Chapter 38

2.4K 264 98
                                    

Mimpi buruk.

Lagi.

Vylan merasa seolah ia terlempar pada dimensi lain, dalam satu ruang yang begitu gelap, dingin, pengap dan menakutkan. Di dalam tidurnya itu, Vylan bisa mendengar suara lesatan mesiu yang begitu mengerikan disusul dengan pekikan yang menguap bersama udara. Sekelebat memori tentang laut dan mercusuar tua, sepotong roti coklat dan susu stroberi. Potongan memori tentang festival disisi sungai, satu ciuman diatas jembatan diantara lampion-lampion yang melayang rendah.

Ada sepenggal wajah yang menyakitkan, nampak begitu samar dan buram. Dalam bunga tidurnya itu, Vylan bisa merasakan detak jantungnya meningkat, aroma besi berkarat menguar, mengiring musim semi yang menyedihkan. Juga sepasang tangan beku yang menggenggamnya begitu erat, sejurus kemudian akhirnya melemah dan Vylan menemukan gelap.

"Vylan?"

Wanita itu terkesiap. Vylan membuka mata dengan napas memburu, setitik air mata mengalir melintasi pipinya yang membeku dingin bersama sebongkah rasa sakit yang tidak terdeteksi. Bunga tidur itu sama sekali tidak jelas, tetapi Vylan tetap merasakan sakit yang begitu sangat dalam hatinya. Sejenak merasakan jemari yang mengusap dahinya, Vylan dengan cepat menghapus air matanya dan menubruk figur itu dengan serangan pelukan.

"Hei kawan? Bermimpi buruk? Ada apa?"

Vylan menggeleng. Semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Luna saat ia berujar dengan gemetar, "Aku-aku entahlah.. Aku tidak tahu. Semuanya terasa nyata.. Ada-ada suara tembakan, lalu-lalu mercusuarnya-"

"Hei," Luna menyergah sembari usap sayang kepala Vylan yang berada dalam pangkuannya. "Itu hanya mimpi, oke. Bukan sesuatu yang penting. Itu hanya bunga tidur untuk menghiasi tidurmu yang sepi. Bukan apa-apa."

Disana, Vylan masih mengusak kepalanya sembari merengek putus asa. "Terasa nyata sekali. Hatiku sampai sakit."

"Tidak ada apa-apa. Itu hanya bunga tidur." Luna kembali menegaskan sembari menarik tubuh adiknya agar duduk tegap. Menepuk puncak kepala adiknya, Luna kemudian beranjak dari ranjang sang adik sembari sematkan satu senyuman manis. "Aku kemari berniat membangunkan dirimu lebih awal, namun aku malah menemukan adikku yang menangis karena mimpi buruk sialan."

Vylan tergelak kecil, ah malu sekali. Mendadak rasa bersalah kembali menyerang begitu saja saat mengingat bagaimana dulu ia membenci sosok wanita hebat di depannya. Padahal kehadirannyalah menghancurkan hubungan harmonis dalam keluarga ini.

"Luna?"

"Ya?"

"Terima kasih, ya?"

Disana, gadis tertua Kang mengerjap. Menilik roman berminyak adiknya, Luna mendadak menukikan alis dan memberikan satu tatapan tajam menusuk pada Vylan yang duduk manis diatas ranjang. Luna menukas galak, "Jika kau bertingkah manis untuk merayuku agar tidak perlu bersih-bersih hari ini, itu sama sekali tidak mempan, ya. Kau tetap harus membersihkan kebun belakang, tidak ada tapi-tapian!"

Oh men, wanita ini. Vylan tidak habis pikir, mendadak merasa sebal karena Luna menuduhnya yang tidak-tidak. Jadi, meraih bantal miliknya, tanpa pikir panjang Vylan lekas melemparkannya sekuat tenaga tepat pada wajah Luna hingga wanita itu terhuyung beberapa langkah ke belakang. "Kau ini menyebalkan sekali sih, aku 'kan hanya berterima kasih!!"

Luna merintih kecil sembari memijit dahinya pelan dengan ujung jari. Kembali menatap Vylan nyalang seolah adiknya itu adalah mangsa yang paling tepat untuk ia binasakan. Sebelum Vylan dapat memproses bahwa posisinya terancam, sebelum adiknya itu dapat berlari menyelamatkan diri, Luna berhasil membuat Vylan tidak bisa berkutik saat dirinya menyergap Vylan dan melancarkan jurus gelitikan maut yang mematikan.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang