20

5.9K 535 121
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

Naruto mengekor dibelakang Hinata. Dirinya akan memastikan apa benar Ibunya mengajak isterinya ini membeli susu. Wajar kan? Jika Naruto khawatir. Ibunya tidak menyukai Hinata. Sudah satu minggu lebih Hinata resmi menjadi isterinya. Ibunya itu masih terlihat sangat membenci Hinata. Lalu sekarang, mengajaknya pergi membeli susu?

Khusina terlihat siap dengan dres berwarna Hijau. Rambutnya dibiarkan tergerai indah. Tas bermerk menggantung indah di lengannya.

"Sudah siap Hinata?" Tanya Khusina.

"Sudah Nyonya."

"Baiklah. Ayo, berangkat." Khusina berjalan lebih dulu disusul oleh Hinata.

"Ibu." Panggilan dari putra sulungnya itu menghentikan langkah Khusina.

"Ibu tidak akan menyakiti isterimu. Percaya pada Ibu." Ujar Khusina yang seakan bisa menduga apa yang akan dilontarkan oleh Naruto.

"Sudah... Biarkan saja Naru. Ibumu hanya ingin memilihkan susu hamil yang terbaik untuk isterimu." Ujar Minato yang berada di belakang punggung Naruto.

Naruto memandang pada ayahnya. Menghembuskan nafas pelan. Memandang pada Hinata, ia jadi ingat betapa bahagianya isterinya saat mengganti pakaian.

Mendekati Hinata. "Ya sudah, hati-hati jangan sampai kelelahan." Ujar Naruto lembut lalu mengecup pucuk kepala Hinata. Hinata membalas tatapan Naruto dengan senyuman manis lalu mengangguk pelan. Khusina kembali berjalan, kali ini tangannya bergelayut di lengan Hinata.

"Tunggu! Ibu ikut Khusina." Teriakan Mito yang menggema, kembali menghentikan langkah Khusina dan Hinata. Menatap jengah pada Ibunya ini.

"Kenapa kau tidak mengajak Ibu Khusina? Ibu, juga ingin  shoping dengan kalian." Ujar Mito dengan suara yang dibuat sendu. Khusina memutar matanya jengah, sedangkan Naruto dan Minato terkikik pelan.

"Ya sudah, mari berangkat Bu." Ajak Khusina. Mito melepaskan rangkulan Khusina di lengan Hinata dan berganti melingkarkan lengannya pada lengan Hinata. Khusina hanya menggelengkan kepalanya.

Para wanita Namikaze itu pun pergi menghamburkan uang mereka. Jangan percaya jika hanya akan membeli susu. Wanita dan belanja itu sulit dijauhkan. Benar?
.
.
.

Hari berganti, bulan pun terlewati dengan cepat. Tak terasa kini kandungan Hinata sudah menginjak usia 6 bulan. Menma dan Mito sudah berangkat ke Amerika sejak dua minggu yang lalu. Mansion ini terasa sangat sepi.

Hinata pagi ini terlihat sedang sangat sibuk memanen beberapa sayur yang ia tanam. Setelah suami kuningnya itu berangkat ke kantor, Hinata akan mengisi waktunya dengan berkebun. Hinata jadi teringat akan rumah kecilnya. Yang sekarang di tempati oleh preman yang pernah Hinata tolong. Preman itu bertobat setelah mendapatkan seorang isteri, Hinata turut senang.

"Nona, tomat ini sangat besar sekali. Warnanya merah." Ujar Fuuka, maid yang ditugaskan untuk menjaga Hinata. Hinata meraih tomat besar itu.

"Juz tomat sepertinya segar Fuuka-san."

"Nona Hinata ingin meminum juz tomat? Biar saya buatkan."

Hinata tersenyum lembut, ia tidak suka merepotkan orang lain. Walau Fuuka adalah maid pribadinya tapi Hinata lebih sering melakukan apapun sendiri. Bukan tidak menghargai, hanya saja rasa sungkan itu masih ada, dirinya tidak biasa dilayani oleh orang lain.

"Baiklah. Buatkan ya." Suara lembut Hinata mengalun indah. Fuuka mengangguk semangat, jarang-jarang Nona mudanya ini langsung mengiyakan. Bergegas ke dapur dengan membawa sekeranjang tomat buah segar. Wajah Fuuka terlihat berseri.

Delayed LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang