

Salah satu tangan Radik mengusap kaosnya yang sedikit lusuh gara-gara Gio. Ia melirik ke lapangan volly, rupanya kejadian tadi menjadi pusat perhatian dari teman-temannya.

"Jawab kali. Lo mau gue bantu habisin tu cowok?" Ujar temannya lagi yang melihat tangan Radik masih mengepal kuat.

Radik memejamkan matanya, menghirup oksigen sebanyak banyaknya guna menetralisir emosi yang sempat menjalar.

"Huft! Udahlah ga perlu, buang-buang waktu aja ngadepin bocah kayak dia." Ujar Radik lalu berbalik.

Teman Radik tersenyum lalu merangkul lelaki jangkung itu.

"Itu baru temen gue."

Jangan lupa klik vote🌟, comment💬, share♻, dan juga follow✅ biar saya tambah semangat gitu hehe.. Don't be a siders guys okay..👌

See you next chapter ♥♥

Let Me Hate You |On Going|✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang