16. Perkara Pulang Bareng

36 7 4
                                    

"Cerita kita terlalu banyak kebetulannya. Kebetulan paket nyasar, kebetulan tetanggaan, kebetulan ibu kita nggak akur, kebetulan sama-sama gabut pas karantina. Entahlah, semesta memang suka bercanda."

-Sanadia Maharani-

⊹ ────── •°⋆°• ────── ⊹















"Apa katanya, Mo?" tanya Sana pada sohibnya yang baru saja menerima telpon.

Setelah melakukan petualangan di mall, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Mereka berempat kini berada di depan mall, menunggu kedatangan supir Moreen untuk menjemput gadis itu.

Wisnu sama Jun udah stay di atas motor. Sana sama Moreen berdiri di samping motor Wisnu. Posisinya, motor Wisnu ada di depan motor Jun.


Padahal Jun sama Wisnu cuma diem, tapi berasa kayak lagi pemotretan brand ambassador sepeda motor.


"Dia lagi nganterin Ayah, San. Ada urusan mendadak katanya." Moreen cemberut.

"Yahhh, terus Moreen pulangnya gimana dong?" Sana ikut memajukan bibir bawahnya.

"Uh, mana nggak ada ojol lagi. Mau naik taksi online tapi gue takut sendirian."

"Lo pulang bareng Si Jun gih," usul Wisnu tiba-tiba.

"Enak aja, gue bukan mamang Grab." Jun protes pada orang di depannya.

"Yaelah, giliran nolong cewek lain aja kagak mau," sindir Wisnu sambil melirik kaca spion.

Jun mengumpat dalam hati. Abis itu shalawatan. Siapa tau dosanya berkurang.

"Mau nggak Mo, pulang sama Jun?" tanya Sana.

"Emm...anu, San. Gue baru aja kenal dia tadi pagi. Gue juga...kurang percaya sama dia," ucap Moreen ragu-ragu.


Intinya, Moreen anaknya rumahan banget. Banyak takutnya sama dunia luar.







'Apakah muka ganteng gue keliatan kayak om-om pedofil?' -Jun si overthinking boy.







"Yaudah. Nu," panggil Sana, lelaki itu menoleh. "Kamu aja yang nganter Moreen."

"Hah?" tanya Wisnu tak mengerti.

"Tukang keong kali ah," celetuk Jun.

"Kamu yang anter Moreen, biar Sana pulang sama Jun aja. Lagian kita searah." Gadis itu melirik Jun.

"Tapi kan, tadi pagi aku yang jemput kamu. Masa dianter pulangnya sama orang lain. Aku nggak enak ke ayah kamu."

"Gapapa, nanti Sana yang bilangin ke Ayah."

"Tapi, San─"

"Sana nggak mau Moreen naik Grab sendirian, Sana juga nggak mau nunggu supir Moreen ke sini, ntar kemaleman." Tumben bijak.

"Naik, Mo." Gadis itu memerintahkan sahabatnya agar segera menaiki motor Wisnu.






Wisnu mengalah, mencoba menuruti perkataan pacarnya. Bucin.





Sana mulai naik ke motor Jun.

"Buruan maju!" Titah Jun pada Wisnu tak sabaran.

"Gak, lo duluan!" Wisnu memerintah balik. Niatnya ingin memantau mereka berdua.

Jun tiba-tiba melepas hoodie hitamnya, menyisakan kaus putih berlengan pendek.

"San," panggil Jun sambil menyodorkan hoodie tadi pada Sana. Gadis itu nampak bingung.

"Tutupin paha lo. Dingin, udah malem."

Belum sempat Sana berpikir, lelaki di depannya sudah terlebih dahulu menancap gas. Meninggalkan Wisnu yang menatap tajam kepergian mereka.





+++




Ayah dan ibu Sana sedang menunggu kepulangan putrinya sambil duduk di teras. Malam sudah mulai larut, dan putri semata wayangnya belum juga kembali.

Dewi terbelalak kaget dan refleks bangkit saat melihat sepeda motor yang berhenti tepat di depan rumahnya.

Sana menepuk jidatnya, kemudian turun dari motor dengan perlahan. Jun meringis.



Kegep part-2.



Sial. Bahkan Jun belum menyiapkan dialog untuk ngeles. Ia berdoa supaya masih diberi kesempatan untuk melihat matahari besok pagi.

Dewi berjalan ke arah mereka dan segera menarik tangan Sana agar menjauh dari Jun.

"Kenapa kamu bisa pulang sama dia?" Tanya Dewi pada putrinya, tentu saja agak ngegas.

"Tante, tadi─" setidaknya Jun sudah berusaha menjelaskan, meskipun dipotong.

"Diam kamu! Saya nanyanya ke Sana. Gausah kegatelan kamu sama anak saya!" Dewi menunjuk-nunjuk Jun.

"Bu, nggak usah teriak-teriak ah. Malu sama tetangga. Udah malem, yu masuk." Anwar memegang lengan istrinya, namun segera ditepis oleh wanita itu.

"Nggak! Biarin aja! Kita aduin dia ke ibunya sekalian." Ancamnya.

Sana yang dari tadi menunduk takut, kini mengangkat kepalanya. Matanya membulat, melihat ibunya yang berjalan tergesa ke rumah sebelah.

"Tante!" Panggil Jun yang tak dihiraukan wanita itu.

Anwar mencoba menahan istrinya yang menggebrak-gebrak pintu tetangga. Namun, tak ada yang bisa menghentikan Dewi yang sedang emosi.

Sana mengikuti langkah Jun yang berjalan ke teras rumahnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Heh, Indah! Kamu ngajarin sopan santun nggak sih ke anak kamu?!" Bentak Dewi sedetik setelah pintu terbuka.

"Ada apa ini? Kamu yang nggak sopan! Datang-datang langsung marah-marah nggak jelas." Indah meneliti satu-persatu orang yang berdiri di depan rumahnya dengan heran.

"Nih, anak kamu Si Juniarka bawa pulang anak saya jam segini! Mana nggak minta izin dulu lagi!"

Indah melirik putranya.

"Kemaren-kemaren dia juga udah seenaknya masuk ke balkon rumah saya tanpa permisi. Dan kayaknya, itu bukan sekali dua kali!"

Sepertinya Indah terkejut mendengar kata-kata barusan.

Anwar hendak membawa istrinya pergi, namun Jun mengkodenya agar tetap diam di tempat.

"Jun, itu beneran?" tanya Indah tak percaya. Jun mengangguk membenarkan.

"Bu, tapi Jun baik kok sama Sana." Sana angkat suara. Jujur, Jun agak tersentuh mendengarnya.

"Nggak usah belain dia kamu, San. Cepet masuk!"

Baru kali ini Sana melihat ibunya semarah itu. Dan baru kali ini juga ia dibentak dengan kasar oleh ibunya.

Sana segera memasuki rumah sambil menahan air matanya.






















"Inget ya, kamu nggak usah deket-deket Sana lagi!"










+++

A.n:

Sampe sini, kalian kapal mana nih?⛵⛵⛵⛵

Juniarka x Sanadia

Wisnu x Sanadia

Anwar x Dewi

Atau...

Chucky x Annabelle

Oh iya mau tanya juga, menurut kalian cerita ini nyambung nggak sih? Atau udah mulai aneh?👉👈







🏠Cecan Rumah Sebelah🏠

Cecan Rumah SebelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang