Chapter Seventeen

121 6 10
                                    

Hai- haiii,sesuai janji aku, aku langsung update chapter selanjutnya nihh, chapter ini juga lumayan panjang isinyaa, hehe selamat membaca dan siap-siap baper dengan keuwuan mereka yahh, luvv.




Karena rasa sopan santunku masih tersisa sedikit, aku mengiyakan ajakannya, hitung-hitung menebus rasa tidak enak ku kepadanya karena telah bersikap kekanak-kanakan.

"Yaudah ayo,kalau dokter memaksa." Kataku kemudian. Tidak tahu malu memang aku ini. Kadang sikapku yang merasa gampang tidak enakan ini sering menyiksaku. Seperti sekarang ini contohnya. Dengan mudahnya pertahanaku diruntuhkan oleh  si dokter kutub ini.

Tanpa babibu Dokter Anton segera menggandengku menuju mobilnya yang terletak di parkiran lantai 1. Sesampainya di lantai 1, aku baru sadar, jika dari tadi tanganku digandeng oleh dokter Anton. Wah kalau tadi ada yang lihat bagaimana? Wah wah bisa muncul gosip lagi.Masalah tadi siang aja belom kelar, jangan sampai muncul masalah baru Yaa Allah. Ucapku dalam hati.

"Hm maaf Dok" ucapku sambil menjauhkan tanganku yang sedari tadi digandengnya.

"M-mmaaf Dinda, saya tidak sengaja, tadi spontan saja,biar kamunya engga kabur lagi." Ucapnya sambil menggaruk tengkuknya salah tingkah.

Hahaha lucu juga, ternyata dokter kutub ini bisa salah tingkah. Batinku dalam hati sambil tersenyum tipis, yang bahkan tidak terlihat jika aku baru saja tersenyum.

Sesampainya kami di mobil Dokter Anton, dia membukakan pintu untukku. Manis sekali perilakunya kepadaku, aku merasa menjadi seorang puteri. Halu aja aku ini, batinku. Dan setelahnya aku segera masuk ke dalam mobil dokter kutub itu.

Canggung, ya itulah yang menyelimuti kami saat ini. Aku sibuk dengan otak dan hatiku yang saat ini sedang berselisih. Hatiku merasa senang mendapatkan perlakuan seperti ini dari dokter Anton, sementara otakku menyadarkanku bahwa aku ini hanyalah anak bimbingnya, tidak lebih. Pantaskah aku mendapatkan perlakuan ini? Atau Apa maksud dari perlakuan spesialnya ini? Ya kira-kira, seperti itulah perdebatannya. Apa benar dokter Anton menaruh rasa kepadaku? Ah tidak, tidak mungkin, ia hanya dokter bimbingku, dia ganteng, dia pintar, dia mapan, mana mungkin dia tertarik dengan bocah sepertiku? perempuan manja dan kekanakan. Batinku sendiri.

"Dinda alamat kamu dimana?" akhirnya terdengar suara yang membelah kesunyian mobil ini.

"Di jalan Kenanga 47B Dok, dari Cisitu indah belok ke kanan, nanti ada perumahan, nah disitu dok." Terangku berusaha menjelaskan alamat kost ku dengan jelas.

"Baik" ucapnya kemudian

"Tadi kenapa telepon saya tidak kamu angkat Din?" tanya dokter Anton lagi

"Telepon? Tadi dokter telepon saya? Maaf saya tidak tahu, saya tidak mengecheck hp setelah bertemu Citra tadi." Jawabku jujur.

"Iya nggapapa" jawabnya hangat.

Setelah itu, kondisi mobil kembali hening, tidak ada yang mau mengawali pembicaraan. Sampai akhirnya terdengar suara merdu milik mbak IU yang aku yakini itu berasal dari telepon selulerku. Sebelum aku mengangkat telepon, aku izin kepada sang pemilik mobil dulu agar lebih sopan.

"Pak saya izin angkat telepon dulu." Izinku yang dibalasnya dengan anggukan.

"Halo assalamualaikum."

........................................

"Ini lagi perjalanan ke kost Pak."

.......................................

"Habis dari Kokas, ada keperluan yang harus saya beli."

...........................................

Secangkir Kopi dan sepotong Red Velvet CakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang