"Pernah kepikiran nggak, kenapa kita bisa cepet akrab kayak gini?"
-Juniarka Wahyudi-
⊹ ────── •°⋆°• ────── ⊹
"San, gausah lari kali!" Jun meninggikan suara agar terdengar oleh Sana yang masih teriak-teriak rusuh.
"JUN! HHH INI GIMANA BUKANYAHHH?!" Sana panik karena pintu keluarnya tertutup rapat.
"Sini." Jun mengambil alih kenop pintu yang sudah rusak itu.
Si lelaki mengernyit bingung saat gagang itu susah digerakkan, seperti ada yang menahannya dari luar.
Melihat Jun yang juga tak dapat membuka pintu, Sana makin panik. Perempuan itu kembali mengarahkan senternya ke segala penjuru ruangan, hanya berjaga-jaga kalau saja ada sesuatu dibelakangnya.
"Nggak hhh bisa kan?" tanya Sana masih ngos-ngosan.
"Kok tumben ketutup," ucap Jun kemudian membalikkan badan dan dengan santai mengangkat kameranya. "Gais, kita kekunci." Jun tersenyum ganteng ke arah kamera.
"IHH JUN JANGAN NGE-VLOG DULU KEK! SANA INGIN PULANGG." Sana memukuli lengan Jun.
Pukulan di lengan lelaki itu berhenti saat Jun mematikan kameranya dan melihat Sana yang menundukkan kepalanya, mulai menangis.
"Eh, San, jangan nangis dong. Aduh," ucap Jun yang bingung harus gimana. Di drakor yang kemaren dia tonton sama Sana, biasanya si cowok bakal meluk si cewek yang nangis.
'jangankan meluk, megang tangannya aja gue sungkan bjir!'
Karena Jun tipikal soft boy uwu, dia mutusin buat nyoba buka pintunya lagi. Lah apa hubungannya?
Namun karena terlalu bersemangat, gagang pintu itu jadi terlepas dari tempatnya bertengger. Eh.
Sana makin menangis, bahkan sekarang sudah sesenggukan.
Jun merutuki kebodohannya.
Saat mereka sama-sama bingung harus gimana, tiba-tiba terdengar suara yang membuat mereka berdua merinding.
Hahahahaha...
Sana refleks memeluk lengan Jun lagi, menyembunyikan wajahnya dibelakang pundak si lelaki, kemudian menyodorkan senter di handphone miliknya pada Jun karena terlalu takut untuk ikut melihat.
Suara tadi terdengar seperti anak kecil yang sedang tertawa. Meskipun pelan, suara itu terdengar seram di telinga Sana. Jun pun mulai menelan ludahnya gugup.
Lelaki berkaus putih itu mengambil handphone dari tangan Sana, bersamaan dengan pelukan yang semakin erat di lengannya.
Jun perlahan membalikkan badannya yang diikuti Sana, kemudian ia menyorot seluruh penjuru ruangan sengan cahaya dari senter di tangannya.
Ia baru menyadari, ternyata banyak sekali benda-benda yang terbuat dari kayu di rumah ini.
Juga ada beberapa sesajen yang mulai membusuk.
Namun ia sama sekali tak melihat keberadaan makhluk lain selain Sana di rumah tua ini.
Baru saja ia akan meyakinkan Sana bahwa tidak ada apa-apa di ruangan itu, mereka kembali dikejutkan oleh suara tertawa anak kecil lagi.
Kali ini terdengar kencang dan ramai?
Jun menyadari keanehan.
Lelaki itu mendekatkan telinganya pada pintu keluar.
Dan tebakannya benar, suara itu berasal dari luar.
"San, bentar lepas dulu. Nggak ada apa-apa kok."
Sana mendongakkan kepalanya, membuka matanya perlahan hingga bertatapan dengan Jun.
Jun berusaha menahan senyum, saat melihat mata sembab Sana dan rambut orennya yang berantakan.
Perempuan itu mulai melonggarkan pelukan di lengan si lelaki. Kemudian Jun sedikit menunduk, mengintip ke luar lewat celah pintu yang sudah rusak sana-sini itu.
"Heh! Buka nggak lo?!" teriak Jun tiba-tiba. Sana yang kepo ikut mengintip ke luar.
Ternyata pintu itu ditahan dari luar oleh sekumpulan anak-anak kecil yang usil.
"Passwordnya apa qaqa?" tanya salah satu anak kecil yang mendekatkan mulutnya pada celah pintu.
"Jun ganteng!" Jawab Jun asal.
"Salah qaqa."
"WOYY BUKAAAA! SANA MAU KELUARRR." Sana menggedor-gedor pintu dan menendangnya sesekali.
Namun tenaga anak-anak nakal itu lebih kuat darinya.
"Passwordnya dulu qaqa?" tanya si anak itu lagi sambil terkekeh dengan teman-temannya, entah kenapa terdengar menyebalkan sekali di telinga Jun.
"Heh! Sekali lagi lo bilang gitu, gue dobrak ni pintu!!!" Teriak Jun mulai emosi.
"Passwordnya apa dulu qaqa?"
Baru saja Jun ambil ancang-ancang, pintu di depannya tiba-tiba terbuka, bersamaan dengan anak-anak tadi yang berlari kabur sambil cekikikan.
Karena kesal sekaligus gemas kayak habis kena prank, Jun dan Sana ikut berlari mengejar ke-5 anak itu.
.
.
.
.
.
.
.Seperti anak kecil, mereka berdua berlari-lari di lapangan sore ini. Sesekali tertawa saat berhasil menangkap anak usil tadi, kemudian menggelitikinya sampai dia bilang ampun.
Jun merekam aksi Sana yang berlari-lari riang. Perempuan itu seakan lupa bahwa beberapa menit yang lalu dia menangis ketakutan di pundak Jun.
Saat matahari mulai turun, Sana yang sudah kelelahan itu menghampiri Jun di pinggir lapangan. Lelaki itu sedang meminum sebotol air yang ia beli di warung terdekat.
"Ayo pulang!"
"Udah maennya?" ledek Jun sambil terkekeh. Ia bangit dari duduknya dan mulai melangkah pulang bersama Sana di sampingnya.
"Sana kayak punya adik," ucapnya ikut terkekeh.
"Pengen nggak punya adik?"
"Pengen ih."
"Minta aja sama nyokap lo."
"Emang bisa?"
"Bisa."
+++
Sana sudah selesai mandi, meskipun pas keramas dia takut merem karena masih kebayang si rumah angker tadi. Alhasil matanya perih kena shampoo.
Kebetulan ia ketemu ibunya di dapur.
"Bu, Sana mau punya adik."
"HAH?!"
🏠Cecan Rumah Sebelah🏠
KAMU SEDANG MEMBACA
Cecan Rumah Sebelah
FanfictionBerawal dari disuruh nganterin paket yang salah alamat, Sanadia berakhir menjadi bahan nyinyiran ibu tetangga di sebelah rumahnya. "Belum mandi ya?" "Itu kenapa rambutnya pake diwarnain oren begitu?" "Ckck, mana bajunya nggak sopan lagi." "Jun! Ngap...